Otoya Eita x Fem! Reader - One-shoot.

10.1K 330 43
                                    

POV Otoya.

"Papa! Papa!"
Putriku berteriak dari kejauhan saat kaki kecilnya berlari kehadapanku. Namanya Olivia, usianya baru menginjak 5 tahun dan dia sangat manis dan mirip seperti ibunya. Name.

Aku berjongkok sambil merentangkan kedua tanganku saat dia semakin dekat dan semakin dekat. Lalu, tanpa aba-aba, dia melompat kedalam pelukanku, hal itu membuatku terbaring diatas aspal yang terasa sangat panas. Olivia terkikik dan melingkarkan kedua tangan mungilnya di leherku. Demi Tuhan, dia sangat agresif seperti ibunya, kenapa aku menikahi ibunya? Tentu saja, karena dia sangat cantik dan aku sangat takut kepadanya. Dia galak, melebihi singa yang kelaparan, rawrr...

Jika kembali ke masa-masa awal pertama kali aku bertemu dengannya, dia memotong rambutku... Rambut hijau pandan yang menggairahkan wanita-wanita yang selalu menempel kepadaku, dia memotongnya tanpa sisa sedikitpun. Kejam, dia bahkan lebih kejam dari mantan-mantanku yang bentuk tubuhnya seperti gitar spanyol.

Uhh, membayangkannya saja membuat sesuatu yang berada di dalam celanaku menggembung dan menginginkan lubang milik istriku, hehehehehehe...

FORGET IT!

"Papa, aku ingin es krim! Please papa.."
Olivia merengek saat dirinya masih berada diatas tubuhku, punggungku terasa mati rasa karena berbaring diatas aspal yang sangat panas, ditambah dengan sinar matahari yang sangat menyengat. Olivia tidak peduli dengan papanya yang tersiksa di bawah tekanan tubuhnya yang mungil.

"Sayang, ibumu akan marah jika kamu terus memakan es krim. Jangan ya? Dengerin papa kali ini, oke?"
Aku berkata dengan nada lembut, aku ingin membelikannya es krim. Tapi, Name akan marah dan memotong rambut kebanggaanku. Tidak, tidak lagi.

Namun, Olivia tidak menyerah begitu saja, dia menjambak rambutku membuatku meringis kesakitan. Jambakan rambut bocah kecil ini sangat mirip dengan ibunya.

"Vi! Jangan tarik rambut papa Vi! Sakit!"
Tapi, Olivia tidak mendengarkan perkataanku dan rasa sakit yang aku alami.

"Papa jahat! Aku akan mengadu kepada ibu, jika ayah masih menggoda wanita lain!"
Tangan mungil Olivia mengayunkan rambutku ke kanan dan ke kiri. Saat Olivia mengatakan hal itu, membuat mataku terbelalak kaget. Siapa yang mengajari bocah sialan ini untuk mengadu?! Karasu?!!

Mungkin sekarang, Karasu terus menerus bersin tanpa henti saat dia sedang bercinta dengan istrinya. Rasakan.

"Baiklah! Baiklah! Papa akan memberikanmu es krim! Puas?!"
Olivia tertawa bahagia mendengar perkataanku yang sangat terpaksa ini. Bocah sialan.

Dengan lembut, aku menggendong tubuh kecilnya dan membawanya pergi ke toko es krim. Kami berdua masuk kedalam toko dan memilih es krim yang akan Olivia beli, tanganku menunjuk ke arah es krim favoritnya.

"Gadis kecil papa, kamu ingin rasa apa? Stroberi seperti biasa, kah?"
Tangan kecilnya menunjuk ke arah es krim rasa matcha. Keningku berkerut saat tangannya menunjuk ke arah es krim tersebut.

"Kamu yakin sayang?"
Olivia menganggukkan kepalanya dengan cepat, dia memberikan senyuman manis kepadaku. Hatiku meleleh melihat senyum manisnya, ya tuhan...

"Iya papa!"
Olivia berteriak kegirangan tepat di samping telingaku. Tuhan, sakit..

Aku membelikan es krim matcha yang dia inginkan dan membayarnya di meja kasir, saat sedang membayar, mataku tertuju pada wanita yang menjaga kasir itu. Sangat cantik, sesekali aku bermain mata dengannya dan merayunya dengan kata-kataku yang manis. Dia tersenyum malu-malu, sedangkan aku menyeringai melihat wajahnya yang tersipu.

Saat aku hendak memberikan rayuan lagi kepadanya, ponselku berdering. Alisku berkerut kesal mendengar notifikasi pesan yang terus menerus muncul di layar ponselku. Tangan kananku menggendong si kecil Olivia dan tangan kiri ku memegang ponsel untuk memeriksa notifikasi menyebalkan yang masuk ke ponselku.

Saat melihat pesan-pesan mengerikan itu, tubuhku rasanya mati rasa, lututku melemah, dahiku berkeringat. Hal itu membuat Olivia memiringkan kepalanya dengan bingung.

"Papa? Ada apa?"
Si kecil bertanya dengan suara polosnya, aku sendiri hanya menatapnya dan memberikan senyuman yang sangat terpaksa. Semuanya tidak baik-baik saja, aku bisa membayangkan istriku menunggu di teras rumah sambil memegang sapu di tangannya. Tuhan, Dewa, Buddha, selamatkan aku dari makhluk ciptaanmu yang satu ini.

"Sayang, kita pulang ya? Ibu sedang menunggu kita."
Olivia mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaanku, kami berdua menyusuri jalanan yang cukup sepi, karena pada tengah hari ini, para monyet— Maksudku, semua orang sedang melakukan pekerjaan mereka masing-masing dan belum pulang.

Dan setelah bermenit-menit berjalan, kami sampai di depan rumahku dan juga Name. Benar saja, dia melihatku dengan senyumannya yang mengerikan dan tangan kanannya memegang sebuah sapu. Tenggorokanku terasa kering, aku bahkan tidak sanggup melangkah masuk kedalam rumahku sendiri, melihat tatapan mengerikan dari istriku saja, membuatku ingin menghilang dari dunia ini.

Aku mengambil beberapa langkah dan sekarang aku berdiri di hadapannya. Dia langsung mengambil Olivia dan dia kembali menatapku.

"Hehehe, halo sayang, kamu terlihat sangat cantik hari ini.."

"Hihihi, kamu beliin dia es krim lagi kan?!"
Suara kemarahan yang sering aku dengar setiap kali aku pulang menjemput Olivia terdengar lagi di telingaku. Aku hanya bisa tersenyum kikuk di hadapannya dan menggenggam tangannya yang sedang memegang sapu.

"M-maaf sayang! Bocah kecil itu terus memaksaku.. maaf sayangg."
Bibirku mencium punggung tangannya berkali-kali dan menatap wajah dengan tatapan anak anjing yang lucu. Biasanya dia akan luluh melihat tatapan mataku, tapi sepertinya aku mengalami hal yang sangat buruk hari ini. Aku mempunyai firasat buruk dengan tatapan dan senyumannya.

"Malam ini, tidak ada 'jatah' untuk kamu. Sampai bulan depan."
Dia langsung menutup pintu rumah dan membiarkan aku diam di luar dan berusaha mencerna apa yang dia katakan. Tunggu, bulan depan tidak ada jatah?? SUNGGUH?!

"Sayang, jangan lakukan ini kepadaku, sayang? Aku minta maaf, jangan hukum aku. Hukuman itu terlalu berat sayang!"
Tanganku mengetuk pintu dengan keras sambil memohon meminta pengampunan darinya.

"Sayang! Adik junior mau dielus sama tangan kamu yang lembut. Sayang?!"

Namun, dia tidak membukakan pintunya untukku dan akhirnya aku duduk di teras rumah sambil menyandarkan kepalaku ke pintu. Akhir dari kisah ini adalah, aku tidak bisa bercinta dengan istriku selama satu bulan dan aku harus memanjakan 'adik juniorku' dengan tanganku sendiri.

Hukuman yang name berikan sangat menyiksaku dan juga adik juniorku.

One-shoot AU - Blue lock x Fem! Reader.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang