DUAPULUH DELAPAN

6.3K 344 32
                                    

🐾🐾🐾



Sekarang sudah malam, Fifi tengah menunggu kedua orang tuanya pulang ke rumah. Dia sekarang sedang gelisah tidak ada kemungkinan dia akan mati sebentar lagi. Hari semakin berlalu, kematian sudah semakin dekat, bukti kenapa dia masuk rumah sakit ia belum menemukan apa pun.

Tiba-tiba saja pintu depan rumah Fifi terbuka, ia yang sedang duduk di sofa langsung bangun dengan senyum tercetak jelas di wajahnya.

"Lho kamu, kok, belum tidur, sih, Fi?"

"Aku nunggu kalian," ungkap Fifi sambil berjalan ke depan, tangannya langsung menggandeng lengan Mama ke sisinya.

"Papa malam ini Mama aku pinjam, ya, aku kangen udah lama ga tidur sama Mama." Dia meminta izin ke papanya.

Raut wajah Papa seketika berubah. "Ga boleh! Enak aja dipinjam, bayar!" Papa menadahkan tangannya ke wajah Fifi.

Mama yang di tengah antara mereka gemas sendiri. Lengan Papa dicubit Mama kencang, Papa meringis atas perbuatan istrinya.

"Bayar matamu, Mas!" sembur Mama sambil melepaskan capitan mautnya.

Fifi meringis melihat Papa kesakitan. "Ayo Mah kita udah lama lho, ga tidur barengkan?" Ia mengajak Mama sekali lagi.

Mama tersenyum ide bagus juga, dia menepuk lengan Fifi pertanda setuju.
"Yaudah ayo Fi, Mama juga kangen tidur sama anak Mama satu-satunya." Tangannya mengelus wajah putrinya.

"Terus Papa gimana?" Sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Tidur sendiri." Fifi menjulurkan lidahnya ke arah Papa.

Ia mendengus. "Sayang jangan tidur sama anak itu! Tidur sama aku aja, ya." Papa menunjuk Fifi kemudian menarik paksa tangan istrinya satu lagi.

Mama kesal menoleh dengan cepat ke samping. "Anak itu! Dia anak kita, Mas." Mama melepaskan pautan tangan Papa. "Ayo Fi kita tidur Mama udah capek banget ini." Dia berbicara sambil menguap.

"Haha, Papa kalah aku menang. Ayo Mah cepet keburu Papa ngamuk." Fifi menarik lengan Mama begitu saja, meninggalkan papanya dengan wajah cemberut di tempat.

~

Sesudah masuk kamar, Fifi teringat ada sesuatu yang kurang. Mama yang sedang berjalan ke arah kasur pun terhenti dengan panggilan Fifi, berbalik menunggu ucapan Fifi.

"Kakek ke mana, Mah? Kok, gak pulang bareng kalian?"

"Kakek ada urusan mendesak, paling tengah malam baru pulang." Mama memilih melangkah ke arah kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya sehabis dari luar.

Fifi hanya menatap punggung Mama yang menghilang dari balik dinding kamar mandi. Ia berjalan merebahkan tubuhnya di kasur sambil menunggu Mama.

Ketika pintu kamar mandi terbuka terpampanglah mamanya.

"Fi kamu tumben lho ngajakin Mama tidur bareng, biasanya juga paling anti dekat-dekat Mama karena kamu udah besar." Mama berjalan mendekat merebahkan tubuhnya di samping Fifi berada.

"Aku lagi ingin manja-manja sama Mama." Fifi merentangkan tangannya ke samping menenggelamkan wajahnya di pelukan sang mama.

"Haha, uang bulanan kamu habis, ya, Mama jadi curiga."

Wajah Fifi mendongak sambil menggembungkan pipinya. "Mama! Tau aja duit aku udah habis, minta duit Mah." Tangannya menadah tanpa malu.

Mama menepak tangan Fifi, memilih menyandarkan tubuhnya ke headboard. "Anak Mama lagi kenapa? Ada masalah? Sifat kamu akhir-akhir ini berbeda Fi," ucapnya sambil mengelus pucuk kepala anaknya.

Tunanganku? Oh, bukan! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang