Pagi-pagi sekali, Ara telah bersiap dengan tas ransel yang sudah bertengger rapi di pundaknya. Rencananya pagi ini ia akan kabur, untuk menghindari pertemuan dengan calon suaminya.
Gadis itu tampak mengamati situasi. Beruntung, pintu kamarnya tidak dikunci dari luar oleh orang tuanya, sehingga dirinya bisa dengan bebas untuk memantau keadaan sekitar.
Menghembuskan napasnya pelan, Ara tengah mencoba mencari peruntungan. Sebab di luar sekitar area kamarnya, sang papa telah menempatkan beberapa bodyguard untuk berjaga-jaga agar dirinya tidak kabur.
"Kenapa mereka hanya berjaga di luar. Kalau aku keluar dari kamar, mereka mana tahu," gumam Ara.
Gadis itu berjalan pelan menuruni anak tangga. Sesekali dirinya menoleh ke belakang, khawatir ada seseorang disana.
Sampai di lantai dasar, gadis itu bersembunyi di sebuah pilar besar di tengah ruangan ketika melihat dua orang bodyguard tengah berjalan ke arahnya. Beruntung, Ara tidak ketahuan karena bodyguard itu berjalan terus menuju ke arah dapur.
"Aman…," lirihnya.
Melirik ke kanan dan ke kiri, gadis itu berlari tanpa suara menuju pintu belakang yang letaknya cukup jauh dari area rumahnya.
Seolah takdir tengah berpihak padanya, Ara dengan mudah lolos dari pantauan orang-orang suruhan papanya. Entah dimana papa dan mamanya, sebab keadaan rumah pagi ini sangatlah sepi.
"Bodoh sekali mereka. Masak berjaga-jaga di depan jendela. Mereka mana bisa tahu kalau aku kabur atau enggak. Untung aja, aku bawa kunci cadangan," gumam Ara kemudian mulai membuka gembok yang mengunci pintu belakang.
Tanpa mengulur waktu, setelah dirinya berhasil keluar dari area rumah, Ara segera berlari menjauh dari sana.
"Ah, akhirnya aku lolos juga!" pekiknya senang.
Rambutnya yang panjang dengan kunciran kuda tampak bergoyang ke kanan dan ke kiri mengikuti setiap pergerakan lincah gadis itu.
Ara merogoh ponsel di dalam saku celananya. Rupanya ojek online yang ia pesan telah menunggu dirinya di titik penjemputan. Dengan segera gadis itu mempercepat langkahnya untuk menghampiri ojeknya.
"Neng Ara, ya?" tanya bapak ojek memastikan begitu Ara datang mendekat.
"Pak Bejo?" tanya Ara balik, dan diangguki oleh pria itu.
"Mari, Neng, ini helmnya." Setelah mengulurkan helm, pria paruh baya itu langsung menyalakan motornya sembari menunggu Ara bersiap-siap.
"Jalan, Pak!" ucap Ara.
Perjalanan memakan waktu hampir 30 menit karena macet, tetapi itu tidak masalah selagi Ara sudah berhasil keluar dari rumahnya. Gadis itu benar-benar belum siap untuk bertemu calon suaminya apalagi menikah.
Setelah berperang dengan kemacetan, kini Ara telah tiba di rumah Dewi.
"Loh, Ra? Tumben pagi-pagi udah kesini. Bawa apaan tuh?" tanya Dewi yang tengah duduk di teras rumah bersama Juju menikmati secangkir teh hangat yang terlihat masih mengepulkan asapnya.
"Pengen main aja, Wi. Mumpung libur juga, 'kan! Nih, aku bawain sarapan nasi uduk!" Ara meletakkan kantong kresek berwarna hitam di atas meja kemudian ikut duduk bersama kedua sahabatnya.
"Wah, enak nih. Tahu aja kita belum makan," celetuk Juju.
"Makan di dalem aja yuk," ajak Dewi di angguki oleh Juju dan Ara.
"Tumben, rumah sepi. Tante sama om, pada kemana, Wi? Perasaan semalam mereka masih ada di rumah?" tanya Ara, gadis itu mulai mematikan ponselnya agar tidak di teror oleh mama dan papanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Marriage [TERBIT]
Ficción GeneralOPEN PO mulai tanggal 01 februari - 01 Maret 2024. Informasi pemesanan di instagram @nebulapublisher. "Mari batalkan rencana pernikahan ini!" "Kalau kamu mau menolak, silakan! Tapi saya tidak akan membatalkannya!" *** Arabella, gadis berusia 21 tahu...