21

1.9K 207 15
                                    


~Double Up~






Drrtt...Drrtt...Drrtt...

Renjun lantas mengangkat ponselnya dan berjalan menuju balkon kamar jaemin.

"Kenapa Chan?"

"....."

"Coba tenang dulu, kau kenapa marah-marah begini?"

"..."

"Menjodohkan mu? Dengan siapa?"

"..."

"Lalu? Kenapa kau takut sekali. Coba saja kau temui lebih dulu siapa tahu cocok."

"...."

"Yangyang tahu soal ini?"

"...."

"Lalu apa yang kau harapkan dariku?"

"...."

"Baiklah kita ketemu nanti malam saja setelah aku selesai bekerja disini. Oke?"

"..."

Renjun lantas mematikan ponselnya dan diapun kembali masuk lalu melihat jaemin memakan sarapannya. Diapun menuju salah satu laci dan mengambil obat milik jaemin lalu mendekat padanya dan setelah beberapa menit memberikan obat itu pada jaemin. Jaemin menerimanya dan meminumnya begitu saja. Dan renjunpun meletakkan nampan kosong itu di nakas luar kamar jaemin. Lalu masuk kembali setelah menutup pintu.

"Kau tak ingin tahu jawabanku?"

"Tidak, aku tahu kau akan menolak karena sifat mu dan otusanku sama. Jadi jaemin, dari pada menolak lebih baik kau pikirkan lagi. Kau pasti akan membuat semuanya kecewa nanti.* Ucap renjun tersenyum lalu diapun mendekat dan mengulurkan kedua tangannya pada jaemin.

"Ayo. Kau harus berlatih." Ucap renjun.

"Tapi?" Ucap jaemin melihat kakinya, renjun yang mengerti lantas menggelengkan kepalanya.

"Ayo. Aku tak akan kenapa-napa." Ucap renjun, dia tersenyum kecil karena orang seperti jaemin bisa sangat cemas soal hal kecil. Lucu saat melihatnya. jaemin menerima uluran tangan renjun dan berdiri, dia pura-pura berjalan perlahan sembari menatap renjun yang menunduk untuk memperhatikan jalan jaemin.

"Bagaimana jika aku menerima dan pikiranmu salah?" Ucap jaemin datar, renjun lantas mengangkat kepalanya dan mereka saling menatap dalam keterkejutan.

"Kau apa?" Ucap renjun tak percaya. Jaemin lantas menarik pinggang renjun membuat sang empu berada dalam pelukan yang lebih besar dalam keadaan takut.

"Sepertinya memang tak ada buruknya menerima perjodohan ini. Kau seorang dokter dan aku pasienmu. Pasti aku bisa sembuh bukan?" Ucap jaemin datar.

"Ne." Angguk renjun.

"Aku akan menerima perjodohan ini, jadi kuharap kau yang tak berubah pikiran." Renjun hanya menatapnya saja bahkan dia tak menghindar saat jaemin mendekatkan wajah keduanya. Dan sedikit lagi bibir itu akan saling menyentuh hanya saja—

"Jaem ada berkas yang aku butuhkan untuk—" jeno kaget setelah membuka pintu kamar kembarannya itu, sedangkan renjun langsung mendorong jaemin hingga jatuh ke atas tempat tidur dengan wajah memerah dan pergi ke toilet yang ada didalam kamar jaemin. Sedangkan jaemin hanya berwajah datar lalu menatap jeno. Jeno merasa kikuk dan diapun mendekat.

"Ini." Jaemin membacanya lalu menandatanganinya seketika.

"Jaem? Apa hubunganmu dengan renjun sudah sejauh itu sebelum perjodohan ini?" Ucap jeno yang masih dalam keadaan kaget. Tapi jaemin hanya diam saja dan jenopun cukup tahu kalau kembarannya itu tak mau jika urusan pribadinya di ganggu sama sekali.

"Baiklah, maafkan aku. Aku akan pergi dulu." Ucap jeno lalu diapun segera pergi.

Renjun yang berada didalam toilet itu menatap dirinya pada pantulan cermin, dia dapat melihat wajahnya yang sangat memerah seperti tomat matang.

"Yaampun Nakamoto Renjun, apa yang kau lakukan?! Yaampun itu sangat memalukan sekali. Bagaimana caranya aku menghadapi jeno-ssi di luar nantinya. Dasar." Kesalnya pada diri sendiri. Lalu diapun mendengar suara ketukan pintu.

"Keluarlah, jeno sudah pergi." Renjun lantas menarik nafasnya dalam lalu menghembuskan secara perlahan dan keluar.

Ceklek.

Diapun biasa saja lalu melihat jaemin yang berwajah datar.

"Apa kau malu?"

"Tidak, aku hanya kebelet tadi." Ucap renjun berbohong. Jaemin hanya menganggukkan kepalanya saja lalu diapun langsung menjalankan kursi rodanya lebih dulu sembari tersenyum kecil karena renjun sangat menggemaskan sekali. Renjun hanya mengikuti dengan terpincang-pincang, bahkan tadi saat lari dia lupa mengenai kakinya alhasil kakinya sakit saat ini.

"Duduklah ditempat tidur itu."

"Ne?" Bingung renjun tapi Jaemin hanya diam saja lalu mendorongnya hingga renjun jatuh terduduk di tempat tidur dan mengambil p3k setelahnya membawa kaki sebelah kanan renjun ke pangkuannya dan renjun pun membulatkan matanya kaget.

"Apa kau tidak merasakan sakit?" Ucap jaemin datar renjun hanya menggelengkan kepalanya. Jaemin hanya melihat dan diapun melepaskan perban itu lalu melihat kaki renjun jadi membengkak karena dia berlari tadi, diapun mengoleskan salap lalu memberikan perban baru sedangkan renjun hanya menatapnya saja. Setelah selesai jaeminpun menatap Renjun dengan kaki renjun yang masih di pahanya.

"Harusnya berhati-hati. Pasti sangat sakit bukan? Jangan teledor, bukannya kau seorang dokter?" Renjun hanya menganggukkan kepalanya saja.

"Baiklah, istirahat saja dulu, aku harus mengerjakan sesuatu." Ucap jaemin menurunkan kaki kanan renjun lalu diapun menuju meja kerjanya dan mulai membuka laptopnya. Renjun hanya terdiam saja dan diapun melihat kearah jaemin yang sibuk dengan pekerjaannya.

"Dia sebenarnya orang yang baik. Hanya tersembunyi saja. Dia bukan orang dingin tapi hangat." Batin renjun.






































🔄🔄🔄

Nakamoto To Be Jung (jaemren)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang