.
.
.
.
.Nayeon baru saja memasuki warung kecil tempat ibunya berdagang, mereka memang memiliki usaha kecil-kecilan yang berada di pusat kota. Dirinya bahkan terkadang membantu sang ibu jika ada waktu luang seperti sekarang ini.
"Bu! Ibu" pekiknya memanggil wanita yang sudah melahirkannya ke dunia ini.
"Di sini, nak" balasnya dari arah belakang.
Segera Nayeon melangkahkan kakinya ke belakang dimana sang ibu berada, ia mengulas senyum tipis lalu memeluk tubuh yang sudah ringkih itu.
"Kenapa kemari? Kamu tidak ada pr, Nay?" Tanyanya mengusap lembut lengan Nayeon yang melingkari perutnya.
Nayeon menggeleng. "Hari ini Naya gak ada kegiatan, Bu. Makanya Naya ke sini mau bantu ibu" ujarnya menatap lekat wajah keriput itu.
Ajeng--ibu Nayeon tersenyum manis mengusap lembut pipi chubby sang anak. "Gak perlu. Kebetulan di sini juga ada pegawai baru yang membantu ibu"
"Pegawai baru?" Alis Nayeon menukik sempurna. "Kenapa ibu mencari pegawai baru lagi? Lebih baik kita gunakan ke yang lebih bermanfaat, soal membantu kan ada Naya"tuturnya terdengar nada tidak suka di dalamnya.
"Tapi kasihan, nak. Dia harus membiayai sekolahnya sendiri" ujar Ajeng merasa tidak enak.
"Emang kemana orang tuanya? Kok bisa sih?" Tanya Nayeon heran.
Ajeng terkekeh. "Gak semua anak seberuntung kamu, nak. Bahkan banyak anak di luaran sana yang kurang mampu lebih dari kita, meskipun kita gak kaya tapi kita berkecukupan. Makan saja setiap harinya enak, sedangkan anak di luar sana? Mereka harus bekerja hanya untuk mengisi perut mereka sendiri. Jadi kamu harus bersyukur untuk hidup mu, nak" jelas Ajeng menatap lembut anak semata wayangnya itu.
Nayeon menunduk merasa tidak enak hati sudah berkata demikian, ucapan sang ibu ada benarnya. Dia sekarang hidup berkecukupan, bisa makan enak, tidur nyenyak, bahkan tidak perlu mengkhawatirkan biaya sekolah meski lewat beasiswa. Tapi ia benar-benar mensyukuri itu semua, terlebih memiliki ibu yang sabar dan begitu penyayang dirinya.
"Maaf" cicitnya.
"Gak perlu minta maaf, kamu gak salah"
Nayeon tersenyum menampilkan gigi kelincinya. "Kalo gitu Naya mau bantu pegawai baru ibu aja, lagian Naya juga bosen kalo harus di rumah terus" ujarnya mengempoutkan bibirnya lucu.
"Ya sudah, ibu gak bisa memaksakan?"
Nayeon terkekeh. "Naya ke belakang dulu ya, bu"
Ajeng mengangguk lalu melanjutkan kembali pekerjaannya, meski warung itu kecil Ajeng memiliki tiga pegawai termasuk pegawai baru untuk membantunya.
Nayeon pun ke samping warung untuk membantu pegawai baru itu yang ditugaskan mencuci piring, ia melihat seorang gadis yang mungkin umurnya tidak jauh berbeda. Dalam hati berdecak kagum karena rela banting tulang untuk biaya sekolah dan hidupnya.
"Mbak, sini biar saya bantu" sahut Nayeon berjongkok di samping gadis itu.
"Eh? Gak perlu. Saya bis-Lu?!" Pekiknya terkejut ketika melihat wajah Nayeon di sampingnya.
"Joy?" Nayeon tak kalah terkejut. "Sejak kapan lu jadi pencuci piring kayak gini?" Ujarnya bertanya-tanya.
"Berisik! E-emangnya salah hah? Lagian gak ngerugiin lu juga. Gue kayak gini cuman......cuman ngisi waktu kosong aja" elak Joy dengan manik yang bergulir ke sana-sini.
Nayeon mengerutkan keningnya. "Waktu kosong? Yang bener aja, gue tau lu kayak gimana. Ya kali ngisi waktu kosong jadi pencuci piring, gak banget buat lu yang sosialitanya tinggi" cibirnya tersenyum mengejek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, I'm Dahyun
RandomYes, gue Dahyun. Gue anatagonis dalam cerita gue sendiri, menarik bukan? [Karya pertama] Star = 1.04.2023 End = -