Unique

3.2K 159 5
                                    

August 2003

Sejak hari dipilihnya Ziandra menjadi pengajar pribadi Gerald, hari-hari Ziandra menjadi sangat melelahkan. Bukan berarti mengajari Gerald yang membuatnya lelah, tetapi Ziandra merasa juga harus menjadi assistant pribadi cowok tinggi tegap tersebut. Seperti sore ini contohnya, dia harus menemui siswa private-nya itu dan membuat kesepakatan di mana harus membantunya mengerjakan PR Bahasa Inggris. Sebenarnya Ziandra sudah lelah karena seharusnya jam 5 sore setelah bimbel khusus kelas excellent dia bisa langsung pulang dan mengerjakan tugas-tugasnya di rumah. Terbayang olehnya sore ini setelah bimbel jam 6 sore dia harus cepat-cepat mengerjakan tugas-tugasnya di rumah dan mengurus kedua adiknya sebelum ayahnya pulang dari bekerja. Pasti sangat melelahkan. Ziandra sudah terbiasa mengurus kedua adiknya; Adhi dan Atika sejak dirinya sendiri masih kelas 2 SMP karena ibunya meninggal dunia. Di usia yang masih terbilang sangat muda, Ziandra harus kuat menghadapi itu semua. Kehilangan seorang ibu, mengurus kedua adik kandungnya, dan tinggal di rumah ayah tirinya, itulah yang dirasakannya sejak usianya masih 13 tahun. Menghadapi teman-teman di sekolah yang kadang-kadang nakal dan memikul tanggung jawab di rumah ayah tiri sebagai anak tertua membuatnya sering menangis sendiri pada tengah malam sebelum memejamkan mata untuk tidur.
Setiap pagi Ziandra harus bangun sebelum azan subuh untuk membuat sarapan, setelah itu ia harus memandikan dan mengurus kedua adiknya, lalu ia sendiri baru bisa mandi dan sarapan bersama adik-adiknya. Ia akan meninggalkan kedua adiknya di rumah saat berangkat ke sekolah. Nanti ayah tirinya akan segera bangun, mandi, sarapan, dan membawa mereka ikut bekerja bersamanya. Adhi dan Atika adalah anak kandung Pak Prasetyo bersama ibunya Ziandra. Ayah kandung Ziandra meninggalkannya dan ibunya sejak ia masih dalam kandungan. Jadi Ziandra belum pernah melihat sosok ayah kandungnya seperti apa. Ibunya yang dulunya mencari nafkah dengan membuka warung kopi dan makanan cepat saji sering bertemu dengan pak Prasetyo yang menjadi pelanggan setia warung kopi tersebut. Pak Prasetyo jatuh cinta dengan ibu Ziandra dengan kecantikan parasnya, kebaikan hatinya, kelembutan tutur bahasanya, dan pola pikirnya yang cerdas. Pak Prasetyo akhirnya menikahi ibu Ziandra dan bisa menerima Ziandra sebagai anaknya sendiri yang waktu itu masih berumur satu tahun. Mereka tinggal di rumah pak Prasetyo karena atas permintaan pak Prasetyo, istrinya tidak diizinkan lagi untuk meneruskan kontrak ruko yang digunakan untuk tempat tinggal dan usahanya itu. Sebagai seorang istri dan seorang ibu, ia harus berada di rumah untuk mengurus suami dan anaknya. Mereka akhirnya hidup bahagia dan benar-benar bahagia sampai pada akhirnya penyakit ibu Ziandra terdeteksi. Keadaan semakin parah setelah ibu Ziandra melahirkan kedua adiknya yang merupakan anak dari pak Prasetyo. Akhirnya ibu Ziandra meninggal dunia saat Ziandra masih duduk di kelas 1 SMP, sementara adiknya yang laki-laki masih berumur 4 tahun, dan adiknya yang perempuan masih berumur 1 tahun. Sebelum meninggal, ibunya berpesan kepada Ziandra untuk selalu menyayangi dan menjaga kedua adiknya. Sebenarnya tanpa diminta pun Ziandra sudah pasti akan selalu menjaga mereka karena ia memang sangat menyayangi kedua adiknya tersebut. Ziandra kala itu menanggung kesedihan yang teramat dalam. Kehilangan ibu, tinggal di rumah ayah tiri, dan harus mengurus kedua adiknya. Tapi Ziandra selalu ingat kata-kata ibunya kalau Allah memberikan ujian kepada umatnya sesuai dengan batas kemampuannya. Hingga sekarang yang hanya bisa dilakukan oleh Ziandra adalah mendoakan almarhummah ibu tercinta dan menyedekahkan Al-Fatihah dan surat-surat pendek untuk beliau setiap selesai melaksanakan shalat 5 waktu. Sementara ia tidak pernah melihat wajah dan sosok ayah kandungnya seperti apa. Ayah kandungnya sudah pergi meninggalkan ibunya dan tak kembali sejak Ziandra masih dalam kandungan. Ibu Ziandra adalah sosok wanita yang sangat tegar dan mandiri. Ziandra tidak pernah melihat ibunya bersedih atau meneteskan air mata dalam menjalani hidup ini, apalagi sampai menangis. Justru ibunya adalah sosok yang selalu ceria dan menghibur semua orang yang ada di sekitarnya. Sampai pada saat penyakitnya terdeteksi pun dengan jujur dan penuh ketegaran ia memberitahu Ziandra dan adik-adiknya. Menurut ibunya, mengatakan kebenaran itu lebih baik daripada menyimpannya dan sampai pada akhirnya semua orang mengetahuinya dengan mendadak tanpa persiapan. Saat dokter memvonis umur ibunya tinggal beberapa bulan pun itu sudah terdengar biasa bagi ibunya. Saat itu ibunya mulai mengajari dan melatih Ziandra untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah dan mengurus adik-adiknya. "Mumpung ibu masih bisa mengajari kamu. Nanti kalau ibu sudah meninggal, kamu yang mengerjakan ini. Kamu kan anak yang paling tua, jadi harus bertanggung jawab atas keluarga kita". Kalimat itu yang sering kali diucapkan oleh almarhummah ibu Ziandra dan masih sering terngiang di telinga Ziandra. Kadang-kadang mengingat itu semua membuat Ziandra menangis saat sendirian. Dengan memikul beban keluarga demikian tidak membuat Ziandra menjadi lemah dalam pelajaran di sekolah. Ia selalu mendapat peringkat pertama di kelas. Walaupun banyak siswa lain yang membully, tetapi banyak juga siswa yang suka berteman dengannya, khususnya perempuan. Memang teman Ziandra lebih banyak yang perempuan daripada yang laki-laki. Guru-guru di sekolah juga semuanya mengenal Ziandra sebagai anak yang baik dan pintar. Mereka sangat menyukai Ziandra. Bagi mereka, Ziandra adalah sosok siswa yang unique dan menarik.
=============================

"Lu masih nungguin gua??", tanya Gerald yang membuyarkan lamunan Ziandra.

"Iya, kita kan harus ngerjakan tugas-tugas kamu", jawab Ziandra lesu. "Masih lama ya latihannya?", tanyanya lagi.

"Nggak, udah selesai nih. Tapi gua ganti baju dulu karna udah basah sama keringat nih", jawabnya.

"Oh, yaudah kalau gitu aku tunggu di sini ya. Nanti kita ngerjain tugasnya di sini aja, di depan kelas aku".

"OK lah, yang penting tugas-tugas gua selesai. Kan memang itu tugas lu di sini", jawabnya dengan sombong dan berlalu dengan membawa kaos ganti.

Satu jam kemudian setelah Ziandra mengajari Gerald membuat tugas dan menjelaskan kembali pelajaran, akhirnya selesai juga. Mereka berpisah pulang ke rumah masing-masing.

Gerald
Asik juga kalau terus-terusan kayak gini. Tugas gua bisa beres dalam hitungan menit. Dia jelasin kembali pelajaran yang gua nggak ngerti. Tapi yang gua nggak habis pikir kok bisa ya dia pinter seperti itu. Kalau aja dia sama kayak teman-teman gua di sekolah lama gua, bisa aja gua jadikan dia teman. Tapi nggak deh, penampilan dia aja nerd & dork kayak gitu. Bisa-bisa malu gua kena bully. Tapi dia juga kayaknya terlalu lembut sebagai cowok. Emang unik sih anak itu. Ah, sudah lah. Yang penting dia bisa bantu tugas-tugas gua.

The Perfect 30 (Match)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang