EMPAT BELAS

12.2K 546 24
                                    

👒👒👒





Di sebuah apartemen seseorang tengah melihat layar ponsel-nya—terlihat sedang memantau gadis kesayangannya. Dengan kaki naik ke atas meja, yang mengarah ke jendela apartemen lantai 20. Pemandangan malam dihingar bingar kota ini sungguh memanjakan mata dengan sederet gedung pencakar langit.

"Sekarang tingkah kamu aneh Sayang, semua orang selalu mengeluh padaku atas semuanya, sikapmu ini keturunan siapa, heh?" ucapnya seraya terkekeh melihat gelagat Fifi di kamar melalui gawai yang ia genggam.

"Hm, kamu semakin menarik Sayang serasa aku ingin mendekapmu kembali ke genggamanku." Ia mencengkram ponsel-nya di tangan karena gemas dengan gadisnya.

Mata tajam itu terus memperhatikan pergerakan setiap inci gadisnya tanpa terkecuali. Sepertinya gadisnya ingin tidur karena ini sudah melewati jam malamnya.

Dia langsung bangun beranjak dari sana, berjalan ke arah nakas meraih kunci mobil melangkah keluar apartemennya. Setelah dia sampai di lift, dia menghubungi seseorang terlebih dahulu. Setelah selesai dengan urusan mendesak di telepon, dia langsung berjalan menuju mobil kesayangannya, ia mengemudikan mobil itu ke sebuah tempat tujuan yang akhir-akhir ini jarang sekali dipijaki kembali.

Suara derap kaki bergema di sebuah ruangan pada malam hari, sepi semua penghuni di sini sudah terlelap. Ia melangkahkan kakinya menuju gadis kesayangannya, walaupun sering bertemu ternyata dia sudah merindukannya saja, ketika sudah di depan kamar putih gading ia langsung membukanya. Yang terlihat hanya kamar gelap dengan minim pencahayaan dari lampu tidur, terlihat siluet yang sangat ia kenali tengah meringkuk, kakinya merajut langkah menuju tempat tidur sang gadis. Kedua sudut bibirnya tertarik lembut, bertapa kerinduan terpancar di matanya.

Dia mendudukan dirinya di samping gadis yang tengah terlelap pulas.

"Apa aku harus membunuhmu sekarang juga?" Pemuda itu mengelus surai calon istrinya yang tengah tertidur lelap, rambut bergelombang yang dibiarkan tergerai indah.

Perubahan di sorot matanya, terpancar kekhawatiran mendalam. Ucapannya tadi tidak sepenuhnya benar, masih banyak hal yang mengganjal. "Sabar, ya, kita tunggu waktunya, aku akan mendekapmu kembali, kamu terlalu nakal dibiarkan begitu saja cantik."

Dia memandang dari dekat kulit yang bersih dan lembut, dia mengelus lengan gadisnya dengan satu jari menjalar hingga ke atas, suara lenguhan terdengar sepertinya gadisnya sedikit terusik.

Tangan besar itu menyentuh bibir gadisnya menekan hingga kukunya menggores kulit bibir Fifi. Seperti ada pergerakan dari Fifi, pemuda itu menjauhkan jarinya dari haluan Fifi.

"Oh, Sayang aku sungguh cemburu, sampai kapan kita seperti ini terus? Kamu berbicara dengan lelaki lain selain diriku, ini sangat menyiksa."

Ingin rasanya ia membawa gadis itu pergi dari sini, tetapi hanya di sini tempat yang aman untuk dirinya berlindung. Tangannya mengepal marah mengingat hal itu, dia memilih beranjak dari tempat tidur gadisnya sebelum itu dia membungkuk memandang sejenak, lalu mencium kening gadisnya lama.

"Sikapmu tolong jangan berlebihan, aku kesulitan di sini melihat itu semua."

Hidung lancip itu beradu dengan ujung hidung Fifi, dia sempat menempelkan keningnya rasanya berat meninggalkan gadisnya sekarang.

Dia menghela nafas pelan, lalu beranjak dari sana memilih pergi meninggalkan kamar itu menuju tempat lain.

Langkahnya kembali menyisiri rumah ini ke sebuah ruangan rahasia. Kakinya menapaki perpustakaan di dalam rumah, lalu menyentuh satu buku yang berfungsi untuk membuka ruangan tersembunyi itu. Ketika pintu itu terbuka, terlihat para temannya sudah berkumpul bahkan sepupunya pun sudah berada di sana.

Tunanganku? Oh, bukan! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang