Chapter 15 : Hansaplast

84 13 9
                                    

Bagaimanapun bentuk bayangan, tetap warnanya abu-abu. Lantas siapa yang salah? Perhatiannya atau harapannya?

______________________________

"Kenapa tuh muka?" Tanya Raka melihat kedatangan Davit. Wajahnya terlihat lesu dan tidak ada semangat.

"Suram banget. Sini gue setrika biar nggak lecek."

Davit mendengus, melempar tasnya dan membaringkan tubuhnya di atas meja yang dijadikan satu.

"Gue ngerti, hidup emang banyak cobaan." Davit mulai curhat.

"Ya terus tong?"

"Tapi kalo dipikir-pikir kayak kebanyakan nggak sih?"

Pletak!

"Anjing!"

Davit langsung bangun, karena merasakan nyeri di dahinya. Emosinya mendadak memuncak. Siapa orang yang sudah berani menyentilnya.

"Asem. Ini jidat orang woi, bukan papan karambol." Davit menatap kesal Guntur. Tangannya mengusap kasar dahinya.

Iya. Guntur adalah pelakunya.

"Oh itu jidat, gue pikir kotoran yang ada di meja gue." Ucap Guntur menggedikan bahunya.

"Rak, pinjem silet dong."

"Buat apa Tur?

"Noh temen lo lagi butuh bantuan. Kayaknya kakinya udah capek nampak di tanah. Dia mau jalan sambil terbang."

Raka mengangguk lalu melempar cutter ke arah Guntur, dan Guntur menangkapnya dengan tepat.

"Jangan disini, Tur. Bisa angker ntar nih kelas. Di gudang aja biar kerasa vibesnya." Saran Raka.

"Sialan. Siapa yang mau mati?!" Davit bertambah kesal melihat kedua sahabatnya tengah serius merencanakan pembunuhannya di depan matanya.

"Gue eneg, liat wajah putus asa lo itu. Banci! Lo cowok men."

"Gue sedih, Tur. Kadal peliharaan gue semalem meninggal. Gue udah bawa dia ke RS, tapi dia tetep nggak tertolong. Gue yang salah, gue udah jual kadal betina gue. Mungkin dia galau, terus dia nggak mau makan dan akhirnya meninggal." Davit bercerita panjang dengan wajah sedih yang sangat amat kehilangan.

Guntur dan Raka kompak melebarkan mata. Guntur mengepalkan tangannya. Bahkan kini tangan itu siap melayangkan pukulan kapan saja kepada Davit.

Buggh!

"Aduh."

Sepatu bermerk itu sukses mengantam targetnya tanpa meleset. Guntur merasa puas, melihat lemparannya begitu keras melandas tepat di pelipis Davit.

"Tur, lo kenapa sih! Gue lagi sedih ini. Bukannya dikuatin sebagai temen, malah bikin gue memar-memar." Murka Davit.

"Mati aja lo sarap!" Umpat Guntur tidak habis pikir.

"Sabar, Tur sabar. Dia gila, lo waras. Jadi jangan turutin." Raka menenangkan Guntur dengan mengelus dadanya.

Guntur menepis kasar tangan Raka. Dia mengusap kasar wajahnya. Dia sudah merasa khawatir memikirkan, masalah apa yang sedang dihadapi sahabat nya itu.

"Sialan! Siapa yang lo katain gila?" Ucap Davit tak terima.

"Kadal, galauin kadal. Udah bener tuh kadal mati." Desis Guntur lalu melangkah menjauh.

"Pagi Mentari." Sapa Guntur mengagetkan Mentari dengan duduk di sampingnya.

"Kadal ngatain kadal." Sindir Davit melewati Guntur.

Guntur di kala Mentari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang