Ruangan yang begitu sunyi, gelap, dingin dan terlihat sangat mengerikan. Tempat dimana semua orang berada di dalam satu gedung tersebut untuk melakukan pemeriksaan, perawatan dan juga terdapat mayat-mayat yang berada di ujung lorong yang begitu gelap.
Tubuh terkulai lemas, dingin, wajah pucat dan terdapat infus di punggung tangan seorang gadis berusia 20 tahun. Alat bantu pernapasan juga berada di wajahnya yang begitu manis, terdapat beberapa alat medis yang membantu gadis itu untuk bertahan hidup. Meskipun hidupnya tidak lama lagi.
Itoshi Sae, suami name yang selama ini selalu bersikap buruk kepadamu, saat ini dia duduk di samping ranjang sang gadis dan memandangi wajahnya yang pucat pasi seperti mayat. Sae menatap wajah sang istri dengan tatapan kosong, rasa penyesalan, marah, sedih bercampur menjadi satu. Pria itu tidak bisa melakukan apapun, dia sudah berkali-kali meminta maaf kepadamu dan kamu hanya membalas permintaan maafnya dengan tersenyum lembut.
Penyakit yang menggerogoti tubuh sang istri tidak dapat di sembuhkan lagi, kekerasan yang dilakukan oleh sang suami membuat kondisinya semakin memburuk. Sae menyesal telah melakukan hal buruk kepadamu.
Setiap pulang kerja dan sang istri menyambutnya dengan hangat, dia akan memarahinya tanpa alasan dan memukulnya hingga sang istri jatuh ke lantai.
"Istri tidak berguna! Lebih baik kamu mati agar hidupku menjadi lebih tenang!!"
Setelah mengatakan itu, dia menendang perut sang istri dan meninggalkannya sendirian dengan menahan rasa sakit di perutnya.
Hari demi hari, bulan demi bulan, sikapnya kepada sang istri menjadi semakin parah. Dia sering membawa wanita lain ke rumahnya dan berhubungan intim dengan wanita tersebut tepat di hadapan sang istri.
Name hanya bisa menahan rasa sakit di hatinya dan juga kepalanya, sering kali dia menangis diam-diam dan menahan rasa sakit akibat penyakitnya agar sang suami tidak menyiksanya lebih buruk lagi.
Namun, ada satu kejadian yang membuat Sae menjadi takut dan juga khawatir. Saat pulang kerja, dia melihatmu jatuh pingsan di ruang meja makan saat sedang menyiapkan makan malam untuk suaminya, dia awalnya mengabaikan hal itu. Tapi, dia melihat darah mengalir dari hidung dan bibir sang istri.
Sae bergegas menghampirinya dan menepuk-nepuk pipinya.
"Name? Name? Bangun! Name!! Bangun! Kamu berdarah, kamu kenapa?!"
Suaranya begitu panik dan penuh rasa takut, dia segera mengangkat tubuh sang istri dan membawanya ke rumah sakit. Sae begitu cemas melihat betapa pucatnya wajah sang istri yang selama ini sudah dia siksa
Sesampainya di rumah sakit, name langsung di bawa ke ruang UGD. Pemeriksaan berlangsung selama dua jam lamanya, Sae menunggu kabar dari dokter yang sedang memeriksa kondisi tubuh sang istri. Dia cemas, takut, sedih, khawatir dan juga marah. Kemeja putih yang semula bersih tidak ada noda sedikitpun, kini kemeja itu di nodai dengan darah sang istri.
Dokter keluar dari ruang UGD, Sae langsung menghampiri sang dokter dan memegang bahu dokter itu dengan sangat kuat.
"Bagaimana?"
Suaranya penuh dengan kekhawatiran, dia ingin sang istri baik-baik saja. Namun, dokter menggelengkan kepalanya.
"Dia tidak bisa hidup lebih lama lagi, penyakit kanker otaknya sudah mencapai stadium akhir. Kami tidak bisa melakukan apapun, karena selama ini istrimu enggan untuk melakukan perawatan terhadap penyakit yang sudah menggerogoti tubuhnya."
Sae tertegun mendengar pernyataan sang dokter, kanker otak? Dia tidak percaya istrinya mengidap penyakit mematikan itu tanpa memberitahunya.
Sae langsung masuk kedalam ruangan UGD dan melihat sang istri terkulai lemas dengan alat-alat medis yang melekat pada tubuhnya. Dia menghampiri sang istri dan duduk disampingnya.
Tangannya yang selama ini menyiksa istrinya, kini membelai pipi sang istri dengan lembut. Air mata yang sudah dia tahan sejak melihat pingsannya sang istri di ruang makan, air mata itu menetes di pipinya. Tangannya yang lain menggenggam erat tangan sang istri yang begitu dingin dan juga pucat.
Name membuka matanya dan melihat ke sisi tempat tidur, dia melihat sang suami dan memberikan senyuman lembut kepadanya. Sae menangis melihat senyuman lembut dari sang istri, senyuman yang selama ini wanita itu berikan kepadanya dan kini, senyuman itu terasa sangat hangat dan seolah-olah itu adalah senyuman terakhir yang sang istri berikan kepadanya.
Name mengusap pipi sang suami yang di penuhi oleh air mata.
"Setelah aku pergi, tolong menikahlah dengan wanita yang kamu cintai. Maafkan aku karena tidak bisa menjadi istri yang baik untukmu."
Mendengar hal itu, Sae menggelengkan kepalanya. Dia menyesal, dia sangat menyesal telah menyiksamu selama bertahun-tahun.
"Name, maaf, maafin aku, a-aku benar-benar minta maaf. Jangan tinggalin aku name..."
Sae memeluk tubuh sang istri dengan sangat erat, dia membenamkan wajahnya di bahu sang istri. Name hanya tersenyum lemah dan mengusap-usap rambutnya dengan lembut.
"Aku mencintaimu, meskipun kamu selalu menyiksaku, memperlakukan seperti seorang budak. Aku tetap mencintaimu dengan tulus. Menikahlah dengan wanita yang kamu cintai, jangan pulang terlalu malam, makan dan istirahat tepat waktu dan..."
Name mencium pipi sang suami dan melanjutkan kata-katanya. Suaranya begitu lirih, hampir tidak bisa di dengar oleh Sae.
"Aku mencintaimu, selalu dan selamanya."
Usapan yang semula berada di kepala Sae kini terhenti. Seluruh ruangan begitu hening, hanya ada suara alat medis dan juga suara nafasnya. Sae tidak merasakan nafas sang istri, nafasnya, denyut nadinya dan suara serak jantungnya sudah hilang. Hilang.
Sae melepaskan pelukannya dan menatap wajah sang istri yang begitu damai, seakan-akan dia sedang tertidur dengan pulas, Sae mengguncang tubuh sang istri, namun tidak ada reaksi apapun.
"Name! Name! Bangun name!! Tolong! Jangan tinggalin aku. Maaf! Maaf! Maaf!
Dia menangis tersedu-sedu melihat tubuh kaku dan dingin sang istri, Sae memeluknya dengan erat dan terus meminta maaf kepada sang istri yang sudah meninggalkannya dan juga dunia ini.
"Name... Maaf... Maaf... Aku salah, aku sangat menyesal name. Tolong... Kembali, aku, aku tidak bisa hidup tanpamu... Maafkan aku! Name... Aku sangat mencintaimu... Maaf, aku terlambat untuk mengatakannya... Maaf! Maaf!!"
Sae terus memeluk tubuh dingin sang istri, air matanya membasahi bahu sang istri. Dia menyesal, sangat menyesal. Permintaan maaf yang dia lakukan, tidak akan mengubah apapun.
Sang istri meninggalkannya sendirian, Sae merasa putus asa karena kehilangan seseorang yang begitu mencintainya dengan tulus.
"Name... Maaf..."
Suaranya penuh dengan kesedihan, penyesalan dan kekecewaan yang begitu mendalam pada dirinya sendiri. Seumur hidup, dia akan menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian yang terjadi pada istrinya dan juga dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One-shoot AU - Blue lock x Fem! Reader.
Short Story- This is just my fictional story. - OOC. - Karakter milik Muneyuki Kaneshiro and Yusuke Nomura⚽ - Warning 🔞🚩