10. Sidang

21 4 0
                                    


Hari itu kelas begitu sepi. Mahesa tidak masuk karena skors dan juga Tika yang masih belum bisa bersekolah. Selain mereka berdua ternyata masih lumayan banyak yang tidak masuk dengan keterangan alpha. Diantaranya ada Rumi, Sahil, Satria, dan Qhea. Hal itu sontak mengundang rasa penasaran Harsa. Menghubungi mereka untuk bertanya adalah kesia-siaan. Karena entah kenapa mereka kompak tidak ada yang aktif di media sosial.

Pembelajaran tidak berlangsung maksimal. Hal itu diakibatkan kasus yang tengah mendera salah satu murid di sekolah mereka. Guru-guru sibuk untuk melakukan klarifikasi pada awak media. Mereka kewalahan dengan wartawan yang tiba-tiba berkerubung di depan gerbang.

Kelas itu begitu suram, Harsa yang tidak kuat berada di sana memilih meninggalkan kelas itu. masa bodoh dengan guru-guru yang menyuruh mereka untuk diam di dalam kelas. Ia sangat tidak tahan berada di dalam sana. Terlebih lagi di sana ada Bima. Harsa kesal karena cowok itu ternyata terbebas dari hukuman sedangkan Mahesa yang jelas tidak salah bahkan memukul pun tidak malah dihukum dengan hukuman yang lumayan berat. Tak adil.

Sedangkan di luar sana, tepatnya di rumah Rumi banyak orang berkumpul. Ada Uminya Mahesa, Ibu dan Ayahnya Sahil bahkan ada juga Mamanya Jaya.

Malam kemarin setelah Sahil datang, dia langsung menghubungi kedua orang tuanya dan menceritakan semuanya. Mereka sepakat untuk membahas permasalahan itu hari ini setelah Satria sadar. Sahil, Satria dan Mahesa memutuskan untuk menginap di rumah Rumi. Sedangkan Rumi disuruh untuk menginap di rumah Mahesa oleh Jayden. Otomatis uminya Mahesa mengetahui hal tersebut.

Pagi itu Satria yang baru sadar langsung disemprot oleh omelan dari Sahil. Tetapi, cowok itu tetap diam tak menganggap hal tersebut.

Ibu dan ayah Sahil datang sekitar pukul 10.00 pagi. Plot twist terjadi. Karena tiba-tiba saja Mamanya Jaya datang bersama Jaya untuk mengambil buku milik Jaya dan berterima kasih pada Rumi lalu secara bersamaan bersama dengan orang tua Sahil. Ternyata Ibu Sahil dan Mama Jaya adalah teman masa SMA bahkan mereka berdua juga bersahabat dengan Ibunya Satria.

Secara otomatis, Mama Jaya terlibat dalam pembicaraan pagi itu dengan harapan ia dapat membantu anak sahabatnya karena kebetulan dirinya berprofesi sebagai pengacara.

"Jadi benar di berita itu kamu, Sayang?" tanya Ibu Sahil dengan lembut untuk kesekian kalinya pada seorang anak laki-laki di depannya.

Satria masih terdiam menundukkan kepalanya. Entah masih dalam pengaruh alkohol atau memang dia tidak mau menjawab pertanyaan itu.

"Satria, kamu tau kan kalau perbuatan kamu itu salah?" kali ini sang Ayah Sahil mulai angkat bicara.

Satria kini mengangguk.

Jayden yang ada di sana mulai geram. "Punya mulut kan lo? Ngomong! Sok-sokan mabok, di sidang gini menciut. Ayo, Keluarin lagi keberanian lo yang berani bikin masalah begini."

Umi Mahesa yang berada di sebelah Jayden menyentuh lengan cowok itu mengkode agar tetap tenang.

"Ya habisnya kesel, Umi. Ditanya malah diem aja."

"Maaf." Ucap Satria pada akhirnya.

Tak lama terdengar isak tangis dari cowok itu. Mama Jaya secara spontan langsung memeluknya membuat isak tangis cowok itu semakin kencang.

Rumi yang kebetulan berada di ruang makan tak jauh dari ruang tengah tempat para orang tua berbicara itu mendengar semuanya. Hatinya entah kenapa merasa begitu ngilu mendengar tangisan temannya itu. Satria. Masalah yang menimpa dirinya sangat berat sepertinya. Ah, ia tidak menyangka jika cowok se ceria itu ternyata menyimpan banyak luka.

Rumi beralih menatap Sahil. Cowok itu duduk di sebrangnya dengan tatapan begitu kosong. Sedangkan di sebelahnya ada Jaya bersama dengan Mahesa yang terduduk diam ikut mendengarkan pembicaraan itu.

Harsa RumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang