Chapter 22 : Kita cuma perlu berhenti

84 13 1
                                    

Sampai kapan pun Guntur dan Mentari tidak akan bersatu di angkasa.

_________________________________


Mentari melemparkan handphone nya di kursi kesal. Driver taxi online yang ia pesan tiba-tiba membatalkan pesanannya tanpa alasan yang jelas.

"Kenapa semuanya menyebalkan sih."

Mentari menutup wajahnya frustasi. Ia menunduk dalam, terisak tanpa suara. Hati dan pikirannya sangat kacau. Ia mengepalkan tangannya mencoba menahan rasa sesaknya di dadanya.

"Tar?"

Seseorang memegang bahunya.

Mentari mengangkat kepalanya menatap singkat, mendapati Ilham yang duduk disampingnya.

"Lo nangis? Siapa yang udah berani nyakitin lo hmm?" Ilham terkejut melihat dahi Mentari terluka dan penampilannya yang sedikit kacau dengan sisa air mata di pipinya.

Mentari memalingkan wajah menghapus air matanya. Ia tidak berniat menjawab pertanyaan Ilham. Ia beranjak mengambil handphone dan tas nya.

"Coklat?" Beo Ilham.

Mata Mentari langsung tertuju pada bekas bungkus coklat yang Ilham maksud. Ia lantas mengambilnya dan membuangnya di tempat sampah.

"Lo makan coklat, Tar?" Tanya Ilham sekali lagi.

Mentari tidak menggubrisnya.

"Oke, kalo lo masih nggak mau jawab. Gue akan tanya langsung sama Guntur."

Mentari tersentak, langsung menghentikan langkahnya. Ia membalikkan tubuhnya menatap Ilham dengan rahang mengeras.

"Jaga batasan lo, Ilham!" Teriak Mentari tertahan. "Gue nggak apa-apa, nggak usah ikut campur. Dan lo perlu ingat, nggak semuanya tentang hidup gue ada kaitannya sama Guntur."

"Terus dahi lo kenapa?" Cecar Ilham. "Itu yang lo bilang nggak apa-apa?" Tambahnya.

"Gue cuman kepentok meja aja. Lo nggak usah lebay."

Ilham membuang muka jengah. Mentari menyembunyikan sesuatu, ia tahu.

"Terus coklat?"

"Memangnya kenapa gue makan coklat? Ada masalah?"

"Lo nggak suka coklat, Mentari." Tukas Ilham cepat.

Mentari menarik nafasnya muak. "Terkadang hidup perlu berubah, Ham. Nggak selamanya apa yang gue nggak suka, tetep nggak gue sentuh. Dan kebalikannya, nggak selamanya yang gue suka, selalu gue genggam. Keadaan dan waktu terus berputar." Jelas Mentari.

"Jadi lo udah ngelepas Guntur?"

Deg!

Bukan pertanyaan yang Ilham lontarkan, melainkan sebuah pisau yang menghujam jantungnya. Ilham terlalu mudah untuk menebak.

"Melepas? Apa yang mau dilepaskan? Gue bahkan nggak punya hubungan apapun sama dia." Mentari berujar sangat dingin. Itu adalah cara untuknya terlihat kuat di depan Ilham.

"Harusnya lo ngomong tentang perasaan lo ke Guntur, Tar."

Dia suka sama gue, dan gue mencintainya.

~Guntur

Mentari melihat Guntur tersenyum singkat saat menuliskan itu.

"Lo cinta banget ya, Tur sama dia?" Tanya Mentari tersenyum getir sambil memandang Guntur yang tengah menempelkan kertas kecil itu di mading yang disediakan cafe ini.

Guntur di kala Mentari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang