Chapter 11 : Kotak misterius

94 14 2
                                    

KIR SMA Ekadanta juara.

________________________________

Tangan Mentari pagi ini sudah dipenuhi bucket bunga dari kepala sekolah dan guru-guru yang mengucapkan selamat, atas kemenangannya mengikuti lomba KIR tingkat nasional. Senyum Mentari sangat merekah. Dia merasa lega dengan akhir yang sesuai harapan.

"Selamat ya, Tar. Lo nyumbangin satu piala lagi untuk Ekadanta, sebelum kita keluar dari KIR. Gue bangga sama Lo." Ucap Diva.

"Ini karena Lo juga, Va." Ucap Mentari tersenyum dan memberikan dua bucket besar kepada Diva. "Lo yang ngusulin ide materi kita, jadi Lo juga berhak dapet rewards."

"Ehh?" Diva terkesiap menerima bucket dan pelukan Mentari. "Ya tapi Lo yang mikir, nyusun metode dan penyelesaianannya Tar. Gue kan cuma ngusulin."

"Udah ah, yang penting Ekadanta menang." Ucap Mentari antusias.

"Alay! Drama Lo." Cibir Erica tiba-tiba. "Piala ini ada di Ekadanta karena gue kali. Orang gue yang presentasi." Sombong Erica sambil mengecup piala ditangannya, melirik Mentari sinis.

"Apaan deh! Adek gue juga bisa kalau suruh baca doang. Nggak malu Lo sombong di atas karya orang? Gue sih malu." Sindir Diva tersenyum miring. "Berobat Lo!" Maki Diva.

"Ada apa Div?" Guntur datang dari belakang Mentari dan berdiri di samping Erica. "Kok kasar banget ngomongnya sama Erica?" Tanyanya merangkul Erica.

Erica tersenyum menatap Guntur dan membalas memeluk pinggangnya dari samping.

Minta dipatahin tuh tangan.

Mata Guntur melirik Mentari, yang juga tengah menatapnya, sedetik kemudian Mentari langsung memalingkan wajahnya.

"Cewek Lo nggak tau diri." Jawab Diva penuh penekanan.

"Bukannya Lo harusnya berterimakasih sama Erica? Dia yang udah gantiin posisi Lo." Ucap Guntur. "Lo seharusnya bisa ngehargain itu, jangan suka nyepelein hal kecil kebaikan dari orang lain. Bukan begitu ya, Tar?"

Mentari kembali menatap Guntur tepat di maniknya. Dia mengerutkan dahinya. Seakan Guntur mencoba membenarkan Erica lewat kata yang pernah ia ucapkan dulu.

"Iya, Tur emang bener. Tapi terlalu menghebatkan diri sendiri bukannya juga nggak baik?" Balas Mentari.

Diva tersenyum senang mendengar Mentari, mulai berani membalas perlakuan Guntur atas Erica. Mulai ada sedikit ketegasan yang Mentari perlihatkan. Meskipun belum terlalu jelas.

"Liat, Tur aku selalu aja di bully sama mereka berdua. Aku salah apa sih sama mereka? Sampe mereka selalu sirik sama aku." Adu Erica mengerucutkan bibirnya dengan mimik sedih dan mengeratkan pelukannya manja.

Diva membulatkan matanya. "Heh lampir! tuh mulut belom pernah dibeselin pake gardu listrik?" Sungut Diva. "Jelas-jelas situ yang datang dan sirik sama kebahagiaan orang lain. Nggak usah play victim Lo."

"Va, udah." Lerai Mentari menarik lengan Diva yang maju ke arah Erica.

"Emang ya, dasarnya sifat setan selalu buat keonaran memfitnah orang!" Hardik Diva.

"Diva! Jaga bicara Lo." Sentak Guntur.

"Apa?! Gue bener kok. Cewek Lo emang sikapnya kayak setan."

"Sialan Lo!" Bentak Erica. "Lo punya masalah apa sih sama gue?" Tanya Erica mendorong bahu Diva.

"Er, kamu nggak usah ikut kasar." Ucap Guntur menarik pergelangan Erica.

Kamu?

Ada perasaan tidak rela dihati Mentari. Tapi, dia tidak ada hak menuntut Guntur dengan melabeli kata itu hanya boleh untuknya.

Guntur di kala Mentari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang