19. Panik

459 18 4
                                    

Ara baru saja selesai melakukan pemeriksaan. Beruntung luka melepuh di tangannya segera diberi pertolongan pertama sehingga lukanya tidak terlalu parah. Luna yang baru saja selesai menebus obat milik Ara di apotek mengajaknya untuk pulang, agar bisa segera beristirahat. Ketika mereka hendak keluar, mata Luna tiba-tiba memicing setelah melihat sekelebat seseorang yang dikenali. Namun, kepalanya langsung menggeleng karena merasa tidak mungkin hal itu terjadi.

“Kenapa, Ma?” tanya Ara yang melihat mamanya menatap ke arah kanan yang terdapat lorong-lorong panjang, yang Ara ketahui, di sana terdapat ruangan dari beberapa dokter spesialis.

“Tidak apa-apa, Sayang. Oh, iya, suamimu tadi ke kantor atau ke kampus, Ra?” tanya Luna sambil melanjutkan langkahnya menuju ke arah mobilnya yang saat ini telah terparkir di depan rumah sakit.

“Ke kantor, Ma. Kalau ke kampus biasanya, cuma satu minggu tiga kali. Itu pun nggak full day. Memangnya kenapa, sih, Ma?” tanya Ara penasaran. Pasalnya mamanya tiba-tiba saja menanyakan suaminya, padahal dari tadi keduanya tidak ada membahas apa pun mengenai Arsenio.

“Oh, baguslah. Tadi Mama kayak ngeliat orang yang mirip sama Arsen. Tapi sepertinya Mama yang salah lihat,” kata Luna.

Ara terkekeh pelan, mengira mamanya terlalu lelah hingga kurang fokus memperhatikan sekitarnya. “Sepertinya yang harus istirahat itu, Mama. Sudah, setelah sampai rumah, Mama juga istirahat, bobok yang cantik biar bangun tidur langsung segeran!”

***

Arsenio menatap Kanya yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan selang infus tertancap di punggung tangan kirinya. Matanya terpejam serta bibirnya tampak pucat. Arsenio merasa kasihan, terlebih dulu dirinya dengan tega mengusir wanita itu dari kediamannya di malam hari yang gelap.

Pria itu baru saja kembali dari ruangan dokter kandungan setelah membicarakan mengenai kesehatan Kanya yang semakin menurun karena terlalu stres di kehamilannya saat ini. Pria itu mengingat kembali percakapannya dengan dokter kandungan yang sering Kanya kunjungi ketika waktunya periksa.

“selamat pagi, Tuan. Saya Ana, dokter kandungan dari Bu Kanya,” kata dokter Ana memulai pembicaraan dengan memperkenalkan dirinya.

Pagi, Dok. Saya Arsenio, kerabat dari Kanya ... bagaimana dengan kondisi Kanya saat ini, Dok? kenapa dia bisa sampai pingsan seperti tadi?” tanya Arsenio terlihat khawatir.

Dokter Ana tersenyum untuk menenangkan Arsenio. “Jadi begini, Tuan. Selama Bu Kanya memeriksakan kandungannya, beliau selalu terlihat murung dan kurang bersemangat, bahkan tidak jarang tensi darahnya juga rendah serta dilihat dari hasil USG(ultrasonografi) berat badan janinnya juga kurang dari usia yang seharusnya. Sepertinya ada tekanan yang membuat Bu Kanya menjadi terlalu banyak pikiran hingga membuat kondisi tubuhnya sering drop seperti hari ini. Saran saya, sebaiknya untuk tidak biarkan Bu Kanya sendirian apa lagi membuatnya stres karena itu bisa membuat bayi di dalam kandungannya juga ikut stres dan itu bisa berakibat fatal.”

“Tapi kondisi bayi dan ibunya sekarang baik-baik saja, ‘kan, Dok?” tanya Arsenio memastikan.

“Syukurlah, Bu Kanya segera dilarikan ke rumah sakit sehingga bisa segera ditangani. Sekarang kondisi Bu Kanya jauh lebih baik dibandingkan tadi, Tuan,” jelas dokter Ana membuat Arsenio tersenyum lega.

“Baik, kalau begitu saya permisi dulu, Dok. Kalau ada apa-apa, segera beritahu saya,” kata Arsenio sambil mengangsurkan kartu namanya.

“Baik, Tuan. Semoga setelah ini, kondisi Bu Kanya terus membaik sampai hari kelahiran buah hatinya tiba,” ucap dokter Ana dengan membawa kartu nama milik Arsenio.

Secret Marriage [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang