Chapter 8 : Akad nikah

60 5 1
                                    

Mila baru saja mendapatkan pesan dari mbak Wati, salah satu staf administrasi di ruang dosen. Mengabarkan bahwasannya dosen pembimbing satu pengganti pak Murdoko sudah ditentukan oleh pihak kampus. Bersyukur nya lagi Mila sudah bisa melanjutkan bimbingan besok lusa. Alhasil, pagi ini Mila sedang bersiap akan pergi ke Malang, ia harus menyelesaikan draft skripsi nya agar bisa segera disetujui untuk segera sidang komprehensif.

"Loh mau kemana kak?"

Ibu Liliana yang sudah tampil cantik dengan daster batik sebatas lutut nya baru saja memasuki kamar tidur Mila.

Mila yang sedang sibuk melipat pakaian untuk dimasukkan ke dalam koper, menoleh, lalu menjawab pertanyaan ibu.

"Ke Malang bu, dosen pembimbing Mila sudah ada."

Mila melanjutkan kembali memasukkan pakaian ke dalam koper agar segera bisa berangkat siang ini.

Ibu duduk di atas ranjang dengan sprei berwarna hijau daun itu, kemudian sorot kedua mata nyonya Utama itu lekat tanpa berkedip pada sang putri yang tengah fokus pada lembar pakaiannya.

"Kata mas mu kamu akan kembali ke Malang setelah akad nikah."

Gerakan tangan Mila terhenti, sejak kapan ia setuju menerima ajakan menikah Ferdy di tengah malam beberapa jam lalu. Laki-laki itu memang tidak jelas, pikirnya.

"Mas An mengada-ada, bu," jawabnya santai, sembari kembali melanjutkan memasukkan pakaian ke dalam koper.

Ibu bukan tidak ada alasan masuk di pukul 8 pagi ke kamar putri sulung nya yang biasanya ia sudah bergosip dengan para ibu satu lingkungan tempat tinggal mereka saat membeli sayuran di gerobak mang Asep, pedagang keliling yang terkenal akan kualitas sayur-sayuran juga perdagingan nya yang terbaik.

"Ganti baju kamu, mas mu sudah menunggu. Katanya hari ini akan mengurus surat menyurat di KUA."

Ibu melenggang anggun keluar dari dalam kamar tidur Mila tanpa beban, sedangkan sang putri melongo tidak percaya dengan apa yang sepasang telinga nya dengar barusan.

Mila mengeram kesal, kedua telapak tangannya meremas celana dalam berwarna abu-abu monyet milik nya yang baru saja akan dimasukkan ke dalam koper. Ferdy yang otoriter suka seenaknya sendiri, Mila pastikan pernikahan tidak akan pernah terjadi diantara mereka!.

"Pagi?"

Tidak bisa dipungkiri suara Ferdy yang serak-serak manja itu selalu bisa menggetarkan hati seorang Kamila Anandita Utami.

Mila menatap malas pada pria yang dengan lancang baru saja mengecup puncak kepala nya.

Ferdy tersenyum lebar, kok mirip monyet. Mila jadi ingat celana dalam abu-abu monyet nya.

Keduanya pun duduk. Tidak lama, ibu, bapak, Biyan, terakhir Mochi berdatangan duduk di ruang tamu.

"Kenapa kumpul di sini semua?" Mila menatap heran pada semua anggota keluarga nya.

"Kak Mil, Mochi mau gaun warna pink fanta!" seru Mochi antusias.

Gaun apa? Mila tidak mengerti maksud pembukaan obrolan pagi hari ini beruntung tadi pukul 7 teng! para anggota keluarga sudah sarapan pagi.

"Bapak tidak kerja? Biyan tidak sekolah?" Sedangkan Mochi tidak perlu ditanyakan, gadis itu sudah pasti bolos dari kampus nya.

"Hari ini kita akan membahas mengenai pernikahan kalian, jadi bapak izin tidak masuk kerja juga meminta izin untuk Biyan dengan wali kelas nya."

Jodoh SialanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang