16. Kesurupan

12 4 0
                                    


"Kenapa?"

Rumi hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Sujuan menyipitkan matanya menatap curiga pada cewek itu. Entah apa yang merasuki Rumi sehingga dia senyum-senyum terus menatap Juan. Ingin rasanya ia memegang kepalanya seraya melapalkan mantra agar maung yang ada di diri Rumi bisa keluar.

Benar kata Harsa, Rumi aneh. Kemarin saja dia menghindari dirinya, lalu sekarang sepanjang bertatapan cewek itu tersenyum pada Juan seolah ada sesuatu hal yang lucu ada pada diri si ketua kelas itu.

"Kenapa sih Rum? Serem tau ga!" ujar Juan lagi.

Ia bahkan mengusap wajah Rumi agar cewek itu sadar.

Rumi menrengut marah, "Dibilangin ga ada apa-apa!"

Juan menggeleng tak setuju. "Wah.. beneran kerasukan nih,"

Sujuan meletakkan tangannya di atas kepala cewek itu. "MAHESA!! SATRIAA BANTUIN GUE RUMI KESURUPAN!!"

"ENGGAK YA ANJIR!" Rumi berusaha melepaskan tangan Juan namun sial tangan cowok itu sangat kuat menekan kepalanya.

Tiba-tiba saja tangannya ditahan oleh Bintang dari belakang. Reilyn entah datang dari mana memeluknya lalu Satria datang bersama Mahesa. Mahesa mengkomat-kamitkan mulutnya membaca sebuah mantra sedangkan Satria bersiap di sampingnya memegang botol air mineral.

Rumi melotot dan memberontak kala botol itu beralih ke tangan Mahesa dan air di dalamnya masuk kemulut Mahesa.

"ANJING LEPASIN GUE!!"

"ADUH INI MAUNGNYA KELUAR!! CEPETAN SEMBUR HES!!"

Rumi semakin memberontak. Ia ogah menerima semburan berbau jigong dari mulut Mahesa.

"MAHESA ANJING! BERANI LO NYBURIN TU AIR GUE MAMPUSIN LO!!"

Mahesa sontak menelan kembali air yang hendak ia keluarkan itu.

"Goblok ngapain ditelen? Ini Ruminya belom sadar! Ayo baca doa lagi! Itu matanya merah banget, kasian setannya lama-lama di badan Rumi," ujar Juan.

"MAKSUD LO APA SIALAN!"

"Kalem uy, kalem. Keluar yok baik-baik, kasian gue sama lo, khodam Rumi lebih setan daripada lo. Daripada lo mati konyol di sana, mending keluar sekarang,"

Rumi sudah sampai ingin menangis, ia melihat Reilyn dengan tatapan memohon tetapi ditanggapi salah. Entah kenapa mereka semua mendadak bodoh. Tidak ada satupun otak mereka yang berfugsi baik di saat begini.

Rumi kembali memberontak dan berteriak mengumpatin mereka semua.

BYURRR

Ia mendapatkan hujan lokal. Otomatis Rumi terdiam, air itu membasahi wajahnya yang makin menyulut emosinya.

Mahesa, Satria dan Juan memandangi dirinya dengan teliti, menunggu reaksi dari semburan bah dukun itu. Reilyn yang ikut terkena semburan malah menjauh dan misuh-misuh pada Mahesa sedangkan Bintang ikut memeriksa temannya itu.

Rumi berdiri menghela nafasnya ia lalu melangkahkan kakinya ke belakang kelas tanpa sepatah katapun. Ia mengambil sebuah sapu lalu berbalik pada siapa-siapa saja yang berhasil memancing emosinya.

"MATI LO SEMUA!"

Juan, Satria, Bintang dan Mahesa sontak berlari saat Rumi mengejar mereka. Bukannya takut mereka malah tertawa dengan keras.

"MAAF RUM SENGAJA!" ujar Bintang.

"HAHAHA SAKIT BANGET PERUT GUA," Satria tertawa dengan kecang saat proses pengejaran itu terjadi.

"BERHENTI LO PADA!"

Siswa-siswi bahkan guru hanya mampu melihat mereka yang berkejar-kejaran di lorong kelas. Rumi sebenarnya ingin menangis matanya bahkan sudah berkaca-kaca. Tetapi Rumi tak akan berhenti sebelum berhasil memukul kepala mereka satu per satu.

BRUKK

Tiba-tiba kaki Rumi tersandung. Ia jatuh tepat di depan kelas orang lain. Banyak yang menyaksikannya. Ingin rasanya dirinya mengubur diri ke inti bumi karena sungguh ia sangat malu.

Emosinya yang tengah tidak stabil ditambah rasa malu dan sakit yang dia rasakan membuat Rumi tiba-tiba menangis dengan kencang ia bahkan tak berani berdiri dan pergi dari sana, ia hanya bisa menangis.

Yang menjadi target kejaran Rumi sontak berdiri mendengar hal itu.

Saat ingin menolong, seseorang datang mendahului dan menyampirkan sebuah jaket ke bahu Rumi.

Rumi mendongak dan melihat Harsa di depannya.

Wajahnya basah, matanya juga merah ditambah air mata yang mengalir membuat Harsa entah kenapa merasa lucu. Dengan isak tangisnya dan bibirnya yang melengkung ke bawah membuat cowok itu ingin mencubit pipinya Rumi.

"Hiks.. Harsa.. Mahes jahat.. hiks muka Rumi bauu.. Lutut sakit.." isak Rumi.

Harsa ingin terkekeh namun ia tahan. Ia kemudian mengangkat tubuh Rumi dan menggendongnya. Rumi terkejut, namun ia segera mengalungkan tangannya ke leher Harsa.

"Kesempatan dalam kesempitan si Harsa," ujar Mahesa.

Harsa membawa Rumi ke uks membantu mengobati lututnya yang tergores lantai dan sedikit mengeluarkan darah itu.

Sedangkan Rumi tengah mengelap wajahnya.

"Udah," ujar Harsa setelah siap mengoleskan obat merah pada lutut Rumi.

"Masih sakit?" tanya Harsa.

Rumi menggeleng.

Harsa kemudian membereskan kapas-kapas yang digunakan dan obat merah tadi dia kembalikan ke dalam kotak obat.

"Makasih ya, Sa" ujar Rumi.

Harsa berbalik lalu melihat Rumi yang menunduk memperhatikan lututnya yang sudah diberi plaster.

"Ga nyangka Mahesa bisa sejahil itu," ujar Harsa.

"Tu anak emang setan!"

Harsa terkekeh mendengarnya.

"Lu udah oke kan? Mau balik ke kelas?"

Cewek itu menggeleng lalu mendongak, "Enggak deh, gue di sini aja. Males ketemu mereka."

"Oke deh, take your time. Gue balik ya,"

Rumi terdiam. Sebenarnya ia ingin Harsa tetap menemaninya. Namun, setelah mengingat kembali kejadian kemarin ia seolah tak memiliki hak untuk melakukan itu. jadi ia hanya mengiyakan dan memandangi Harsa yang perlahan hilang dari pandangannya.

Rumi menyentuh jaket milik Harsa merematnya.

Huh.. kenapa ia makin menyukai cowok itu?



****

TBC

Harsa RumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang