Pagi sekali Arsenio telah rapi dengan setelan jas berwarna abu-abu lengkap dengan dasi yang berwarna senada. Rencananya hari ini, pria itu akan ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaan yang kemarin sempat terbengkalai karena memilih menemani Ara di rumah. Selain itu, Arsenio juga berniat menghindari tatap muka dengan Ara karena semalam dirinya menangis sesenggukan, bahkan sampai membuat matanya pagi ini sedikit bengkak.
Kakinya terayun menuju ke arah pintu hendak keluar dari kamar. Namun, sebuah seruan membuat pria itu seketika menghentikan langkah kakinya dan berbalik, menatap Ara yang sudah duduk di atas tempat tidur dengan mata yang sedikit terpejam.
"Bapak, mau ke mana? Ini masih sangat pagi kalau mau ke kantor," kata Ara sambil mengucek matanya.
Arsenio berjalan menghampiri Ara yang tengah memperhatikan dirinya. Diletakkannya tas kerjanya di atas sofa, kemudian duduk di pinggiran kasur, menghadap ke arah Ara.
"Pekerjaan saya sedang menumpuk, jadi saya harus ke kantor pagi sekali agar nanti siang saya bisa tepat waktu menjemput kamu ke kampus. Bukannya kamu nanti ada kelas?" tanya Arsenio pelan. Matanya yang sedikit bengkak itu menatap penuh kasih sayang kepada Ara.
Ara mengangguk. "Iya ... hanya sampai pukul sepuluh pagi. Kalau Bapak sibuk, nanti saya pulang naik taksi saja," terang Ara mencoba memahami kesibukan suaminya.
Semalam penuh gadis itu merenungi hubungan barunya dengan Arsenio. Banyak rencana yang harus ia lakukan termasuk memberikan perhatian serta pengertian kepada Arsenio selaku suaminya. Ia juga akan sedikit menekan egonya agar tidak mudah meledak dan juga memperlakukan Arsenio selayaknya seorang istri berlaku pada suaminya.
Arsenio tersenyum. Menggeser duduknya dan mengusap pelan pucuk surai hitam milik sang istri yang sedikit berantakan. "Kenapa pagi ini kamu sangat manis sekali, istriku! Bahkan kamu terus memanggil saya Bapak, setelah semalam kamu memanggil saya, Mas!" goda Arsenio sambil mencubit hidung Ara hingga memerah dan memekik kesakitan.
"Aw ... sakit, Pak!" pekik Ara sambil menyingkirkan tangan Arsenio dari hidungnya kemudian mengusapnya pelan.
"Salah sendiri. Siapa suruh panggil saya Bapak. Memangnya saya Bapak kamu?" sinis Arsenio.
Ara mendesis, mencoba menahan emosinya agar tidak mengejek pria di hadapannya saat ini. Gadis itu mengulas senyum yang terlihat dipaksakan ke arah Arsenio. "Siap! Saya salah, suamiku yang tampan. Puas!" sentak Ara, membuat Arsenio terkekeh.
"Nah, gitu dong! Itu jauh lebih baik daripada kamu memanggil saya, Bapak. Nanti saya usahakan jemput kamu tepat waktu. Di depan kampus, boleh?"
Ara menggeleng cepat. Gadis itu belum siap jika hubungannya dengan Arsenio diketahui banyak orang. Apalagi Arsenio menjadi salah satu Dosen di sana.
"Jangan! Jemput di tempat biasanya saja!" tolak Ara dengan cepat.
"Kenapa? Kamu malu dijemput sama saya, atau ada hati yang sedang kamu jaga? Bukankah semalam kamu sudah bersedia menerima pernikahan kita?" tanya Arsenio dengan perasaan sedikit kecewa dengan permintaan Ara. Padahal dirinya ingin sekali memberitahukan pada semua orang bahwa wanita cantik di hadapannya saat ini adalah istrinya.
"Bu-bukan begitu, Pak. Eh, maksud saya, Mas. Saya hanya tidak ingin membuat gempar di kampus. Apalagi penggemar Mas di sana banyak, saya gak mau, ah, nanti tiba-tiba diserang atau dibuli gara-gara saya ketahuan jalan sama idola mereka," jelas Ara sedikit mengerucutkan bibirnya.
"Ya, sudah, baiklah. Nanti saya jemput kamu di tempat biasanya. Kalau ada apa-apa segera kabari saya. Sekarang kamu mandi, kita berangkat bersama," kata Arsenio.
"Katanya mau berangkat pagi. Kenapa tiba-tiba ngajak berangkat bersama? Nggak takut telat ke kantor?"
Arsenio menatap Arlojinya, kemudian menggeleng. Sudah kepalang tanggung jika dirinya harus berangkat sekarang, karena niatnya berangkat pagi hanya untuk menghindari istrinya. "Sekalian saja kita berangkat bersama. Sudah, sana mandi, saya tunggu di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Marriage [TERBIT]
Ficción GeneralOPEN PO mulai tanggal 01 februari - 01 Maret 2024. Informasi pemesanan di instagram @nebulapublisher. "Mari batalkan rencana pernikahan ini!" "Kalau kamu mau menolak, silakan! Tapi saya tidak akan membatalkannya!" *** Arabella, gadis berusia 21 tahu...