Suara musik menggema memekakkan telinga. Lautan manusia menari dengan bebasnya di bawah temeram lampu. Bau yang begitu menyengat dan asing berasal dari alkohol menyebar di seluruh ruangan. Semua menikmati waktu mereka, mencoba melepaskan segala stres dan penat di tempat itu. Namun, etah apa yang tengah dilakukan oleh bocah SMA berusia 17 tahun itu. Sedari tadi dia hanya memutar-mutar gelas berisi alkohol itu. Ia menyesapnya beberapa kali.
Keberanian yang tidak tau dari mana datang. Cowok itu datang begitu saja tanpa bersusah payah menutup wajahnya yang bisa saja dikenali oleh banyak orang. Ia seolah tidak perduli jika dirinya akan ditangkap karena memasuki area terlarang untuk umurnya.
Mata rubah itu menatap pada satu titik sudut dengan begitu tajamnya. Di sudut gelap yang mana ada banyak pasang manusia yang bercumbu tanpa tau malunya. Menjijikan, dia bahkan harus berdecih karena melihatnya. Meskipun begitu dia tetap setia menatap hal itu. Ia mengabaikan kepalanya yang pening, pandangannya yang berkunang-kunang, dan perutnya yang ingin mengeluarkan isinya.
Ia mendengus kesal melihat hal menjengkelkan baginya. Dengan satu tegukan ia habiskan minuman itu. selanjutnya efek menyebalkan tadi memburuk. Dirinya sampai kehilangan kesadaran saat itu juga.
"Bajingan." Umpatnya sebelum kesadaran itu benar-benar hilang.
***
Malam itu Rumi tengah menikmati secangkir soda dan juga camilan kesukaannya di depan sebuah laptop yang tengah menayangkan sebuah drama thailand. Namun, tidak seperti biasanya. Ia tidak bisa menikmati film yang ia tonton sama sekali. Ia bahkan mengabaikan bagaimana tokoh utama itu berada dalam puncak konflik. Hal itu karena keberadaan seorang cowok yang seenak jidatnya menerobos masuk ke kamarnya. Cowok itu hanya diam dan ikut menonton film. Tetapi Rumi paham akan satu hal.
"Gimana tadi di BK?" tanya Rumi akhirnya.
Cowok itu—Mahesa— mengendikkan bahunya dan hanya melihat Rumi sekilas. "Gitu deh,"
Rumi menghelakan nafasnya.
"Dihukum kan? Hukumannya apa?" tanya Rumi lagi.
"Cuma skors 2 hari," jawab Mahesa dengan entengnya.
Rumi langsung melotot kaget.
"Cuma?? Anjir bukan lo yang salah kok elo ikut dihukum juga?"
Mahesa mendengus.
"Mana bisa gue lepas kalo lawan gue anak kepsek,"
Kening Rumi mengerut.
"Siapa? Tika? Tika anak kepsek?""Bukan dia,"
"Terus?"
Mahesa langsung menunjuk luka memar di bibirnya. Melihat itu Rumi langsung mengerti. Ah, inilah yang menjadi alasan si cowok itu bisa lepas dari segala hukuman atas semua kejahilan yang dia lakukan.
"Terus tu orang gimana? Dapet hukuman juga kan?"
"Ga tau. Mungkin enggak. Liat aja besok, kalo tu anak ada di kelas, berarti dia lepas lagi dari hukuman."
Rumi kesal mendengarnya. Jika memang cowok itu bebas dari hukuman ini sangat tidak adil.
"Emang kenapa sih bisa jadi begini, Hes?"
Mahesa beranjak menutup laptop Rumi lalu merebahkan tubuhnya di atas sofa.
"Capek." Keluhnya.
Rumi memandang Mahesa dengan raut khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harsa Rumi
Teen FictionAreumi tidak menyangka cowok yang pernah dia tembak sebelum libur semester akan menjadi teman sekelasnya. Malu dan canggung tidak bisa ia hindari. Apalagi saat Rumi berusaha bersikap biasa saja, tetapi Harsa bersikap sebaliknya. Kehidupan akhir SMA...