10. Pertengkaran

883 74 114
                                    


Zeya memilih untuk bersabar, meskipun Mehan masih terus berlama-lama di dalam toilet bahkan setelah tiga puluh menit berlalu. Walaupun menantikan Mehan memakan waktu yang cukup lama, Zeya tetap bertahan dengan penuh kesabaran menunggu suaminya meskipun isi kepalanya begitu berisik.

Sementara itu, Mehan telah menghabiskan waktu yang cukup lama hanya dengan duduk di kloset. Ia menghadap layar ponselnya yang terang, memperhatikan setiap kata yang muncul di layar WhatsApp, dengan sibuk merespons pesan-pesan yang datang dari Kiya.

Kiya :
[Maleo juga jarang ke kampus. Dia juga mahasiswa akhir seperti Zeya, Mehan. Jadi, wajar susah buat temuin dia.]

Mehan menghela napas dalam-dalam, merenungkan setiap langkah yang telah dilakukannya dalam upaya untuk menemukan keberadaan Maleo, tetapi belum juga berhasil memperoleh informasi yang memadai tentang lelaki yang katanya menjadi kekasih istrinya.

Meskipun telah menyelidiki dengan teliti dan berusaha keras, rasa frustasi semakin menguat saat ia terperangkap dalam kebuntuan informasi. Ketika pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban terus menghantuinya, Mehan merasa semakin terombang-ambing dalam lautan ketidakpastian yang mengganggu ketenangannya.

Mehan :
[Terus aku harus gimana, Kiy? Sumpah, aku bingung harus bersikap gimana sama Zeya sekarang.]

[Aku benar-benar nggak tega bersikap secuek itu sama istriku, tapi ini semua terlalu mendadak. Membuat aku bingung dalam mengambil sikap Lo sepenuhnya percaya padanya.

Kiya :
[Aku nggak mau kamu sakit hati, jadi aku kasih tau faktanya lebih cepat.]

[Bagaimana pun kita udah berteman dengan lama, Han udah kewajiban aku untuk ngingatkan kamu.]

Mehan :
[Aku nggak tahu gimana jadinya kalau aku udah menikah lama sama Zeya, tapi nggak tahu kalau dia punya pacar. Aku bisa aja hancur.]

Kiya :
[Nggak, Mehan. Ada aku, aku selalu siap jadi tempat kamu cerita. Kamu pantas dapat yang lebih baik dari dia.]

[Udah waktunya kamu mengetahui fakta tentang istri kamu, Han. Kamu tenang aja, ya kamu nggak sendirian.]

"Mas!"

"Ngapain sih di dalam lama banget, aku udah laper, Mas!" teriak Zeya lalu mengetuk pintu kamar mandi itu berulang kali

"Mas Mehan!"

Mehan tersentak mendengar ketukan yang keras pada pintu kamar mandi dari luar, gelombang kepanikan melanda dirinya. Dalam sekejap, ia bergegas menutup aplikasi chatting yang sedang dibuka.

"Sebentar. Belum selesai!" sahut Mehan secepat mungkin.

"Mas, keburu malam nanti!" desak Zeya. Ia sudah lapar sejak tadi tapi justru Mehan berlama-lama di kamar mandi.

"Iya, aku tahu. Kamu sabar dong!" sahut Mehan berteriak.

Setelah beberapa detik menunggu dengan hati yang dipenuhi rasa kesal, Zeya akhirnya melihat sosok Mehan muncul di balik pintu. Mehan hanya melihat istrinya sekilas lalu berjalan dekat nakas mengambil dompetnya.

"Ayo, katanya mau makan nasi goreng seafood. Ngapain masih bengong di sana." Mehan lebih dulu keluar membuat Zeya menghela napas panjang melihat sikap suaminya tersebut.

Zeya segera melangkah cepat menyusul Mehan, keduanya sengaja memilih motor tua sebagai kendaraan untuk mencari tempat makan kaki lima andalan.

"Makan di mana enaknya, ya, Mas?" tanya Zeya meminta pendapat dari sang suami.

"Terserah kamu aja." Mehan menjawab seadanya.

"Kok terserah aku, Mas? Aku ngikut aja kok di mana tempatnya asal sama kamu."

Brosur Jodoh (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang