Kamu pernah menggenggamku dulu, tapi dengan niat lelucon.
___________________________________
"Ayo semuanya segera berkumpul." Seru Pak Margono dengan membawa buku absen di tangannya.
Semua murid tertib berjalan ke arah tengah lapangan. Pagi ini adalah jam olahraga kelas XII IPA-4. Pelajaran yang disukai murid laki-laki, tapi tidak dengan para murid perempuan. Mungkin alasannya adalah panas dan keringetan. Para cewek khawatir penampilannya akan terlihat lepek dan kusut nantinya.
"Kamu kenapa belum ganti baju olahraga, Mentari?" Tanya pak Margono menatap Mentari di barisan paling belakang yang masih menggunakan seragam.
Mentari meremas roknya takut, dia menunduk. "Saya tidak membawa baju olahraga pak, saya lupa."
"Kenapa bisa lupa, Mentari? Tumben kamu kayak gini? Kamu itu siswi rajin dan berprestasi di sekolah ini."
"Maaf pak."
"Kamu lagi ada masalah?" Tanya pak Margono penasaran.
Mentari merutuki dirinya sendiri. Semalaman dia menangis sepulang dari rumah Guntur. Dia bahkan tidak mengeluarkan isi tasnya dan menggantikannya dengan jadwal hari ini. Oh tuhan apakah dirinya akan dihukum untuk semua mata pelajaran hari ini. Sial.
Mentari menggeleng. "Tidak pak, saya juga manusia, bisa lupa." Ucap Mentari mengakui. Dia sangat malu, malu karena ditatap semua teman-temannya. Ini adalah hal pertama kali baginya. Mentari tidak suka menjadi pusat perhatian.
"Iya sudah, kamu ke kelas saja. Kali ini bapak masih bisa mentolerir kesalahan kamu."
"Nggak bisa gitu dong pak. Masa cuma karena Mentari berprestasi, kesalahannya diterima. Nggak adil namanya." Protes Sherly.
"Yang dikatakan, Sherly bener pak." Celetuk salah satu cowok.
Seketika semua menatap ke arah Guntur dengan tatapan terkejut. Iya, Guntur. Untuk pertama kalinya dia ikut memojokkan Mentari. Biasanya dia lah orang yang akan maju jika Mentari mengalami masalah. Tapi kali ini?
Mentari mengangkat kepalanya ikut menatap Guntur, sedetik kemudian dia memalingkan wajahnya karena Guntur membalas menatapnya.
Kemarin, hari ini dan masa depan. Sikap manusia terlalu mudah ditiup angin. Kadang terasa hangat untuk kemarin, tapi dingin hari ini. Susah ditebak arah hembusannya.
Guntur berdecak. "Kalian semua nggak usah natap gue kayak gitu. Disini gue sebagai ketua kelas harus adil. Kalau benar ya di bela, kalau salah ya dihukum. Bukan begitu pak?" Ujar Guntur kepada pak Margono.
Sherly tersenyum senang mendengar Guntur mendukung ucapannya. Dia langsung menggeser tubuhnya ke samping Guntur, dengan menyingkirkan keberadaan Raka. "Tuh kan pak, Guntur aja setuju. Mentari tuh harusnya dihukum, ya kan Tur?" Ucapnya centil.
"Eh cewek menor, kuat banget tenaga lo. Cewek kuli ya lo." Sungut Raka karena hampir terjungkal.
"Apa lo bilang?" Sherly melotot ke arah Raka.
"Cewek kuli." Ulang Raka penuh penekanan. " Udah kuli, budek lagi." Tambahnya.
Sherly langsung mencopot sepatunya dengan emosi, Raka yang melihat itu langsung menyelamatkan diri mengambil jarak sejauh mungkin. Sherly tidak tinggal diam, dia berlari mengejar Raka dengan amarah yang meluap-luap.
"Sialan, berhenti lo Raka! Gue sate lo habis ini." Amuk Sherly.
Seketika semuanya tertawa melihat adegan kejar-kejaran itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guntur di kala Mentari
Ficção Adolescente(Jangan lupa follow dulu baru baca) "Jika pagi butuh malam untuk bertemu, aku hanya butuh tersenyum lalu menangis untuk membencimu." -Mentari Himawan. Mengenal Guntur membuat Mentari merasa jingga, saat cerahnya bertemu gelap. Kisah bahagia yang di...