Chapter 14 : Ketahuan

70 4 0
                                    

Mila akhirnya tenang, walaupun kedua matanya nampak sembab. Wanita ini patuh mendengarkan penjelasan suaminya.

Sedangkan Ferdy disela menjelaskan terus mengusap pipi istrinya yang terasa lembab karena air mata.

Di dalam dekapan Ferdy, Mila menyandarkan kepalanya di dada pria ini, Mila merasa lelah karena menangis sesenggukan selama tiga puluh menit mungkin lebih dari setengah jam.

"Rumah ini jarang mas tempati, biasanya Nina yang akan menginap di sini kalau akan mengajar di kampus."

Nina? Mila sepertinya pernah mendengar nama itu, tapi dimana dan kapan. Wanita ini berpikir sembari mendengarkan kata demi kata yang keluar dari mulut Ferdy.

"Nina kemarin baru pulang dari Singapura setelah selesai melakukan magang selama enam bulan. Nina itu dokter muda dan dosen tamu di kampus kamu di jurusan kedokteran."

Mila masih belum ingat siapa sih Nina itu.

Kepala Mila terangkat, jelas terlihat kedua matanya sembab, bengkak sekaligus menggemaskan. Ferdy mengecup kedua kelopak mata istrinya, kemudian mengecup puncak kepala nya dengan penuh kasih sayang.

"Iya?" ucap Ferdy.

"Nina itu siapa mas?" gumam Mila dengan suara seraknya.

Ferdy mengukir senyum, ia baru teringat kalau pembahasan mengenai Nina jarang diperdengarkan nya kepada Mila bahkan tidak pernah, hanya beberapa kali sang Mama membahas satu-satunya adik nya itu.

"Karenina Elhwa Armojo, adik satu-satunya mas. Usianya sekarang 28 tahun, hanya berbeda dua tahun dari mas. Tapi wajahnya seperti anak SMP karena terlalu menggemaskan."

Mila tertegun, ia jadi ingat siapa itu 'Nina' Mila malu mengatakan pernah mencurigai adik iparnya sendiri kepada sang suami.

"Oh." Singkat namun mengandung rasa malu, lega, juga senang. Mila sedikit merasa bisa bernafas kala satu wanita yang dicurigai ternyata adik kandung dari suaminya sendiri.

Ferdy mengusap lembut surai panjang Mila, lalu mengecup-ngecupnya karena gemas.

"Jangan katakan kamu juga curiga dengan Nina, sayang?"

Ferdy menatap curiga sembari memicingkan kedua matanya. Mila membuang muka, mau ditaruh dimana wajahnya jika suaminya mengetahui pikiran negatifnya itu.

Senyum Ferdy terukir hangat, kedua tangan nya semakin erat mendekap tubuh Istri tercintanya.

"Kenapa mas tidak pernah mengajak kamu ke sini. Pertama, karena rumah ini jarang mas tempati, jadi membutuhkan waktu untuk membersihkan nya walaupun bi Ina bersama suaminya setiap minggu akan datang. Kedua, di hotel lebih praktis juga nyaman, makanan serta jasa kebersihan selalu stand by, jadi istri mas tidak perlu susah-susah untuk masak."

Mila mengerti, bertambah lah rasa malunya.

"Kalau kamu mau di sini mas ikut saja, mana yang nyaman untuk istri mas saja."

"Tapi Nina hari ini akan tinggal di sini. Dia adik yang menyebalkan sayang, pasti akan mengganggu malam kita di ranjang."

Sontak kepala Mila terangkat, menatap nyalang pada suaminya. Sedangkan Ferdy hanya terkekeh geli sembari mengusap pipi istrinya.

"Loh kenapa matanya belok sekali?" goda Ferdy.

"Mas mau setiap malam kita bercinta, mas tidak tahan kalau hanya pelukan dan berciuman dengan kamu. Istri mas terlalu menggoda."

Kedua telapak tangan Mila memukul-mukul dada Ferdy, sedangkan sang empunya tertawa terbahak.

"Sudah tidak sakit lagi kan?"

Jodoh SialanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang