I lifted you up, Zizi

1.5K 72 30
                                    

2005

Ziandra

Aku tidak menyalahkan Gerald sama sekali tentang kejadian 2 hari yang lalu. Awalnya aku memang kesal, tapi setelah aku fikir, ternyata tidak ada ruginya juga untuk tidak ikut serta di lomba mading kelas. Aku jadi tidak enak dengan Gerald karena dia berpikir kalau aku marah padanya. Itu semua karena anak-anak di sekolah membicarakan hal itu. Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku sudah bersikap biasa saja, tapi Gerald tidak. Peristiwa itu sudah menjadi bahan pembicaraan siswa di sekolah. Kali ini aku benar-benar terlibat langsung dan semua siswa pasti menyebut-nyebut namaku, tapi aku harus tetap semangat untuk menjalani hari-hariku di sekolah. Aku yakin, nanti lama-lama pasti mereka akan lupa juga dengan hal itu. Aku anggap saja tidak terjadi apa-apa, lagipula mereka tidak semuanya yang melihat secara langsung kejadian itu. Pagi ini aku harus bersikap biasa saja ke sekolah. Aku tidak boleh canggung karna aku tidak bersalah. Belum selesai aku memikirkan masalah itu, tiba-tiba aku merasa ada yang aneh dengan sepedaku. Ternyata ban sepedaku kempes. Terpaksa aku harus berjalan sambil menuntun sepedaku. Aku tahu sekitar 500 meter lagi ada bengkel sepeda di sebelah kiri jalan. Ah, kenapa beberapa hari ini ada saja kejadian yang tidak menyenangkan menimpaku. Mungkin ini ujian dari Allah. Aku jadi ingat kalau belakangan ini aku memang sudah sering meninggalkan shalat dan jarang berdo’a. Aku sampai di depan bengkel itu dan ternyata belum buka karna ini masih terlalu pagi. Akhirnya kuputuskan untuk meninggalkan sepedaku di sini saja. Nanti kalau pemilik bengkel sudah datang pasti tahu kalau harus menambal ban sepedaku. Aku lanjut ke sekolah dengan naik angkutan umum. Padahal aku ingin hemat uang jajan makanya naik sepeda, tapi ternyata malah menambah pengeluaran lagi.

Di gang belakang sekolah sudah banyak siswa yang datang. Aku belum terbiasa berangkat sekolah selambat ini. Meskipun aku naik angkutan umum, aku tetap lewat belakang sekolah. Jalan depan sekolah hanya untuk anak-anak populer di sekolah ini.

“Ziandra?”, aku mendengar ada suara anak laki-laki yang memanggil di belakangku. Ternyata Adit anak kelas 2(4) itu.

“Ya Dit, kamu lewat sini juga? Aku kira kamu biasa lewat depan”, aku sekedar berbasa-basi.

“Aku bebas mau lewat mana aja. Mau lewat depan, lewat sini. Tadi kebetulan aku lihat kamu turun dari angkutan dan jalan lewat sini makanya aku ikut, hehee”, jawabnya sambil sedikit tertawa.

“Kamu tadi berangkat dari rumah naik angkutan umum juga?”, tanyaku lagi. Adit sudah berjalan di sampingku.

“Aku tadi diboncengin motor sama Dika. Aku turun di simpang, dia lanjut ke parkiran depan”, jawabnya.

Kami berjalan sambil bercerita tentang sekolah dan pelajaran. Sedikit menceritakan guru-gurunya juga. Aku yang tidak terlalu kenal dengan semua guru hanya mendengarkan Adit berkeluh kesah tentang guru-guru yang menurutnya kurang memahami kondisi para siswa di kelas. Tapi guru-guru yang dia ceritakan memang kebanyakan tidak mengajar di kelas-kelas excellent. Akhirnya kami berpisah untuk menuju kelas masing-masing. Masih pagi tapi matahari sudah bersinar lebih terang dari biasanya. Mungkin cuaca hari ini akan sangat panas, pikirku. Sampai di kelas aku cuma beristirahat beberapa menit saja dan bell tanda masuk sudah berbunyi. Pelajaran sampai jam istirahat berjalan lancar. Aku berusaha untuk tetap bisa fokus walaupun masih memikirkan sepedaku entah baik-baik saja di bengkel tadi atau bagaimana. Pada saat jam istirahat aku juga memilih untuk stay di kelas saja. Untungnya aku selalu membawa air minum. Sebenarnya aku memang agak khawatir karna tadi sudah membayar ongkos angkutan umum, nanti pulang sekolah juga harus naik angkutan umum lagi dan mengambil sepeda yang bannya ditambal. Biasanya sih tambal ban sepeda kalau satu titik cuma dua ribu.  

“Zi, tadi pagi jalan ke kelas bareng Adit ya?”, tanya Dika yang baru aja masuk. Sepertinya dia dari kantin depan.

“Bukan bareng Dik, tadi ketemu di simpang aja waktu aku turun dari mobil angkutan”, jawabku. Hal sekecil ini pun orang-orang juga memperhatikan, bisa gawat.

The Perfect 30 (Match)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang