TIGAPULUH DELAPAN

5.8K 343 18
                                    

🔮🔮🔮

Hari yang selalu ia nanti sudah tiba, malam ini Fifi tengah dirias untuk datang ke acara prom night di sekolahnya. Jantung Fifi berdegup jauh lebih kencang, bukan karena acaranya, tetapi apa yang akan terjadi nanti di depan. Akankah dia langsung mati di tempat atau hal lain yang tidak pernah terduga telah menanti.

Fifi rasanya tidak ingin datang ke acara itu, dia takut, tetapi tidak bisa berbuat apapun selain mengikuti alur cerita ini.

"Sudah siap, cantik sekali Anda, Nona," ungkap penata rias.

"Terima kasih," balas seadanya.

Penata rias itu meninggalkan Fifi sendiri yang tengah termenung menatap kaca, yang terpantul wajah cantiknya. Malam ini Fifi sangat anggun dan casual, dia tidak mau berpakaian mengganggu jalannya nanti.

Mood-nya sekarang benar-benar hancur, tetapi harus seolah tidak terjadi apapun.

"Ci tolong lihat, ya, siapa yang bakal bunuh gue, akhir-akhir ini, kok, lo jarang muncul lagi, ya? Apa ajal gue juga sudah dekat semoga aja takdir gue balik ke dunia asal, ya, Ci gue mohon dengan sangat."

"Tidak mau berlama-lama di sini walau terlihat enak, yang lebih menyenangkan itu tinggal di tempat kita seharusnya, ini bukan tempat gue ini milik orang lain."

Sebelum beranjak dari tempat, Fifi menghela nafas panjang terlebih dahulu. Entah nanti malam dia bisa balik ke rumah ini dengan tubuh yang utuh atau tidak.

Belum apa-apa Fifi sudah merasa merinding, mengingat adegan dalam novel nasib Fifi tubuh yang ia tempati ini. Dia takut bertemu Bara dan Al.

"Mama," panggil Fifi ketika sudah di tangga melihat mamanya tengah bermesraan dengan Papa di sofa.

Mama menoleh langsung bangun. "Anak Mama cantik sekali," puji Mama sambil mendorong suaminya menjauh.

"Mama!" rengek Papa.

Fifi tersenyum haru melihat keharmonisan keluarga ini. Apa nanti dia akan rindu keluarga ini? Harusnya tidak kan? Fifi selama di sini ternyata terlena dengan semua kebaikan para tokoh figuran di novel.

Fifi berjalan ke Mama dan memeluknya erat.

"Eh segala meluk, Pah liat Pah dompet Mama isinya berkurang gak?" ledek Mama sambil mencolek suaminya di samping.

"Mama!" rengek Fifi melepaskan pelukannya, sambil mengentakkan kaki kesal.

Tawa Mama dan Papa mengudara, Fifi hanya menatap nanar semua itu. Kapan lagi ya dia akan mendapatkan hal ini kembali.

"Kamu sih aneh tiba-tiba meluk Mama gini ada apa sih Fi, kayak mau pergi jauh aja,"

"Tau anak Papa biasanya kalau pergi main pergi aja, sekarang segala adegan peluk-pelukan, Mama tuh punya Papa tau!" Papa di samping langsung memeluk Mama.

"Dih, udah tua juga bukan inget umur," cibir Fifi.

"Apa kamu bilang!" Mata Mama melotot menatap Fifi di depan.

"Maksud aku Papa kok Mah, Mama mah udah pasti masih muda, beda dengan." Fifi menggesturkan dagunya ke arah Papa.

"Dengan apa, ha! Kenapa ga dilanjut," sembur Papa.

"Dengan papaku yang paling tampan," kilahnya takut disembur Papa.

"Kamu ini, sana berangkat, hus." Papa menggesturkan tangannya seperti mengusir hewan.

"Iya, iya, tau deh yang masih mau pacaran," ucap Fifi sambil menarik pergelangan tangan Mama dan Papa mencium punggung tangan mereka dengan takzim.

-

Tunanganku? Oh, bukan! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang