Chapter 17 : Hancur

83 14 2
                                    

Api terlalu percaya pada angin yang berhembus.

_______________________________

"Fahsya." Panggil Mentari dari koridor lantai dua. Dia langsung berlari turun menghampiri Fahsya.

Cowok yang namanya dipanggil itu memicingkan matanya ke atas dan mematikan mesin motornya.

"Fah-- Fahsya boleh ikut nggak?" Ucap Mentari terengah-engah.

"Ikut? Kemana, Tar?"

"Ikut pulang. Lo mau pulang kan?" Jawab Mentari cepat.

Fahsya menautkan alisnya heran.

"Maksud gue, rumah lo sama Guntur kan deketan jadi gue mau nebeng ke rumahnya Guntur sama lo. Tadi gue nggak sengaja denger, Guntur bilang kalau tante Jenar lagi sakit, jadi gue mau jenguk." Jelas Mentari menjawab tatapan heran Fahsya.

"Boleh kan?" Tanya Mentari sambil tersenyum manis.

"Tapi, Tar gue nggak bisa." Tolak Fahsya.

"Gitu ya?" Nada Mentari berubah menjadi sedih. Dia sebenarnya bisa kesana sendiri, tapi dia mengingat perkataan Guntur yang melarangnya untuk tidak datang ke rumahnya. Mentari takut Guntur marah. Sebenarnya Mentari penasaran apa alasannya. Mentari pikir datang bersama Fahsya bisa membantunya menemukan alasan bila Guntur akan marah nantinya.

"Lo mau maen dulu ya, Sya nggak langsung pulang? Iya udah nggak apa-apa." Mentari kembali bersuara.

"Bukan gitu." Fahsya menipiskan bibirnya bingung. "Gini, Tar mungkin disana tante Jenar udah diurus banyak orang. Pembantu dirumah Guntur nggak cuma satu, Tar. Jadi lo nggak perlu repot-repot mau jenguk kesana." Ucapnya mencoba memberi pengertian Mentari.

"Kok gitu?" Mentari mengerutkan dahinya. "Sya, jenguk orang nggak perlu mandang sebanyak apa orang yang udah peduli. Gue cuma mau liat kondisinya tante Jenar doang. Kalaupun kedatangan gue nggak dianggap, gue bisa langsung pulang." Mentari sedikit kesal dengan sudut pandang pemikiran Fahsya.

"Iya udah gue duluan ya."

"Kemana?" Cegah Fahsya turun dari motornya dan berdiri di depan Mentari.

Mentari sontak memundurkan dirinya kaget. "Kedepan, gue mau pesen taxi online."

"Bukannya, biasanya lo pulangnya naik angkutan umum?"

"Sya, gue udah bilang gue mau jenguk tante Jenar. Gue punya alamatnya, gue bisa kesana sendiri."

Fahsya menghela nafasnya. Dia mengalihkan pandangannya ke belakang lalu kembali menatap Mentari lagi. Cewek kalau sudah memutuskan sesuatu susah untuk dicegah.

"Bener ya kata Guntur lo itu keras kepala." Dengus Fahsya.

Mentari kaget membulatkan mulutnya lantas tersipu malu. "Kalian suka gosipin gue?" Pekik Mentari meledek.

"Nggak ada hari tanpa nama Mentari." Gumam Fahsya. Dia kembali naik ke atas motor dan memakai helmnya.

"Apah?!" Mentari semakin terkejut mendengarnya. "Jadi bener kalian suka ngomongin gue?" Pekiknya.

"Naik." Perintah Fahsya kepada Mentari.

Lagi dan lagi Mentari mengeryitkan dahinya bingung. Dia melirik jok belakang Fahsya lalu menatap Fahsya lagi dan mengangkat kedua alisnya.

"Naik, Mentari. Lo mau kerumahnya Guntur kan? Gue anter." Ulang Fahsya.

Mentari tersenyum lebar mendengar perkataan Fahsya. Dengan senang hati Mentari langsung loncat duduk di atas motor Fahsya.

Guntur di kala Mentari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang