Chapter 39 : Kehilangan memang sakit

130 9 20
                                    

Jangan bikin khawatir, Lo itu cuma ada satu di dunia ini.

_______________________________

Atmosfer dingin dan senyap menyapa. Langkahnya sangat berat untuk menatap. Tubuh yang lelah itu dipaksa tetap tegar dan kuat. Mentari masih berharap apa yang dilihat hanyalah sekedar mimpi buruk saja.

"Tidurnya jangan lama-lama ya, besok kita harus sekolah." Bisiknya mencoba mengulas senyum walau getir.

"Jangan keras kepala, Tur. Lebih baik gue liat Lo yang marah-marah, daripada diem doang kayak gini."

Tangan Mentari terulur menyentuh tangan dingin berbalut infus itu. Ia menggenggamnya, berharap hangat tubuhnya bisa mengurangi rasa sakit yang Guntur rasakan.

"Gue udah berusaha cari pendonor buat Lo kesemua rumah sakit, tapi gue belum berhasil dapetin darahnya. Kasih tau gue Tur, gue harus kemana lagi buat nyelametin Lo. Bilang sama gue, gue harus apa." Air matanya perlahan menetes membuat kerapuhannya semakin terlihat.

Mentari menatap lekat wajah Guntur. Ada perasaan rindu yang sudah lama terabaikan intensitasnya. Sudah terlalu jauh langkahnya pergi mengambil jarak karena kebenciannya.

"Bangun ya,"

"Harusnya Lo nggak ketemu gue tadi. Harusnya gue aja yang ada disini. Seenggaknya semua akan baik-baik aja karena nggak ada yang akan merasa kehilangan gue. Bukan Lo, Tur. Semua orang sayang sama Lo. Banyak kebahagiaan yang bergantung sama Lo."

"Hari ini gue udah berbohong sama tante Jenar tentang Lo. Maafin gue."

"Bangun, ya? Bukan buat gue tapi Erica. Dia nangis liat Lo kayak gini. Jangan bikin dia sedih karena khawatirin Lo. Lo emang nggak mau peluk dia? Dia nungguin Lo bangun, Tur."

"Bangun, Tur. Gue tau Lo masih bisa denger gue kan?"

"Lo tadi bilang kalo gue takut Lo akan ada, tapi kenyataannya Lo sendiri yang nimbulin ketakutan itu."

"Apa semua perkataan yang keluar dari mulut Lo itu cuma omong kosong doang?" Lirih Mentari tersenyum miring.

Mentari tidak pernah menjelaskan sedalam apa ia mencintai cowok ini. Mentari tidak pernah menceritakan patahnya saat cowok ini menggenggam perempuan lain yang dicintainya. Mentari tidak pernah membagi lelahnya dari perasaan ikhlasnya. Gadis ini cuma ingin, orang yang pernah membawa pelangi di hidupnya ini tetap senang, dan selalu baik-baik saja tuhan.

"Apa gue udah terlalu ngerepotin Lo?" Bibirnya mengatup rapat menahan isak yang semakin menggetarkan.

Mata Mentari memejam tak kuasa menatap wajah yang memucat itu. Merayakan tangis dalam sesak penyesalan abadi. Setetes air mata terjatuh tepat di kening Guntur.

Cukup! Mentari tidak kuat lagi harus terus berdiri di ruangan ini. Ia melepas genggamannya.

"Lo emang selalu ngerepotin gue."

Deg!

Jantung seolah berhenti berdetak. Mendadak darahnya berdesir hangat. Mentari menunduk menatap pergelangan tangannya yang kini sedang di tahan. Perlahan matanya kembali menatap raga itu lagi.

Suaranya masih terdengar tegas, matanya masih terlihat memikat meski sedikit sayu. Semesta Mentari telah kembali.

"Kenapa belum pulang? Nunggu gue anter dulu, hmm?" Tuturnya pelan hampir tidak ada suara.

"Guntur?"

Cowok itu hanya mengedipkan matanya pelan. Tangannya bergerak melepas masker oksigen yang di pakainya.

Guntur di kala Mentari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang