Chapter 21 : Merelakan?

84 11 5
                                    

Kebohongan itu ibarat bangkai, dan manusialah yang menjalankan peran.

_________________________________

"Woii mie gue anjir." Teriak Davit menjitak kepala belakang Raka, karena tanpa permisi melahap makanannya saat ia pergi membeli es teh.

"Pelit banget sih lo sama temen. Mie rebus doang."

"Sorry, saat ini mending gue nggak punya temen dulu. Ini aset kalori gue buat sampai nanti siang." Davit mengamankan mienya. 

"Lo mau mati jalan sendiri?" Sungut Raka.

"Gue mau makan, bukan mau mati." Balas Davit sambil menyuapkan mie ke mulutnya.

"Lo tuh udah makan semangkuk, masih aja ngembat makanan temen. Perut apa sih lo. Cacingan lo."

"Buset, baru juga gue makan seporsi. Udah dikatain cacingan."

Raka langsung memasang wajah melas ke arah Fahsya. Ingin mengadu.

"Mau gue jepit tuh mulut?" Hardik Fahsya jijik melihat Raka memanyunkan bibirnya.

Mendengar penolakan dari Fahsya, dia beralih menatap Guntur dengan wajah yang sangat melas dari sebelumnya. Bahkan membuat wajah imut dengan mengerlingkan matanya. Berharap Guntur akan membelanya.

"Mau gue tonjok tuh mulut?" Ujar Guntur dengan tatapan tajam.

"Sialan." Decak Raka. "Nggak ada yang bisa ngertiin gue. Temen bukan sih."

"Mbak mie nya satu lagi." Seru Guntur kepada mbak penjual mie.

Raka kaget dan seketika tersenyum lebar menatap kembali ke arah Guntur. "Guntur lo emang sahabat gue sejati. Gue tahu hati lo itu kayak malaikat. Udah cakep royal lagi." Puji Raka terharu sambil mengusap sudut matanya seolah ada air matanya yang keluar.

"Nggak ada yang gratis, gue anggap ini sebagai utang." Tukas Guntur.

Seketika dunia terasa kembali gelap di mata Raka. Di sisi lain Davit dan Fahsya menahan tawanya.

"Si anjir. Hati adek udah terlanjur terbang bang, eh malah langsung dijorokin ke jurang. Kan setan."

Lalu gelak tawa mereka pecah.

Sebenarnya Raka adalah orang yang berada. Hanya saja itu adalah bentuk dari ketulusan hubungan pertemanan mereka. Karena pertemanan bukan tentang uang, bukan tentang anak siapa atau dari kaluarga apa. Tapi, pertemanan adalah tentang rasa senang dan sedih yang dirasakan sama-sama saat satu raga merasakannya.

"Sayang" Panggil Guntur.

Raka langsung tersedak mie yang baru saja ia suapkan ke mulutnya. Sedangkan Davit dan Fahsya saling melempar pandang.

Bukan hal baru jika kata itu diucapkan oleh Davit. Tapi, kenapa terdengar sangat horor ketika Guntur yang mengucapkannya.

"Hai? Kamu nungguin aku ya?" Erica datang langsung duduk di samping Guntur.

Guntur mengangkat kedua sudut bibirnya. "Iya, kamu mau makan?"

Davit dan Raka syok berkepanjangan.

Guntur dan Erica memang telah resmi berpacaran. Tapi, melihat Guntur begitu clingy rasanya seperti itu bukan Guntur.

"Sisi lain baru Guntur emang banyak yang keluar akhir-akhir ini." Davit bergumam.

"Bener, Vit." Bisik Raka yang mendengarnya. Davit langsung menatap Raka. "Kemarin tempramen, sekarang bucin." Tambahnya.

Guntur di kala Mentari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang