Chapter 18 : Positif

65 5 0
                                    

Setiba di Surabaya, Ferdy memenuhi keinginan istrinya untuk menginap di rumah ibu dan bapak malam ini. Untuk ke rumah mama dan papa keduanya berencana besok saja setelah kondisi perasaan Mila membaik.

Permasalahan mengenai Risoles masih terbawa hingga saat ini. Ferdy pusing memikirkan nya, merasa bersalah juga bingung karena istrinya merajuk dengan tidak menggubris keberadaan nya sedikit pun.

"Kenapa mas?" tanya bapak yang baru saja datang kepada Ferdy yang duduk di teras belakang rumah.

Ferdy yang sejak tadi termenung, berdiri untuk menyambut ayah mertua nya, lalu menyapa dengan senyuman.

Bapak pun duduk pada kursi rotan yang tersekat dengan meja kaca berbentuk bundar diantara mereka.

"Mila marah?"

Ferdy menganggukkan kepala lemah, kemudian menghela nafas lelah.

Bapak mengukir senyum tipis, lalu menepuk-nepuk lembut pundak kanan menantu nya.

"Mila itu anak sulung bapak dan ibu yang sejak kecil memang sedikit keras kepala, mandiri, dan terlalu berani untuk seorang anak perempuan."

Bapak menjeda ucapan nya sebelum kembali melanjutkan. Sepasang netra nya menatap pada bulan sabit diantara langit kelam itu.

"Saat Mila mengatakan kalau sudah mendaftar sebagai siswa SMA yang ada di Malang, bapak terkejut sekali. Tapi, anak bapak itu selalu bisa meyakinkan bapak dan ibu dengan tekadnya."

Bapak kembali menatap anak menantu nya, Ferdy pun melihat lekat pada pria paruh baya yang begitu bijaksana ini.

"Satu hal yang bapak yakini, putri sulung bapak itu marah pasti karena sebab yang pasti."

"Bisa katakan, apa kesalahan kamu?"

Ferdy menarik nafas dalam-dalam sebelum menjelaskan. Kesalahan nya kali ini sangat sepele hanya karena risoles yang diganti menjadi bakwan.

Ketika selesai mendengarkan penjelasan Ferdy, bapak pun turut bingung. Kedua pria itu berada dalam keheningan.

Namun tidak berapa lama, ibu datang dengan membawa nampan berisi sepiring pisang goreng yang masih hangat bersama dua gelas kopi hitam dengan uap yang masih mengepul.

"Diminum dulu," ucap ibu, sembari meletakkan nampan di bawah sisi meja bundar itu.

Ibu pun turut duduk di kursi rotan yang berseberangan dengan keduanya.

"Ada apa toh mas?" tanya ibu.

"Itu Bu, Ferdy dan Mila bertengkar hanya karena risoles diganti dengan bakwan," seloroh bapak, sembari terkekeh geli.

Kening ibu mengernyit mendengar penjelasan bapak.

"Maksudnya? bisa ceritakan sama ibu lebih lengkap."

Ferdy kembali menceritakan perihal asal mula sang istri merajuk sejak semalam. Ketika selesai mendengar penjelasan menantu nya ibu sontak terbahak.

Kedua pria berbeda generasi itu menatap bingung pada sosok ibu yang begitu asyik tertawa sendiri.

"Kenapa tertawa si bu, menantu kita ini lagi bingung dengan sikap Mila," protes bapak.

Ibu yang sudah puas tertawa pun mulai membuka mulut.

"Bapak tidak ingat saat ibu hamil Mila 23 tahun lalu?"

Bapak mulai bernostalgia dengan kenangan indah ketika masih di awal pernikahan mereka.

Beberapa saat kemudian, sontak tawa bapak pun pecah.

Semakin membuat Ferdy seperti orang bodoh. Kenapa kedua mertuanya bersikap aneh, dirinya masih pusing memikirkan Mila yang bahkan tidak ingin satu ranjang dengan nya.

Jodoh SialanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang