EMPATPULUH EMPAT

7.4K 408 58
                                    

🫙🫙🫙

Kilas balik setelah El mengetahui Fifi bukan gadis yang sangat ia cintai dan perjuangkan.

Setelah kepergian Fifi dari apartemennya El sangat menyesal melukai tubuh gadisnya. Mau bagaimanapun itu tetap tubuh Fifi.

El menatap gusar ke segala arah, apa ini alasanya yang benar, dia tidak mau percaya dengan dongeng yang diceritakan Fifi palsu tadi. Akan tetapi, semua mengara kepada pembenaran yang dibeberkan Fifi. Semuanya telah berubah, dari gaya jalan, tatapannya yang sangat El tahu. Fifi sekarang jauh terlihat gembira daripada Fifi yang terdahulu. Satu hal terpenting—Fifi sekarang tidak lagi melihat Bara, yang sangat ia benci karena Fifi hanya mencintai pemuda itu saja.

Kepalanya terkulai di sandaran sofa, dengan satu tangan menutup matanya.

"Ini sungguh berat untuk aku menerima semua kenyataan ini, Fi."

Ada rasa tertipu di benak El, tetapi ada rasa bahagia di satu sisi, karena melihat Fifi selalu terang-terangan menolak kehadiran Bara yang tidak pernah El bayangkan. Entah dia kecewa karena hal apa.

Apa El harus memulai hal yang baru dengan jiwa Fifi yang sekarang, memang dia jauh lebih menyenangkan dengan tingkah aneh yang selalu membuat semua orang geleng kepala. Tanpa sadar kedua sudut bibir El tertarik ke atas.

Namun, dalam sekejap El memukul sofa dengan apa yang ada di pikirannya. Mau dia Fifi baru lebih menyenangkan, Fifi lamalah tetap pemenangnya. Itu yang ada di pikirannya saat itu.

"Pantas saja kamu sering tertangkap basah melihat arah CCTV yang aku sembunyikan, Fifi."

Hari semakin berlalu, El sangat uring-uringan tidak mendapatkan kabar dari Fifi. Dia selalu mengecek layar ponsel-nya, apa kemarin dia sangat keterlaluan.

"Ck, lo ada masalah, ya, sama sepupu gue?" tanya Ael yang tengah bermain game online di sofa seberang, tanpa melihat Ael sudah tahu El tengah gelisah, dia terus menghela nafas gusar sejak kemarin.

"Gak!" sahut El cepat.

"Halah, lo kalau gak mau sama dia lagi bilang sama gue El, biar Fifi sama gue aja," sambung Fikri yang duduk di samping Ael.

Tahu-tahu sebuah pisau melayang tepat di samping telinga Fikri. Membuat Fikri dan Ael memilih menatap ke depan.

El tengah membidik mereka dengan mata yang mengerikan.

"Jangan harap!" El langsung beranjak pergi dari sana.

Al yang berpapasan di depan pintu dengan El tidak berani bertanya karena wajah keruh kembarannya.

Al berjalan menghampiri mereka yang masih di dalam.

"Kenapa dia? Mukanya keruh banget," ucap Al yang berdiri di dekat Fikri.

"Gak tau, lagi berantem kali sama Fifi, aneh banget segala lempar pisaulah ke arah gue, emang sinting punya sepupu," celoteh Fikri sambil mencabut pisau yang tadi hampir mengenai telinganya.

Al memilih menatap kepergian El yang sudah menghilang di balik pintu.

"Fifi juga aneh, di rumah kalau gak ditanya diam aja, biasanya ngoceh terus," timpal Ael matanya fokus ke layar ponsel, membuat Al dan Fikri menatapnya tanpa berkomentar.

-

"Kenapa Ayah sama Kakek panggil aku ke sini?" tanya El yang duduk di singgasana ruang bawah tanah—tempat mereka sering eksekusi.

"Deketin Mia sekarang juga," titah Kakek sambil mematik rokok di tangannya.

El mengangkat satu alisnya, tidak mengerti maksud dari kakeknya.

Tunanganku? Oh, bukan! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang