Ada apa? Bukankah itu pertanyaan terlalu awal, untuk cerita yang sudah selesai?
___________________________________
Hawa dingin mulai menusuk kulit seseorang ber-hoodie hijau muda yang tengah duduk di kursi teras rumah. Sudah satu jam dia menuggu, bersama gelapnya mendung sore ini.Cakrawala enggan memperlihatkan kehangatan jingga seperti biasanya. Mega memilih mendung untuk menutup hari. Semua butuh akhir dari sebuah cerita. Seperti senja memilih pergi untuk hujan.
Benda pipih yang tergeletak di meja samping tak lepas dari sorot matanya. Berkali-kali helaan nafas panjang itu terdengar. Rahangnya mengeras kesal saat sebuah notif yang ia nanti tak kunjung membalas.
Matanya menyipit, saat tiba-tiba sebuah cahaya lampu motor masuk ke dalam pekarangan. Terlihat seorang gadis turun tergesa-gesa dari boncengan seorang laki-laki dan berlari ke arah teras.
"Guntur?" Mentari kaget melihat keberadaan Guntur di rumahnya.
Guntur tidak bersuara, dia membalas dengan menatap Mentari tanpa ekspresi lalu beralih ke arah laki-laki yang berdiri di belakang Mentari.
"Tar, gue pamit ya." Ucap Ilham. Matanya melirik Guntur.
Mentari mengangguk. "Makasih atas tumpangannya."
"Sama-sama, gue juga seneng bisa pulang bareng sama lo." Balas Ilham lalu melangkah pergi.
Mentari mengangkat kedua alisnya heran, dengan tatapan tidak bersahabat Guntur. "Kenapa?" Tanya Mentari.
"Kenapa pake mantel?" Guntur berbalik tanya.
Mentari menganga, dia tidak percaya Guntur menanyakan hal tidak berbobot sama sekali. Bahkan bocah TK saja tidak akan menanyakan hal bodoh seperti itu. Jelas saja dia memakai jas hujan karena sekarang hujan sedang turun.
"Tur, kamu buta?"
"Lepas dan balikin sekarang." Perintah Guntur.
"Hah?"
"Lepasin jas hujannya Tari dan balikin sekarang sama orangnya." Ulang Guntur.
"Iya besok. Mau aku bersihin dulu terus aku kembaliin."
"Lepas sekarang, atau gue yang akan ngelepas dari tubuh lo." Interupsi Guntur.
"Apaan sih, nyebelin banget." Mentari langsung melepas mantelnya. Belum sempat Mentari ingin melipatnya, Guntur langsung merebutnya.
"Barang lo ketinggalan." Ucap Guntur menyerahkan mantel kepada Ilham yang sudah berdiri di dekat motornya.
Ilham menerimanya lantas terkekeh. "Kenapa? Lo takut kalo Mentari jatuh cinta sama gue lagi?"
"Ancaman gue waktu itu masih berlaku sampai sekarang." Peringat Guntur.
"Wehhh santai man. Gue bukan mau gangguin Mentari kok, Gue cuma lagi merjuangin apa yang seharusnya jadi milik gue." Ilham menepuk dada Guntur.
"Brengsek!" Guntur spontan menarik kerah seragam Ilham.
Ilham tersenyum melirik Mentari yang sedang menatap ke arahnya.
"Lo cabut sekarang." Guntur melepas cekalannya saat melihat Ilham merasa menang atas emosinya.
"Lo maruk juga ya ternyata. Lo udah punya Erica masih aja deketin Mentari."
Guntur tersenyum miring. Tangannya memutar kunci yang sudah menancap di motor Ilham. Cara yang tepat untuk mengusir Ilham. "Jangan halu, Mentari udah jijik sama lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Guntur di kala Mentari
Ficção Adolescente(Jangan lupa follow dulu baru baca) "Jika pagi butuh malam untuk bertemu, aku hanya butuh tersenyum lalu menangis untuk membencimu." -Mentari Himawan. Mengenal Guntur membuat Mentari merasa jingga, saat cerahnya bertemu gelap. Kisah bahagia yang di...