6. Video Call

1.4K 93 11
                                    

Gadis berparas cantik dengan darah campuran Indonesia dan India itu tampak geram, menahan amarah yang menggelegak di dalam dirinya. Cinta pertamanya, lelaki yang selama ini ia kagumi, justru menikah dengan perempuan lain. Lama ia memendam rasa, berharap suatu hari lelaki itu menyadarinya. Namun, tak ada satu pun tanggapan yang ia dapat. Kini, dengan kekecewaan yang mendalam, ia mendengar kabar bahwa lelaki itu, Mehan, telah kembali ke tanah air. Kebahagiaannya tergantikan oleh kesedihan yang mengoyak hatinya.

“Seharusnya bukan Zeya yang mendampingimu, Mehan!” geramnya, matanya berkilat penuh kebencian.

Siang itu, Kiya—nama gadis itu—sudah berencana untuk bertemu Zeya di kampus. Zeya, istri Mehan, sedang menyelesaikan pendidikannya di sana, sementara suaminya tengah dikarantina menjelang pertandingan besar. Rasa ingin tahu, cemburu, dan dendam bercampur dalam hati Kiya.

"Zeya Salshabilla Ellena?" panggilnya saat melihat sosok Zeya duduk di salah satu kafe kampus, tampak asyik menikmati segelas jus alpukat. Mendengar namanya disebut, Zeya menoleh, wajahnya menunjukkan kebingungan saat ia melihat gadis asing yang berdiri di hadapannya.

“Kiya Elfreda Lakuna,” gadis itu memperkenalkan diri, mengulurkan tangannya dengan senyum yang sulit diartikan.

"Oh, iya," jawab Zeya sambil menerima uluran tangan itu. Tatapannya masih penuh tanda tanya.

Kiya melirik berkas-berkas di meja. "Mahasiswa semester akhir, ya?" tanyanya dengan nada ringan.

Zeya mengangguk dan tersenyum ramah. “Iya, Kak.”

“Aku kenal Mehan. Kita pernah satu sekolah dulu,” lanjut Kiya tanpa basa-basi. “Lo istrinya, kan?”

Zeya tertawa kecil. “Iya, Kak. Tapi Mas Mehan nggak pernah cerita kalau punya teman secantik Kakak. Senang bisa kenal,” jawabnya, berusaha tetap sopan.

Kiya tersenyum sinis, tatapannya berubah dingin. "Gue follow Instagram lo, tahu nggak? Tapi kayaknya lo belum follback, ya? Sok artis banget sih, istri Mehan," ejeknya dengan nada yang sengaja dipertegas.

Zeya mengerutkan kening, merasa sedikit tidak nyaman. “Oh, maaf, Kak. Gue nggak maksud begitu. Setelah nikah, followers gue jadi banyak banget, jadi belum sempat lihat siapa aja yang follow. Nanti gue follback, ya.”

Kiya mendengus. “Yaelah, sok sibuk banget. Eh, gue juga perhatiin, lo nggak pernah post foto bareng Mehan. Masa foto suami lo sendiri cuma dua di feed lo. Kasihan Mehan, cinta sendirian.”

Zeya menelan ludah, berusaha menenangkan dirinya. Namun, ia merasa perlu menjawab tuduhan itu. "Gue emang jarang post foto bareng Mas Mehan karena hubungan kami bukan untuk konsumsi publik, Kak," jawabnya dengan nada tegas namun tetap sopan. "Gue nggak masalah kalau dihujat orang, tapi gue nggak terima kalau suami gue yang kena. Gue lebih memilih hubungan kami tetap private daripada harus lihat Mas Mehan diserang haters hanya gara-gara gue posting."

Ucapan itu membuat Kiya kesal. Ia tidak menyangka Zeya akan membalas dengan sikap seberani itu.

“Postingan di sosial media bukan tolak ukur cinta, Kak. Orang lain gak perlu tahu soal hubungan kami, yang penting kami berdua saling ngerti dan bahagia. Gue permisi dulu, ya,” ucap Zeya seraya berdiri dan mengemasi barang-barangnya, meninggalkan Kiya yang masih diliputi amarah dan kekesalan.

"Sial! Gue nggak nyangka istrinya Mehan berani lawan gue," gumam Kiya geram, tatapannya mengikuti kepergian Zeya dengan penuh kebencian.

***
Selepas pertemuan dengan Kiya, Zeya merasa perlu meluapkan emosinya kepada sahabat terdekatnya, Lula. Mereka bertemu di sebuah kafe dekat kampus, tempat biasa mereka menghabiskan waktu bersama. Zeya menjatuhkan tasnya di kursi dengan kasar sebelum duduk dan mulai bercerita penuh emosi.

“Lul, lo tau nggak tadi gue ketemu sama Kiya, temennya Mas Mehan. Dia nyindir gue habis-habisan, bilang gue sok ngartis gara-gara nggak follback akun Instagram-nya!” keluh Zeya, suaranya sarat dengan kemarahan.

Lula menyipitkan mata. “Serius? Terus dia bilang apa lagi?”

“Dia bilang gue cuma dua kali post foto sama Mas Mehan, terus dia bilang Mehan cinta sendirian. Kesel banget gue, Lul!” Zeya menggerutu, hatinya masih panas.

Lula mendengarkan dengan penuh perhatian, lalu bertanya, “Terus lo jawab apa?”

“Gue bilang, cinta gue sama Mas Mehan nggak perlu dipamerin di sosial media. Udah cukup kami berdua yang tahu, nggak perlu diakui orang lain,” jawab Zeya dengan tegas.

Lula tersenyum menenangkan. "Bener banget, Zeya. Nggak semua hal harus dipost di medsos. Lagian, bahagia itu diciptakan masing-masing. Jadi, jangan, peduli sama pendapat orang lain yang negatif."

Zeya menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. "Iya, Lul, tapi kadang berat juga kalau ada orang yang ngejudge tanpa tahu apa yang sebenarnya kita rasain."

Lula menepuk pundak Zeya dengan lembut. “Nggak usah dipikirin, Zeya. Yang penting lo sama Bang Mehan bahagia, itu yang paling penting.”

Zeya tersenyum kecil, merasa lega dengan dukungan sahabatnya. "Thanks, Lula. Lo emang selalu bikin hati gue tenang."

***
Di tempat lain, Mehan sedang bersiap untuk pertandingan penting. Sambil mengenakan jersey timnas, ia membuka ponselnya dan segera menghubungi Zeya melalui video call. Tak lama kemudian, wajah Zeya muncul di layar, menyambut Mehan dengan senyum hangat.

“Hey, sayang. Mas lagi di kamar hotel, persiapan buat pertandingan besok. Makasih udah support mas terus,” kata Mehan dengan senyum penuh cinta.

Zeya membalas senyumannya. “Tentu aja, suamiku! Kamu jaga kesehatan ya, jangan lupa makan dan istirahat cukup.”

Mereka terus berbincang, saling berbagi cerita meskipun hanya melalui layar. Walaupun terpisah jarak, komunikasi mereka tetap erat. Zeya menceritakan pertemuannya dengan Kiya, dan bagaimana ia membela hubungannya dengan Mehan dari orang-orang yang meragukan cinta mereka. Mehan mendengarkan dengan penuh perhatian, lalu tertawa kecil.

“Kamu hebat, sayang. Mas bangga sama kamu. Kamu bener-bener ngertiin mas.”

“Ya tentu dong, suamiku. Apapun yang terjadi, aku akan selalu di samping kamu,” balas Zeya dengan penuh keyakinan.

Dan meskipun terpisah oleh jarak dan kesibukan, cinta mereka tetap tumbuh dan semakin kuat, seperti pohon yang akarnya tertanam kokoh di tanah. Di setiap momen kecil yang mereka bagi, Mehan dan Zeya selalu saling menguatkan, menjalani kehidupan mereka dengan penuh cinta, meski tak selalu terlihat oleh dunia.

Brosur Jodoh (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang