Manusia yang menyukai matematika adalah psikopat.
Mereka menyiksa dirinya terus menerus dengan menyelesaikan masalah khayalan. Ayolah harusnya mereka sadar di dunia ini ada yang namanya teknologi yang bernama kalkulator. Untuk apa harus mempelajari X, Y, turunan, integral dan si trigonometri yang amat sangat Rumi benci itu.
"Dapet ga?" tanya Rumi pada Juan.
Sejauh ini Juan hanya membolak balikkan buku paket tanpa minat membacanya. Tanpa mendapatkan jawaban langsung Rumi sudah tau kalau cowok itu juga sama tidak paham seperti dirinya. Rumi menjatuhkan kepalanya di atas meja.
Saat ini mereka tengah diminta oleh gurunya untuk mengerjakan 10 soal mengenai trigonometri dengan teman yang berada di bangku belakangnya. Kebetulan Juan duduk di depan Rumi jadi mereka berada dalam satu kelompok. Dari yang Rumi perhatikan hanya Mahesa dan Qhea yang telah menyelesaikan tugasnya. Tidak heran ia dijuluki sebagai seorang Ace. Juara umum dipegangnya, seluruh olahraga dapat ia kuasai bahkan ia menjadi kapten dari klub futsal. Andai saja ia satu kelompok dengannya, atau setidaknya dengan Bintang sahabatnya. Dalam hal ini Juan tidak bisa diandalkan.
"Lo punya otak Mahesa lu bisa ngerjain ini soal!" celetuk Juan tiba-tiba.
"Tapi bagi gue enggak, nyet—"
"ANJING, GA USAH NABOK PALA GUE PAKE BUKU BISA GA SIH!" Protes Juan karena tiba-tiba buku tebal matematika perminatan menghantam kepalanya.
"Pak ketu, bahasanya!" tegur Reilyn.
Juan terkekeh.
"Lin, nomor 1 dong," pinta Juan.
"Sin 30," jawab Reylin.
"Kalo nomor 2 sampe 10?"
"NGELUNJAK YA LU!"
"Sans Bu Yumi, Gue kan nanya Reilyn." Ujar Juan.
Ayumi yang merupakan bagian dari kelompok Reilyn langsung menghadiahkan Juan sebuah side eye. Ia langsung mearik Reilyn untuk membelakangi Juan.
"Cih, pelit."
"Dahlah jangan bikin gue tambah puyeng. Kerjain tuh! Bentar lagi bel istirahat," ujar Rumi dengan kesal. Suara Juan tadi cukup keras, untungnya sang guru tengah ijin ke toilet jika tidak ia dapat pastikan mereka berdua sudah berakhir dihukum di tengah lapangan.
"Gue ga bisaaaa" rengek Juan.
Rumi merotasikan bola matanya. Sungguh sebuah kesialan baginya harus berada satu kelompok dengan Juan.
Tanpa memperdulikan Sujuan yang terus merengek, Rumi mencoba untuk mengerjakan tugas itu. Tidak perduli benar atau salah, sebentar lagi jam istirahat akan berbunyi. Urusan nilai itu belakangan.
"Semua manusia bingung, kalo ga bingung nanti di surga. Tapi serius deh, gue bingung kenapa sih Harsa ngeliatin lo mulu?"
Rumi terkejut dengan pertanyaan itu. Reflek ia menengok ke arah Harsa. Cowok itu beneran ketangkap basah tengah melihat Rumi. Harsa kelabakan dan jadi salah tingkah setelahnya.
Rumi menghelakan nafasnya. Inilah yang ia benci. Saat ia berusaha bersikap biasa saja cowok itu malah bersikap aneh. Ratusan kali kepergok melihat ke arahnya. Saat ngobrol sangat canggung dan cenderung menghindari dirinya.
Melihat sikap Rumi dan Harsa yang aneh Juan pun sadar ada sesuatu di antara keduanya.
"Lo ada masalah sama Harsa?" tanya Juan.
"Enggak," sanggah Rumi.
"Tapi sikap kalian aneh sejak awal semester."
"Belajar ngedukun dari mana lo?" tanya Rumi sinis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harsa Rumi
Teen FictionAreumi tidak menyangka cowok yang pernah dia tembak sebelum libur semester akan menjadi teman sekelasnya. Malu dan canggung tidak bisa ia hindari. Apalagi saat Rumi berusaha bersikap biasa saja, tetapi Harsa bersikap sebaliknya. Kehidupan akhir SMA...