TIGAPULUH EMPAT

6.4K 347 32
                                    

🎠🎠🎠


Selamat membaca🎢
——————————————-

Semenjak kejadian peresmian perkenalan El kepada publik. Entah kenapa sifatnya berubah 180 derajat menjadi manja terhadapnya, seperti sekarang pinggang Fifi pegal sekali didekap terus oleh El.

Sekarang mereka berdua kembali ke sekolah. Padahal tinggal menunggu kelulusan, tetapi mereka tetap wajib masuk untuk memilih jenjang selanjutnya. Belum lagi dengan perdebatan tadi pagi setelah El melihat penampilan barunya. Tanda baru di pipi dan kakinya karena berjalan tertatih. El benar-benar overprotektif kepada Fifi, sungguh membuatnya jengkel.

"El berat," rengek Fifi menepuk lengan El di pinggangnya. Dengan bibir mencebik ke arah El.

El menoleh melipat bibirnya, merasakan gelenyar hangat yang menyebar dari dada. Mendengar Fifi merengek bagaikan mimpi bagi El, Fifi dulu bahkan tidak akan mengeluarkan sifat itu kepadanya kecuali ke Bara.

El mengangguk pelan, perlahan tangannya melepas pinggang Fifi walaupun tidak ikhlas, tetapi dia tidak tega dengan Fifi yang merengek.

"Kenapa mesti kayak gitu." El mencolek bibir bawah Fifi, dengan menahan senyum.

"Apa," jawabnya.

"Jangan cemberut terus, aku ga kuat."

"Dih, aku," cibir Fifi sembari tubuhnya menjauh lebih memilih bersandar ke dinding.

El dahinya mengerut samar. "Kenapa, ga boleh?"

"Gak, lo gue aja!" protes Fifi.

"Ga mau! Kamu harus terbiasa mulai sekarang, tunanganku." El menyeringai seraya mencondongkan wajahnya ke Fifi.

Tanpa sadar Fifi sibuk mengagumi pahatan indah di depannya, yang paling indah dari dirinya adalah mata amber-nya yang mempesona, sangat sayang jika tidak ditatap sebentar, dia terdiam sambil menerka-nerka. El ini manusia atau bukan, walau ini dunia fiksi ketampanannya tidak manusiawi bagi dirinya saat ini.

Tangan besar El terulur mengelus pipi Fifi yang merona tanpa sebab.

"Kenapa natap sampai segitunya, Sayang?" tanya El, dia sangat tahu betul Fifi tengah memperhatikan dirinya tanpa berkedip.

"Ya?" jawabnya sambil berkedip lambat. Kemudian Fifi langsung menggeleng cepat, memang pesona tokoh di sini bukan main, dia hampir saja terlena kembali.

"El mau pulang, kenapa mesti sekolah, sih? Kan harusnya tinggal nunggu pengumuman aja," racaunya mengadu, asli Fifi hanya ingin tidur siang lebih lama, kenapa libur cepat sekali.

Tangan El menggenggam jemari Fifi dan membawanya ke hadapannya. "Bolos, yuk? Kita ke tempat yang kamu mau aja, dari pada di sini kamu bosan." El membawa jemari Fifi menyentuh bibirnya yang tebal dan kenyal.

Fifi membeku dengan tatapan El dan tingkahnya sekarang.

"Sial! Kalau kayak gini terus, yang ada setan gue lama-lama keluar, El manis banget."

Fifi memekik dalam hati menahan setan dalam dirinya agar tidak keluar.

Fifi cepat-cepat menarik tangannya. Terlihat raut wajah tidak terima dari El.

"A--ayo, cepet," gugupnya sambil menggapai tas sekolah, lalu berdiri begitu saja.

El mengikuti Fifi beranjak dari bangku melampirkan tasnya di bahu. Satu tangannya meraih jemari Fifi menggenggamnya erat.

Fifi menunduk melihat jarinya yang digenggam kuat El, dia membawa Fifi berjalan keluar kelas begitu saja.

Hingga sampailah mereka berdua di depan motor El. Dia dengan sigap langsung melepaskan jaketnya, melilitkan langsung di pinggang Fifi tanpa bertanya terlebih dahulu. Fifi yang diperlakukan seperti itu hanya mampu menahan nafasnya, aroma maskulin menembus indra penciuman. Mungkin kalau ada yang lihat dari arah belakang mereka seperti sedang berpelukan.

Tunanganku? Oh, bukan! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang