Orang dengan banyak penggemar tidak akan bisa lepas dari pemberitaan media.
Sejak pagi, berita itu berkeliaran di media sosial bahkan sudah masuk dalam acara gosip harian televisi. Semua mata memandang dirinya kemanapun dia pergi. Mereka memuji dan mengucapkan banyak selamat. Namun, hari ini wajahnya begitu datar. Senyuman secerah matahari lenyap dari wajahnya. Bahkan sikap ramahnya juga menghilang. Ia mengabaikan semua manusia-manusia yang turut berbahagia akan apa yang diperolehnya. Sehingga banyak yang menganggapnya begitu sombong hanya karena pencapaian ini.
Jauh di sudut bangku sana ada sepasang mata yang menatapnya dengan kawatir. Teman sehidup sematinya juga melakukan hal yang sama. Dia juga ikut membantu orang-orang yang mendekatinya hanya untuk mengucapkan selamat. Ini bukan hal yang harus dirayakan. Mereka harus menyelamatkannya bukan mengucapkan selamat, dia tidak akan selamat sama sekali.
"Pergi lo!" ujar Sahil cepat sebelum cowok itu mendekat ke arah Satria.
Entah kenapa makin banyak yang datang ke kelasnya bertemu dengan Satria hanya untuk menjilat agar dapat berteman dengan sahabatnya satu ini. Bahkan cowok yang di depannya kali ini Sahil juga tidak pernah mengenalnya.
"Siapa lo nyuruh-nyuruh gue buat pergi? Emang ini sekolah punya lo? punya nenek moyang lo?" balas cowok itu nyolot. Matanya melotot tajam.
Sebenarnya Juan sudah membatasi kelasnya agar tidak ada yang sembarangan masuk dan mengganggu Satria tetapi entah kenapa cowok satu ini bisa lolos. Beberapa cewek di sana segera menyingkir karena aura cowok asing ini aneh dan bau-baunya akan menimbulkan masalah. Tampilannya begitu urakan seperti preman, memakai aksesoris-aksesoris aneh yang cukup mengganggu mata. Tetapi, Sahil tak gentar balik membalas tatapan itu dengan dinginnya.
Entah kenapa cowok itu merasa terintimidasi dengan tatapan yang diberikan Sahil sehingga dia semakin nyolot menantang Sahil.
"Hahh.. Berani ya lo nantangin gue."
BRAKK
Cowok brandalan itu melempar sebuah buku paket tebal yang meleset tepat sebelah kepala Sahil. Sudut buku itu sedikit menggores pipi Sahil tetapi cowok itu tetap pada posisi awalnya mengintimidasi dengan tatapan.
"Pergi!" printah Sahil lagi.
Cowok itu mengeraskan rahangnya lalu meludah ke depan sepatu Sahil. Sontak hal itu memancing emosi Sahil bahkan teman-temannya. Mahesa bahkan sudah berada di belakang cowok berandalan itu dan mendorongnya dengan kasar sampai menabrak meja-meja.
"GAK USAH IKUT CAMPUR LO ANJING!"
Cowok itu berdiri dan menyerang Mahesa dengan brutal. Namun, serangan itu tidak ada satupun mengenai tubuhnya karena Mahesa dengan lihai menghindari itu.
"ANJING!!"
Emosi cowok itu semakin memuncak, bahkan meja, kursi dan buku jadi korbannya. Bima dan Harsa sudah bersiap maju namun Mahesa mengisyaratkan untuk diam. Cewek-cewek di kelas berteriak histeris dan berkumpul di sudut kelas ketakutan.
Apalagi saat satu tijuan berhasil melayang ke sisi kiri wajah Mahesa mereka kompak berteriak dan meringis seolah merekalah yang kena pukulan itu.
Satria yang sejak tadi menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan menghela nafasnya dengan berat lalu berdiri. Sahil mencoba menghentikan namun ditipis langsung oleh Satria.
Satria menendang sisi kiri tubuh cowok yang masih melayangkan tinjuan pada Mahesa membuat cowok itu terjatuh ke lantai. Satria jongkok di depan si biang keributan itu setelahnya dia mengeluarkan lembaran kertas berwarna merah dan melemparnya tepat di depan wajahnya sangat kuat bahkan rasanya seperti ditampar oleh kertas itu.
Semua yang berada di sana sontak terdiam.
"Itu kan yang lo mau? Ambil!" ujar Satria seraya menatap dengan datar lawannya.
Sedangkan cowok itu kini benar-benar berada di puncak emosi. Niatnya emang menjilat pada Satria, tetapi jika begini dia begitu dipermalukan bahkan harga dirinya diinjak-injak. Tidak ada yang berani dengannya selama ini dan ia pastikan mereka semua menyesal telah melakukan hal itu.
"Kenapa? Kurang?"
Satria membuka dompetnya mengeluarkan lebih banyak lembaran uang itu dan melemparkan ke depan cowok itu. Setelahnya ia berbalik pergi.
"BRENGSEKK!!!"
Tangan itu melayang dengan tenaga penuh hendak memukul Satria. Tetapi, Juan yang sedari tadi ikut geram dengan kelakuan cowok yang entah datang darimana itu mencengkal tangan itu lalu memelintirnya dan menjatuhkan lawannya kembali ke lantai. Ia bahkan mengunci cowok itu agar tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
"Kiko, panggil guru BK ke sini sekarang!" perintah Juan dengan tegas.
Kiko yang sedari tadi menjaga pintu agar keributan ini tidak terekspos ke luar langsung menuruti dan posisinya tadi ia serahkan ke Reyyan.
"AAAKKKHH"
Cowok itu terus berontak kesakitan. "LEPASIN GUE SIALAN! ANJINGG URUSAN GUE ITU SAMA ANAK GADUN SATU ITU BUKAN SAMA LO ANJING, ARGH!"
"WOI ANJING JANGAN PERGI LO!! LO CUMA MAU JADI PENERUS PERUSAHAAN KARENA BOKAP LO!! BOKAP LO YANG GADUN SUKA MAIN CEWEK SANA SINI!! GA MALU APA LO PUNYA BOKAP KAYAK GITU? ATAU JANGAN-JANGAN LO ANAK SALAH SATU MAINAN BOKAP LO??? GITU DOANG BANGGA!! ANAK HARAMM!"
KRAKK
"ARGHH!"
Raut wajah Juan semakin suram. Dia bahkan tanpa sadar telah mematahkan lengan cowok yang tengah ia kunci itu. sedangkan si korban merasakan sakit yang luar biasa air matanya sampai keluar karena sungguh sangat sakit, sudah begitu Juan tidak melepaskannya atau melonggarkan pegangan pada lengannya.
"Juan lepasin!" pinta Harsa dengan tenang. Karena suara tulang tadi begitu kuat bahkan terdengar oleh mereka semua. Cowok berandalan itu bahkan sudah bersimbah air mata dan meringis begitu kesakitan.
Juan hanya diam tak menuruti hal itu.
"Ju, gue ga mau lo kena masalah. Ayo lepasin," Mahesa meminta dengan pelan.
Juan masih diam dengan posisi yang sama.
Satria merasa bodo amat dengan semua itu melangkah pergi keluar, Sahil ikut beranjak pergi bersamanya. Disaat begini ia tau bahwa Satria tidak boleh dibiarkan sendiri.
Tak lama guru BK datang menyela perkelahian itu. Mereka semua satu kelas di kumpulkan di lapangan dan dimintai keterangan. Sedangkan si pembuat keributan di bawa ke uks untuk diperiksa begitupula dengan Mahesa yang mendapatkan lebam biru di pipinya.
Juan ada di posisi paling dengan mata yang begitu kosong.
"Kenapa selalu kelas kalian yang berbuat masalah?" tanya guru BK seraya memijat keningnya.
"Sekarang jelaskan apa yang terjadi! Kenapa tangan Lionar patah seperti itu?"
Semua diam dan memandang satu sama lain.
"Juan! Apa benar kamu yang mematahkan lengan Lionar?"
"Juan tidak bersalah pak!" Ajen menyela.
"Lalu kenapa bisa lengan teman kalian itu patah seperti itu? Posisi Juan juga memegangi Lionar saat itu?" tanya guru itu lagi.
"Lionar mau malak Satria pak. Satria ga mau, terus Lionar marah. Mahesa coba nenangin tapi dia ngehajar Mahesa. Gak tau gimana dia kepeleset bikin tangannya patah karena itu pak. Juan Cuma lakuin penanganan pertama biar lukanya gak makin parah, Pak!" kali ini Reyyan yang bersuara menyuarakan alibinya yang tidak masuk akal.
Guru itu mengangguk mendengar hal tersebut. "Benarkah seperti itu?"
Teriakan yang menyerukan 'benar' bersautan datang satu persatu dari mulut penghuni kelas itu. yang mau tidak mau di percayai oleh guru dan dipegang sebagai pernyataan saksi sebelum ditanyakan kebenarannya pada sang korban yang kini tengah dilarikan ke rumah sakit.
Mereka kemudian di bubarkan. Mereka kembali ke dalam kelas.
Saat sudah berada di dalam kelas mereka menyadari tas milik Satria dan Sahil sudah tidak ada di tempat.
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Harsa Rumi
Teen FictionAreumi tidak menyangka cowok yang pernah dia tembak sebelum libur semester akan menjadi teman sekelasnya. Malu dan canggung tidak bisa ia hindari. Apalagi saat Rumi berusaha bersikap biasa saja, tetapi Harsa bersikap sebaliknya. Kehidupan akhir SMA...