35. Berakhir Bahagia

940 13 2
                                    

Ara telah menyelesaikan kelasnya kemudian segera pergi ke ruangan Aesenio untuk menunggu pria itu selesai mengajar. Ia tersenyum begitu tiba di depan pintu ruangan dosen. Namun, ketika ia hendak meraih gagang pintu, tiba-tiba saja tangan kanannya ditarik oleh segerombolan mahasiswi yang sangat Ara kenal.

“Eh, lepas–” Ara terkejut, mencoba memberontak, tetapi mereka enggan melepaskan dan justru membawa Ara menuju taman yang tidak jauh dari ruangan dosen.

“Kalian apa-apan, sih?” ketus Ara menahan kesal.

“Hehe … maaf, Ra. Kita lagi penasaran, nih, sama apa yang kita lihat tadi pagi,” celetuk salah satu di antara mereka.

“Penasaran apa, sih, Oca?” tanya Ara kebingungan. Namun, sedetik kemudian ia tersadar jika tadi pagi dirinya berangkat bersama suaminya sampai di parkiran, jadi sudah pasti, mereka akan penasaran dengan hal itu.

“Ih, lagaknya, sok lupa! Yang tadi pagi itu loh, Ra. Kamu kenapa turun dari mobil Pak Arsen?” tanya Oca diangguki oleh teman-temannya yang lain.

“Oh, itu … sebentar.” Ara merogoh tas kuliahnya kemudian mengeluarkan beberapa lembar undangan dan membagikannya kepada mereka semua yang ada di sana. “nih, jangan lupa pada datang, ya. Acara resepsinya dua minggu lagi,” kata Ara sambil tersenyum menatap mereka yang melotot ketika membaca undangan yang mereka terima dengan teliti.

“What! Kamu mau nikah sama Pak Arsen, Ra?” tanya Oca dengan suara yang cukup keras membuat beberapa orang yang berlalu lalang di sekitar mereka menatap heran ke arahnya.

“Bukan mau nikah, Oca. Lebih tepatnya resepsinya aja. Aku udah akad beberapa minggu yang lalu. Jadi, Oca, Lusi, Elin, Shinta, sama Kiki, jangan lupa datang, ya!” ujar Ara dengan mengabsen satu persatu orang yang membawanya ke taman.

Mereka semua tampak melongo sebab tidak menyangka jika idola mereka sudah menikah terlebih menikah dengan teman mereka sendiri. Ara menepuk pelan pundak Oca kemudian berlalu meninggalkan mereka yang tengah meratapi patah hatinya.

“Yah, ternyata kita suka sama suami orang!”

“Iya, ya … si Ara beruntung banget dapet dosen cakep kayak Pak Arsen,”

“Pak Arsen punya adik laki-laki nggak, ya?”

Beberapa pertanyaan sumbang masih terdengar di telinga Ara. Gadis itu hanya menggelengkan kepalanya ketika mendengar para penggemar suaminya tengah patah hati bersama. Ara mengelus dadanya lega, ternyata apa yang selama ini ia takuti justru tidak terbukti. Pikiran buruk ketika ia ketahuan menikah dengan dosennya sendiri dan akhirnya dibuli penggemar suaminya ternyata hanya dalam angannya saja, sebab para penggemar suaminya hanya merasakan patah dan menangis penuh drama.

“Kirain mau di buli, nggak taunya cuma kayak gitu. Huh … untung saja!” gumam Ara sembari berjalan kembali menuju ruang Dosen.

“Dari mana?” tanya Arsenio tiba-tiba membuat Ara yang hendak membuka pintu kembali terkejut.

“Astaga, Mas! Kirain siapa. Tuh, habis nyebar undangan buat penggemar kamu,” celetuk Ara membuat Arsenio melongo.

“Penggemar? Astaga, kamu ada-ada saja. Tapi, kamu nggak di apa-apain, ‘kan?” tanya Arsenio memastikan.

“Semua aman terkendali, Mas. Tapi mereka langsung gelisah galau merana ditinggal nikah idolanya,” celetuk Ara membuat Arsenio terkekeh. Tanpa membuang banyak waktu, Arsenio segera mengajak Ara untuk segera pulang.

***

Hari telah berganti minggu. Tidak terasa hari diadakannya resepsi pernikahan Ara dan Arsenio telah tiba di depan mata. Sedari pagi Ara dan Arsenio telah diboyong mertua mereka menuju hotel tempat mereka mengadakan resepsi. Ara tampak terkantuk-kantuk ketika wajahnya mulai dipoles riasan sementara Arsenio hanya menonton istrinya sambil sesekali memainkan ponselnya.

Secret Marriage [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang