23. Apa Ini Karma?

380 12 7
                                    

Aroma basah dari sisa-sisa hujan semalam terasa begitu menenangkan. Ara berdiri di balkon kamarnya sambil memejamkan matanya. Menikmati suasana pagi yang terasa sangat menyejukkan raga. Gadis itu menarik kedua sudut bibirnya. Mengingat apa saja yang ia lakukan bersama suaminya semalam mampu membuat kedua pipinya bersemu merah.

“Sayang,” panggil Arsenio pelan dengan napas yang berembus di telinga Ara. Pria itu menelusupkan kedua tangannya pada perut Ara dan memeluknya dengan erat. Setelah diperbolehkan tidur dengan saling berpelukan, pria itu semakin bebas menyentuh istrinya tanpa permisi.

Suara pria itu terdengar seksi di telinga Ara hingga membuat gadis itu meremang. Ara akui, setelah ia memutuskan untuk jatuh cinta pada suaminya dan belajar menerima dengan ikhlas pernikahannya, ia merasakan sensasi yang berbeda ketika bersama suaminya. Tangan yang sedang memeluknya dengan posesif ia lepas dengan perlahan. Ara memutar tubuhnya menghadap ke arah suaminya.

“Belum mandi?” tanya Ara pelan. Pasalnya gadis itu sudah menyiapkan air mandi untuk suaminya dan meminta pria itu untuk segera mandi. Sambil menunggu Arsenio mandi, Ara memutuskan untuk ke balkon kamarnya. Namun, tidak disangka jika suaminya justru menyusulnya ke balkon, alih-alih segera mandi untuk bersiap bekerja.

“Hm … pagi ini terasa menyejukkan. Bagaimana bisa aku mandi terlebih dahulu sedangkan istriku menikmati suasana pagi yang sejuk ini sendirian. Ayo masuk, kita bersiap ke kampus bersama,” ajak Arsenio diangguki oleh Ara.

“Hari ini ngajar lagi, Mas?” tanya Ara begitu mereka sampai di dalam kamar. Arsenio kembali menutup pintu balkon dan menyusul Ara yang berjalan menuju ke arah kamar mandi.

“Iya, hanya satu kali pertemuan saja, setelah itu baru ke kantor. Kamu mau ikut?” tawar Arsenio dengan masih membuntuti istrinya.

“Hari ini kelasku sampai siang, Mas. Kayaknya nggak dulu, deh,” tolak Ara setelah mengingat jadwalnya hari ini yang cukup banyak. “Eh, Mas, mau ngapain?” Ara terkejut setelah menyadari Arsenio terus berjalan di belakangnya. Bahkan setelah ia masuk ke kamar mandi, pria itu justru berusaha menerobos masuk ingin ikut bersamanya.

“Kita, kan, mau mandi bareng, Sayang,” jawab Arsenio pelan. Membuat Ara langsung mendelik ke arah suaminya.

“Enggak! Nggak ada. Mas mandi sendiri aja!” tolak Ara dan langsung mendorong pelan suaminya agar keluar dari kamar mandi.

“Tapi, aku, kan–”

“Nggak ada! Mas mandi nanti aja!” teriak Ara setelah menutup pintu kamar mandi dengan keras.

Arsenio mengusap kasar wajahnya. Niatnya ingin modus, justru diketahui lebih awal oleh istrinya. “Haduh … berasa dejavu!” gumamnya lirih.

***

Pagi ini Ara dan Arsenio kembali akan berangkat ke kampus bersama. Setelah memasukkan koper ke dalam bagasi, keduanya segera berpamitan kepada Luna dan Abian karena setelah ini mereka akan langsung pulang ke rumah mereka sendiri. Ara memeluk mamanya dengan erat karena merasa berat akan kembali berpisah rumah dengan keluarganya.

“Baik-baik dengan suamimu, Sayang,” kata Luna sambil melepas pelukan putrinya.

Ara tersenyum dan mengangguk. “Makasih, Ma,” ucapnya pelan, sementara Arsenio masih setia menunggu istrinya yang tengah melakukan perpisahan dengan mamanya.

Abian menggeleng pelan, melihat tingkah laku istri dan putrinya yang terlihat menggelikan di matanya. “Sudah-sudah … kalian kayak yang pisah beda negara saja. Ra, kalau kamu kangen sama Mama dan Papa, tinggal ajak Suamimu nginep di sini. Nggak usahlah nangis-nangis begitu. Cuma tiga puluh menit dari rumah kalian. Bukan tiga jam apa lagi tiga hari!” celetuk Abian kepada putrinya yang tiba-tiba menangis.

Arsenio sampai menggigit pipi dalamnya karena menahan tawa mendengar ucapan mertuanya. “Papa suka bener kalau ngomong. Ayo, Sayang, kita berangkat sekarang,” ajak Arsenio kemudian membukakan pintu mobil untuk istrinya. Ara hanya mengangguk kemudian segera masuk ke dalam mobil. Membuka kaca mobilnya, gadis itu melambaikan tangan ke arah orang tuanya yang juga turut tersenyum dan membalas lambaian tangannya.

“Hati-hati di jalan, Sayang. Jangan lupa bikinin mama cucu yang lucu!” seru Luna membuat Ara yang tadinya bersedih kini justru merasa malu.

“Doakan saja, ya, Ma,” jawab Ara pada akhirnya.

***

Arsenio menepikan mobilnya tepat di depan minimarket yang terletak tidak jauh dari kampus seperti permintaan Ara sebelumnya. Awalnya pria itu menolak. Namun, karena Ara yang terus merengek membuat pria itu menyetujui demi menghargai keputusan istrinya. Setelah memastikan istrinya turun dari mobil, pria itu segera memutar balik kemudinya menuju kampus sendirian.

Ara segera berjalan ke arah kampus yang berjarak beberapa ratus meter dari tempatnya saat ini. Begitu sampai di depan kampus, Ara seketika mematung ketika melihat seorang pria yang ia kenal tengah menyandarkan tubuhnya di samping mobil sambil bersedekap dada dengan tatapan menyapu ke segala arah. Gadis itu mencoba mengabaikannya dan terus melanjutkan langkahnya bersama dengan beberapa mahasiswi lainnya yang hendak masuk ke area kampus. Namun, tanpa diduga ternyata Bastian justru memergoki dirinya.

“Ara!” panggil Bastian sedikit berteriak. Sementara Ara memilih untuk pura-pura tidak mendengar dan terus berjalan lebih cepat untuk menghindari pria itu. Namun, rupanya Bastian dengan cepat mengejar Ara dan menahannya agar tidak masuk terlebih dahulu.

“Ra,” panggilnya lagi dengan tangannya yang masih mencekal pergelangan tangan Ara. Pria itu membawa Ara untuk mendekat ke arah mobilnya yang terparkir tidak jauh dari gerbang kampus.

“Bastian! Kamu apa-apaan, sih, Bas!” ucap Ara yang segera menyentak cekalan tangan mantan kekasihnya. Gadis itu tidak menyangka jika Bastian akan dengan lancang menyentuh dan memaksa untuk mengikutinya.

“Ra, kamu menghindari aku? Kenapa tidak membalas satu pun pesan yang aku kirim? Kamu bilang, nomormu masih sama?” tanya Bastian pelan membuat Ara langsung menatap ke arah pria itu.

“Maaf, Bas. Tapi aku nggak pernah bilang jika aku akan membalas pesanmu. Jadi jangan seperti ini!” tegas Ara membuat Bastian terkejut. Ara tidak ingin memberitahu Bastian akan statusnya agar tidak menimbulkan keributan di sana.

“T-tapi kenapa, Ra? Apa kamu sudah melupakan tentang kita? Aku sudah kembali dan kita bisa kembali seperti dulu lagi, Ra,” kata Bastian pelan.

Tidak dipungkiri jika pria itu merasa dirinya begitu sangat brengsek dan tidak tahu malu, karena berani mengejar wanita yang dulu pernah ia lepas dengan alasan yang tidak masuk akal. Terlebih ia juga pernah membuat kesalahan yang fatal, yang pastinya tidak termaafkan jika sampai wanita itu tahu. Namun, cintanya pada Ara saat ini begitu besar sehingga pria itu dengan percaya diri mengajak Ara kembali padanya.

“Iya! Semenjak kamu memilih untuk mengakhiri hubungan kita. Semenjak itu pula aku benar-benar melepasmu, Bas. Dan aku nggak berniat untuk kembali lagi denganmu. Jadi, dengar baik-baik. Mulai sekarang, jangan pernah kembali lagi di kehidupanku!” ucap Ara dengan penuh penekanan.

Bastian menatap netra mantan kekasihnya yang menyiratkan penuh kekecewaan. Ia pikir, setelah beberapa tahun tidak bertemu akan membuat wanita itu semakin merindukannya. Namun, yang ia dapatkan justru sebaliknya. Penolakan Ara membuat pria itu tidak bisa berpikir jernih. Padahal Bastian sudah sangat percaya diri jika Ara masih mencintainya seperti empat tahun silam dan bersedia kembali lagi padanya.

“Tapi, Ra–”

“Cukup, Bas! Lebih baik sekarang kamu pergi dari sini!” sentak Ara kemudian berlalu meninggalkan Bastian yang tengah menahan kesal dan marah.

Bastian merasa seperti dejavu. Kejadian pagi ini mengingatkan dirinya akan perlakuannya kepada Ara empat tahun lalu ketika pria itu dengan tega memutuskan hubungan mereka secara sepihak. Padahal waktu itu, Ara sudah memohon agar hubungan mereka tetap berlanjut meskipun jarak mereka cukup jauh. Namun, Bastian yang sudah dengan keputusannya tidak mau mendengarkan permintaan Ara.

“Apa ini karma?” gumamnya pelan dengan tatapan nanar ke arah Ara yang kini semakin menjauh dari pandangannya.

Secret Marriage [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang