Hiori Yo x Fem! Reader - One-shoot.

7.2K 252 3
                                    

"Name, langitnya sangat indah. Mataku bahkan bisa melihat seluruh keindahan alam semesta ini hanya dengan melihat dirimu saja."

Hiori berucap dengan suaranya yang sangat lembut melebihi sebuah kain sutra, dia mengangkat kepalanya keatas langit sore yang berwarna jingga dengan sedikit kombinasi warna merah yang sangat memukau. Tangannya memegang sebuah kamera kecil yang dia bawa setiap kali dia akan pergi kemanapun itu.

Tak berselang lama, matanya yang indah menitikkan air matanya. Sendirian, kesepian, kesunyian dan juga kehampaan memenuhi hatinya. Dia berjongkok hingga air mata yang semula memenuhi pelupuk matanya, kini mengalir dan terjatuh ke atas pasir pantai yang basah. Dia tidak sanggup menahan semua ini, Hiori tidak bisa memikirkan kekasihnya yang kehilangan nyawanya sendiri saat dia terseret ombak besar saat mereka berdua akan pergi untuk berenang bersama-sama.

Dia menutup mulutnya serta memegangi tenggorokannya, nafasnya semakin cepat dan tak menentu. Jantungnya berdegup kencang kala air mata yang terus menerus mengalir tanpa henti dari matanya yang indah. Nafasnya semakin pendek, dia berusaha menarik nafas melalui hidungnya. Akan tetapi, hal itu terasa menyakitkan. Saat dia mengangkat kepalanya untuk melihat ke arah lautan yang luas, dia melihat Name berjalan menuju ke tengah lautan. Hiori ingin berlari ke arah Name, tapi kakinya terasa berat, terasa seperti ada rantai yang mengikat pergelangan kakinya.

"T-tunggu... N-name! Name! Aghh... T-tolong, jangan pergi kesana. Name!"

Hiori akhirnya menangis tersedu-sedu, saat dia melihat Name tenggelam di tengah lautan, samar-samar dia mendengar suara Name dari kejauhan, tapi dia kesulitan untuk mendengarnya.

"Aku mohon, jangan tinggalkan aku. Aku tidak bisa hidup tanpamu, Name."

Tubuhnya terbaring lemas di atas pasir yang dingin dan basah, air matanya terus mengalir dari sudut matanya. Pandangan Hiori menjadi gelap dan juga kabur. Dia tidak bisa berbuat apapun lagi, semuanya telah selesai. Semangat hidupnya telah tiada bersama dengan arus laut yang menyeret tubuh mungilnya, Hiori memejamkan matanya, menunggu malaikat maut untuk mencabut nyawanya dengan suka rela, dia sudah pasrah dan dia ingin segera menemani Name diatas sana.

Gelap, dingin dan kesunyiannya begitu memekakkan telinga. Hiori berdiri di tengah-tengah ruangan gelap tersebut sambil melihat sekeliling. Namun, dia merasakan bahwa kakinya tergenang oleh air. Dia berpikir sejenak, bahwa ini adalah kematiannya dan sekarang ini jiwanya berada di ruangan yang gelap dan mengerikan.

Dia melihat cahaya dari ujung ruangan itu, mungkin itu adalah surga atau tempat yang paling indah yang tidak pernah ada di dunia nyata. Langkah kakinya begitu pelan, seolah-olah dia takut akan sesuatu, dan saat dia sudah semakin dekat dengan cahaya itu. Samar-samar dia mendengar sebuah suara yang lembut dan manis, dia tahu suara ini, dia sangat mengenalinya, bahkan melebihi hidupnya sendiri.

"Hio, bangun. Hio."

Lembut, dingin, tapi terasa hangat saat benda itu menyentuh pipinya. Benda itu terus menepuknya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Suaranya bahkan dipenuhi dengan kekhawatiran yang begitu besar untuk pria seperti dirinya, dia yang tidak berhak untuk hidup di dunia, tidak berhak untuk mendapatkan perhatian, apalagi cinta yang begitu tulus dari seseorang. Dia sangat tidak pantas untuk semua hal manis seperti itu.

Jiwanya masih berada di ruangan gelap tersebut. Namun, dia merasakan sesuatu yang mencekik lehernya dengan sangat kuat, nafasnya semakin cepat, jantungnya berdetak dengan kencang. Dia jatuh berlutut dengan tangan yang memegangi lehernya sendiri, Hiori berusaha untuk melepaskan sesuatu yang mencekik lehernya. Tapi, dia terlalu lemah dan tidak mempunyai banyak kekuatan untuk melawannya.

Seketika, Hiori membuka matanya, dengan nafas yang terengah-engah, tubuhnya berkeringat dingin dan bahkan gemetar karena kecemasan yang melandanya. Ternyata, dia mengalami mimpi buruk yang mengerikan, dia melihat sekeliling ruangan yang dipenuhi dengan teman-temannya. Mereka semua tampak cemas dan khawatir dengan keadaannya Hiori.

"Hiori! Syukurlah, kamu sudah bangun." - Isagi.

"Bagaimana keadaanmu?" - Kurona.

"Hiori, Kamu berkeringat dingin." - mas Kenyu.

Hiori memegangi kepalanya yang terasa pusing, dia menatap wajah teman-temannya dengan ekspresi bingung. Perlahan, dia bangun dan duduk di atas tempat tidur dengan bersandar pada kepala tempat tidur tersebut. Dan di saat dia ingin bertanya, Isagi menjelaskan semuanya.

"Hiori, sebelum kamu tidak sadarkan diri. Kamu membentak istrimu bahkan menamparnya, apa yang terjadi padamu? Kenapa kamu melakukan iitu? Dia sedang mengandung buah hatimu."

Mendengar perkataan Isagi, Hiori tertegun dan membelalakkan matanya. Dia tidak percaya dengan apa yang Isagi katakan kepadanya, dia tidak akan pernah bisa membentak atau mengangkat tangannya kepada istrinya sendiri.

"T-tidak, aku tidak melakukan hal itu! Sungguh."

Hiori berusaha menjelaskan apa yang dia rasakan, tangan dan tubuhnya gemetar hebat, bahkan air mata sudah menggenangi pelupuk matanya. Lalu, matanya mencari keberadaan istri tercintanya, dia langsung turun dari tempat tidurnya dan keluar dari kamarnya meninggalkan ketiga temannya. Dia melihat istrinya duduk dengan cemas di tengah ruang tamu, dan tanpa berlama-lama, dia menghampiri istrinya dan memeluk tubuhnya dari belakang. Name, terkejut dengan pelukan tiba-tiba dari suaminya.

Bahu Name basah, sudah pasti sang suami sedang menangis tersedu-sedu di atas bahunya. Tangan melingkari perut Name yang masih datar dan sesekali dia akan mengelusnya dengan lembut.

"Maaf, maaf, maaf! Aku tidak tahu apa yang aku pikirkan. Aku benar-benar minta maaf, aku tidak bermaksud membentakmu atau menamparmu. Maafkan aku."

Hiori mencium bahu dan leher Name berkali-kali, dia terus menangis sambil memeluk tubuh Name dari belakang. Dia tidak bisa melihat istrinya duduk diam seperti ini, dia tidak bisa.

Tapi, dia terkejut saat Name berbalik dan membalas pelukannya dengan erat, dia mendengar isak tangis Name yang masuk ke gendang telinganya. Hatinya tercabik-cabik atau lebih dari itu. Jiwanya terasa melayang di udara ketika dia merasakan tubuh istrinya gemetar didalam pelukannya.

"Syukurlah, kamu baik-baik saja. Aku sangat mengkhawatirkanmu."

Hiori semakin tercengang mendengar perkataan istrinya, dia pikir, Name akan marah atau memukul wajahnya. Tapi, tidak. Name tidak melakukan itu, dia justru mengkhawatirkan kondisi suaminya daripada kondisinya sendiri. Dia tidak tahu harus berkata apa, tangisan Hiori semakin pecah, ketika dia memeluk tubuh Name dengan sangat erat.

Dia memberikan ciuman kecil di pipi, rahang, leher dan tulang selangkanya. Hiori sangat mencintai istrinya, bahkan setelah dia mengalami mimpi buruk seperti itu, dia lebih, lebih dan lebih mencintainya.

Lalu, dia melepaskan pelukannya dan menangkup kedua pipi Name. Tatapan mata Hiori dipenuhi dengan kebahagiaan dan kelembutan yang sangat besar kepada istrinya.

"Aku akan menjagamu dan juga buah hati kecil kita, sayang."

Hiori mengecup bibirnya dengan lembut dan penuh kasih sayang, kedua ibu jarinya mengusap pipi Name yang basah karena air mata yang masih mengalir di pipinya yang chubby.

Entah sudah berapa kali dia kehilangan kendalinya sendiri, dan dia pikir, Name akan meninggalkannya sendirian, sama seperti kedua orang tuanya. Tapi, kali ini berbeda. Name masih berada di sisinya, bahkan setelah dia mengandung buah hati kecil mereka berdua. Sungguh, dia tidak menyangka jika dewa begitu memberkati hidupnya dengan istri sebaik, selembut dan semanis Name.

"Sayangku, kita akan selalu bersama selamanya. Ini bukan janji manisku untukmu. Tapi, ini adalah keputusan dan tekadku untuk mempertahankan hubungan kita. Alam semestaku berputar hanya pada dirimu saja, selebihnya hanya ada para binatang tidak berguna."

Keduanya tertawa bahagia, tapi mata mereka masih basah karena air mata yang terus keluar tanpa henti. Tanpa mereka berdua sadari, ketiga teman Hiori mendengar perkataan teman mereka yang cukup panas di telinga mereka. Bahkan, mereka bertiga secara bersamaan mengatakan hal yang sama.

"Manusia hanyalah binatang bagi Hiori Yo, pengecualian untuk istrinya."

One-shoot AU - Blue lock x Fem! Reader.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang