32. Kembali

461 12 1
                                    

Arsenio berjalan tergesa-gesa menuju ruang perawatan istrinya dengan membawa satu kantong kresek berisikan air mineral serta camilan yang baru saja ia beli di kantin. Tiba di depan pintu ruangan istrinya, pria itu terkejut ketika telinganya dengan samar mendengar suara isak tangis dari dalam.

Jantung pria itu berdetak lebih cepat. Ia khawatir jika suara itu berasal dari istrinya yang saat ini sedang marah padanya. Tanpa mengetuk pintu, pria itu segera membuka dan langsung berlari menghampiri istrinya yang tengah terisak dalam dekapan mertuanya sedangkan mamanya tampak mengusap punggung istrinya.

“Sayang, ada apa? Kenapa menangis?” tanya Arsenio pelan. Pria itu begitu khawatir melihat istrinya menangis sesenggukan.

Aldrich dan Abian saling berpandangan kemudian tersenyum ketika melihat Arsenio yang terlihat sangat khawatir kepada istrinya. Kedua paruh baya itu sangat senang pada akhirnya perjodohan di antara putra putri mereka berujung bahagia meski harus merasakan kesakitan terlebih dahulu. Dinar tampak menggeser tubuhnya untuk memberi ruang pada putranya kemudian menyambar kantong kresek yang pria itu bawa.

Ara sendiri segera melerai pelukannya pada sang mama kemudian menatap wajah sang suami yang terlihat begitu khawatir padanya.

“Mas …,” panggil Ara pelan. Mata serta hidungnya tampak memerah dengan air mata yang masih membasahi kedua pipinya.

Arsenio menatap lekat wajah istrinya dengan kedua tangan yang turut mengusap pelan pipinya. “Sayang, kamu kenapa? Apa ada yang sakit? Coba beri tahu, Mas, ya,” pinta Arsenio pelan. Pria itu segera membawa Ara ke dalam pelukannya setelah mama serta mertuanya beranjak pergi menghampiri suami mereka.

Arsenio semakin mengeratkan pelukannya ketika Ara menyambutnya, bahkan pria itu langsung meneteskan air matanya karena istrinya sudah kembali seperti sebelum pertengkaran. Ada banyak pertanyaan di dalam benak Arsenio, tetapi, pria itu memilih untuk menyimpannya sebab masih ingin menikmati pelukan istrinya.

Sebuah dehaman membuat pasangan suami istri itu langsung tersadar dan melepas pelukannya. Aldrich menghampiri putranya—menepuk pelan pundaknya—dan berpamitan untuk keluar sebentar bersama ketiga orang lainnya. Mereka berniat mengunjungi Kanya dan bayinya.

“Bicarakan baik-baik masalah kalian dengan kepala dingin,” pesan Dinar sebelum mengikuti suaminya yang sudah berjalan lebih dulu.

Luna dan Abian tersenyum ke arah keduanya. “Arsen, saya percaya, kamu mampu menjaga dan melindungi putri saya. Titip Ara, ya. Jangan sering bertengkar!” pesan Abian pada menantunya.

“Kalian harus saling terbuka agar tidak ada lagi kesalahpahaman,” sambung Luna sebelum akhirnya beranjak pergi meninggalkan Ara dan Arsenio di sana.

Saat ini tersisa Ara dan Arsenio di dalam ruangan itu. Ara kembali menunduk, enggan menatap suaminya. Bukan karena marah, tetapi karena gadis itu sangat malu karena mendapati Arsenio yang saat ini tengah menatapnya dalam. Senyum terukir dari bibir Arsenio kala melihat istrinya yang tengah malu-malu. Pria itu kembali membawa istrinya dalam pelukannya sebelum nanti ia akan menjelaskan semuanya.

“Sayang, maafin, Mas, ya,” ucap Arsenio pelan.

Ara mengendurkan pelukannya dan mendongak, menatap ke arah suaminya. “Aku juga minta maaf, ya, Mas.”

“Kamu tidak salah, Sayang. Akulah yang bersalah karena menyembunyikan hal besar dari kamu. Seharusnya aku cerita dan meminta persetujuan dari kamu sebelum akhirnya membantu Kanya. Maaf, karena aku belum sepenuhnya terbuka sama kamu,” ujar pria itu dengan perasaan bersalah.

Ara menggeleng pelan. “Kita sama-sama salah, Mas. Mama tadi sudah menceritakan semuanya dan itu membuatku bisa membuka mata dengan lebar untuk menerima kebenarannya. Kini aku sadar, betapa pentingnya sebuah komunikasi di dalam suatu hubungan. Kita sama-sama belajar, ya, Mas. Saling terbuka satu sama lain,” ujar Ara pelan.

Secret Marriage [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang