Getting Closer

127 7 2
                                    

2005

Gerald

Pagi buta aku terbangun dan Ziandra sudah tidak ada di kasur. Kulirik jam dinding di kamar ini, masih jam 4:30 dan di luar masih gelap. Aku berniat untuk kembali tidur, mencoba kembali memejamkan mata sambil memeluk guling yang tadi malam dipeluk oleh Ziandra. Alih-alih tertidur, malah aku jadi mengingat yang terjadi tadi malam saat aku memeluk erat Ziandra dan merasakan kenyamanan dengan itu. Kubuka mataku dan kulihat sekeliling kamar ini. Ziandra sengaja tidak menyalakan lampu supaya tidurku tidak terganggu, padahal ia sudah bangun dan sudah berada di luar kamar. Kamar ini menjadi remang-remang, hanya mendapat cahaya dari lampu yang ada di jendela luar kamar. Aku masih mengamati sekeliling kamar ini, di mana semua barang tertata dengan rapi, bersih, dan wangi. Bangkit dari tempat tidur, aku berjalan ke sebuah meja. Di sana tertata buku-buku sekolah Ziandra dari ukuran yang paling lebar sampai ke yang paling kecil. Sekali lagi aku menghirup udara hangat di kamar ini sementara udara di luar sana terasa dingin, nyaman sekali. Aku menekan tombol lampu yang ada di dinding kamar, menyalakan lampu kamar. Terlihat kaos yang tadi malam aku lepas dari badanku, sekarang ada di lantai. Aku memungut kaos itu dan kembali memakainya karena pagi ini udara terasa lebih dingin dari tadi malam. Aku uduk di kursi Ziandra, sepertinya ini kursi yang ia gunakan untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. Di depannya ada meja dan laci. Di atas meja ada tumpukan buku dan kertas-kertas hasil ulangan ari sekolah. Ada satu kertas yang dilipat-lipat dan aku menariknya. Lipatannya lumayan panjang, setelah aku membacanya ternyata itu adalah ringkasan pelajaran bahasa Inggris, tapi setelah aku baca rasanya tidak ada di pelajaran sekolah yang sudah diajarkan. Mungkin Ziandra membuatnya sendiri untuk memudahkan mengingat. Aku kembali melipatnya dan meletakkan kembali ke tempat sebelumnya. Aku merasa bosan di sini sendirian, karena Ziandra juga tak kunjung kembali ke kamar. Tadinya aku berpikir kalau ia akan segera kembali ke kamar. Aku ke luar kamar menuju ke kamar mandi karena aku juga ingin pipis. Ternyata Ziandra sedang sibuk di dapur saat aku melewati dapur rumahnya.

"Ger, kamu sudah bangun?", sapanya sambil masih bergerak kesana-kemari.

Aku hanya mengangguk dan terus ke toilet. Saat keluar dari toilet aku masih melihatnya sibuk di dapur.

"Ger, kamu mau minum air hangat dulu? Kamu biasa minum susu ya? Ini sudah aku buatkan. Maaf cuma ada susu coklat, ini juga yang biasanya diminum adikku, karna aku nggak suka minum susu", dia mulai menceloteh.

"Lu nggak minum juga?", tanyaku.

"Aku udah minum kopi tadi sejak baru bangun tidur", jawabnya.

Aku merasa sedikit aneh mendengarnya. Tidak menyangka kalau dia suka kopi, karna kopi kan pahit dan dia juga sudah punya penyakit maag. Tapi aku memang melihat di sana sudah ada cangkir kopi yang isinya sudah tinggal sedikit, itu pasti kopi yang ia sudah minum.

"Ini Ger, kamu minum dulu", ucapnya sambil menyodorkan cangkir berisi susu coklat hangat.

Aku menerimanya dan meneguknya. Senang sekali rasanya melihat Ziandra pagi-pagi buta begini membuatkan minuman untukku. Dia memang pengertian sekali.

"Aku siapin sarapan dulu ya Ger. Kamu mandi dulu aja, nanti kalau aku sudah selesai, gantian aku mandi terus kamu bisa langsung sarapan sebelum berangkat sekolah", ucapnya. Aku hanya mengangguk, sekali lagi aku meneguk minuman susu coklat hangat yang dibuatkan olehnya sebelum aku kembali ke kamar.

Sampai di kamar, aku kembali merebahkan badanku ke kasur. Rasanya malas sekali untuk mandi sepagi ini. Kalau di rumahku sendiri biasanya aku juga masih tidur. Sekali lagi aku masih memikirkan bagaimana bisa aku dan Ziandra sedekat ini. Ziandra sampai pernah menginap di rumahku karena cuaca buruk, sekarang aku yang menginap di rumahnya. Ziandra terlihat takut sekali kepada papanya yang padahal menurutku papanya baik dan tidak galak. Kalau dibandingkan dengan papaku, jauh lebih galak papaku yang sering memberiku hukuman setiap kali aku meakukan salah. Mama juga, kalau sudah mengomel bisa seharian dan juga suka mengadukan aku ke papa.

The Perfect 30 (Match)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang