Chapter 7 : Takut bersuara

92 15 9
                                    

Aku ingin dekat denganmu tanpa harus ada posisi. Walaupun perasaan mengerti kadang aku inginkan dari kamu.

__________________________________

"Sya, hari ini nggak ada titipan makanan lagi buat Guntur?" Tanya Raka. "Kalau Guntur nggak mau makan, kan mayan gue bisa hemat uang jajan." Tambahnya sumringah.

"Nggak! Nggak ada. Gausah ada lagi." Jawab Fahsya cepat.

"Tur, nih ada titipan makanan buat Lo." Fahsya mengulurkan kotak makan ke arah wajah Guntur yang sedang tiduran di bangku rooftop dengan kedua tangannya digunakan sebagai alas kepalanya.

"Dari siapa?" Guntur membuka matanya menatap tanpa minat kotak makan itu.

"Dari fans Lo katanya." Jawab Fahsya sesuai perintah Mentari.

"Gue udah kenyang, Sya." Tolak Guntur lalu kembali memejamkan matanya.

Dengan gerakan cepat tangan Raka menyambar kotak makan yang dipegang Fahsya. "Buat gue aja Sya. Gue laper banget." Ucapnya berbinar dengan senyum mengembang antusias.

"Lo yakin, Tur nggak mau makan?" Pasti Fahsya lagi melirik Guntur, karena melihat makanannya sudah mulai di lahap oleh Raka.

"Raka lebih membutuhkan." Jawab Guntur.

"Sialan Lo, Tur. Emangnya gue korban bencana." Maki Raka.

Guntur terkekeh. "Anggap aja itu sedekah dari gue."

"Kenapa gausah ada lagi?" Tanya Raka melipat dahinya penasaran. Guntur ikut menatap curiga.

Fahsya memalingkan wajahnya, menghindari tatapan heran sahabatnya. "Harga diri gue jatuh, kalo terus jadi kurir makanan Lo. Ngerasa kalah ganteng gue." Jawabnya datar menatap Guntur sengit.

"Anjir, gue kira Lo mau sebutin nama pemberinya. Taunya nyombongin paras. Btw sejak kapan deh Lo pede banget sama wajah Lo itu." Kesal Raka.

"Gue nggak tahu namanya, yang gue tahu dia cewek." Bohong Fahsya. "Kasihan dia, capek-capek masak, Gunturnya nggak mau makan." Tambahnya sengaja menyinggung Guntur.

"Bukan nggak mau makan, Sya. Tapi kemarin gue udah makan dibawain Erica." Jelas Guntur.

"Nah itu. Itu jahatnya Lo Tur. Di bagian Lo kasih ke Raka. Kesannya Lo nggak ngehargain pemberian orang lain." Timpal Fahsya.

"Lo ngomong kayak gitu seakan makanan kemarin haram buat gue, Sya." Ujar Raka.

"Emang haram!" Sungut Fahsya.

"Udah kenapa sih, ribut amat. Pusing nih kepala gue." Kesal Davit yang bersandar di besi pembatas tangga dengan mata terpejam.

"Lo kenapa sih, Vit?" Tanya Raka menatap Davit aneh. Entah kenapa mulai kemarin Davit lebih banyak diam. Biasanya mulut cowok itu selalu membuat histeris cewek-cewek yang sedang lewat karena gombalan-gombalan andalannya.

"Leher gue sakit buat noleh." Ucap Davit.

Raka menepuk dengkulnya tertawa keras. "Pantes tadi gue lihat, Lo dipanggil Miss Yuni badan-badannya juga ikut muter. Jadi ini alasannya." Tawanya makin keras.

"Diem deh Lo!" Kesal Davit.

"Kolesterol Lo naik, Vit?" Tanya Guntur.

"Sialan Lo Tur. Dikira gue udah engkong, Lo nanya kayak gitu. Masih anak muda nih bos!" Cibir Davit tak terima. "Gue cuma salah bantal aja."

"Yang tidur siapa yang disalahin bantalnya." Ujar Guntur.

"Biasa Tur, makin tua makin rapuh dia." Canda Raka.

Guntur di kala Mentari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang