Vana dan Barra perjalanan pulang ke kota mereka dan dari tadi Vana hanya diam saja.
Barra juga tidak mau menegur Vana, Barra memberikan Vana waktu untuk menenangkan dirinya.
"Gue benci anak ini," kata Vana secara tiba-tiba dan memukul-mukul perutnya.
"Lo ngapain," kata Barra dan langsung menepikan mobilnnya.
Sekarang mereka sedang berada di jalan tol dan keadaan sedang sepi, jadi Barra bisa langsung menepikan mobilnya.
"Gara gara dia hidup gue hancur, semuanya berantakan," kata Vana.
"Gue nggak mau anak ini," sambung Vana dan masih memukul perutnya.
"Vana berhenti," kata Barra dan menangkap kedua tangan Vana agar berhenti memukul perutnya.
"Lepasin, gue mau anak ini pergi," kata Vana dengan histeris dan menarik tangannya yang ditahan oleh Barra.
Vana kembali memukul perutnya saat kedua tangannya sudah bebas.
Barra melepas sabuk pengaman yang dia gunakan dan memutar duduknya untuk mengahadap Vana.
"Lo nggak boleh kaya gini, anak itu nggak punya salah apapun," kata Barra dan kembali menahan Tangan Vana.
"Vana dengerin gue, anak itu hadir karena kesalahan yang lo sama Shaka buat. Di sini dia nggak punya salah apapun dan dia juga tidak akan hadir kalo bukan karena kesalahan yang lo buat," kata Barra menasehati Vana.
Vana menatap kedua mata Barra dan bersamaan dengan itu air matanya mengalir turun.
Barra membawa Vana ke dalam pelukannya dan mengusap lembut kepala Vana.
"Gue nggak mau anak gue pas lahir nanti memiliki beban yang berat karena dianggap sebagai anak haram oleh orang lain," kata Vana.
"Nggak ada yang namanya anak haram. Walaupun kehadiran dia karena sebuah kesalahan, tapi dia akan lahir dalam keadaan suci tanpa dosa apapun," kata Barra.
"Lo nggak boleh berpikiran seperti itu. Semua yang terjadi dalam hidup kita adalah takdir yang sudah Tuhan atur sebaik mungkin," sambung Barra.
"Sekarang lo nangis sepuasnya sampai tenang dan setelah itu jangan berpikiran untuk melukai anak yang ada di dalam perut lo," kata Barra.
Barra memeluk Vana dan tidak akan melepaskan pelukan sampai dia tenang.
"Kalo lo takut anak lo nggak punya sosok papa, lo tenang saja. Gue dengan sukarela akan menjadi papa buat anak lo," kata Barra.
"Gue bukan perempuan baik-baik," kata Vana.
"Gue nggak peduli dengan masa lalu lo. Di sini gue terima lo apa adanya dan gue juga sudah jatuh cinta smaa lo sejak kelas sepuluh," kata Barra.
"Lo nggak usah pikirin perkataan gue tadi, sekarang lo tenangkan diri dulu," pinta Barra dan mengeratkan pelukannya.
Setelah itu di dalam mobil hanya terdengar suara isakan tangis Vana.
Sudah 15 menit Vana nangis dan Barra sudah tidak mendengar suara isakan tangis.
Vana melonggarkan pelukannya dan dia bisa melihat wajah tenang Vana yang tertidur.
Barra menidurkan Vana dengan hati-hati dan dia menurunkan kepala kursi biar nyaman buat Vana tidur.
Barra menggunakan jaketnya untuk menyelimuti tubuh bagian atas Vana.
"Lo perempuan hebat, jangan hanya gara gara perkataan mami lo tadi malah membuat lo lemah," kata Barra dengan mengusap lembut kepala Vana.
Barra duduk dengan benar dan kembali memasang sabuk pengamannya. Barra lanjut mengendarainya mobil dan membiarkan Vana untuk tidur.
*************** Skip *************
2,5 jam kemudian
Setelah menempuh perjalanan panjang, akhirnya mobil Barra berhenti di depan apartemen Vana.
Tadi Barra sempat mampir di pom bensin untuk isi minyak mobil dan dia numpang ke toilet untuk buang air kecil.
Barra memarkirkan mobilnya di parkiran dan dia melepas sabuk pengaman.
Barra menoleh kepala ke arah kiri dan melihat Vana yang masih tidur.
Vana sempat bangun sebentar dan setelah itu dia lanjut tidur lagi karena masih mengantuk.
"Vana bangun, kita sudah sampai," kata Barra dengan suara pelan agar Vana tidak kaget.
Sebenarnya, Barra tidak tega buat membangunkan Vana yang tidur nyenyak. Tapi Barra tidak bisa masuk ke apartemen Vana karena tidak punya kartu akses masuk dan satpam yang jaga belum kena dengan Barra.
"Vana," panggil Barra lagi dan menepuk lembut lengan Vana.
"Hmmm," kata Vana.
Barra menunggu Vana mengumpulkan kesadarannya.
"Lo mau mampir dulu?" Tanya Vana dan melepas sabuk pengaman.
"Nggak usah, gue langsung pulang aja," jawab Barra.
Barra tahu kalo Vana butuh waktu sendirian untuk menenangkan dirinya.
"Makasih banyak ya, lo sudah nemenin gue dari kemarin sampai hari ini," ucap Vana.
"Sama-sama," balas Barra.
"Lo jangan terlalu mikirin semuanya dan jangan lalukan hal-hal buruk. Kalo lo butuh teman buat curhat hubungin gue aja, gue siap sedia buat nemenin lo," kata Barra.
"Sekali lagi makasih," ucap Vana dan Barra membalas dengan anggukkan kepala.
Vana membuka pintu mobil dan keluar. Barra menurunkan kaca mobil saat pintu ditutup kembali oleh Vana.
"Hati-hati di jalan, kalo sudah sampai kabarin gue," kata Vana dengan tubuh sedikit membungkuk.
"Iya," kata Barra.
"Byeee," kata Vana dan melambaikan tangannya.
"Byee," kata Barra.
"Langsung istirahat," kata Barra dan Vana menganggukkan kepalanya.
Vana melangkahkan kaki masuk ke dalam gedung apartemennya. Barra menunggu Vana benar-benar masuk ke dalam dan setelah itu dia mengendarai mobil pulang ke rumah buat istirahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY LOVE (END)
Teen FictionSatu kesalahan fatal yang terjadi tanpa kesengajaan malah membuat kehidupan 2 remaja berubah total dari biasanya. Mereka harus terjalin satu hubungan untuk mempertanggungjawabkan kesalahan yang sudah mereka perbuat.