19. Hamil

1.2K 73 156
                                    


Tidak terasa telah beberapa bulan berlalu sejak Zeya dinyatakan lulus ujian skripsi. Hari ini Zeya akan datang untuk di wisuda. Mehan akan mendampingi istrinya di hari wisuda dan akan menjadi saksi bagi Zeya yang resmi menyandang gelar S.I.Kom.

"Zeya Salshabilla Ellena. Putri dari Ibu Nani Anantasya dan Bapak Andrian Putra. Kepadanya disematkan gelar Sarjana Ilmu Komunikasi, predikat Magna Cum Laude dengan perolehan nilai Indeks Prestasi Kumulatif sebesar 3,88."

Mehan menyaksikan istrinya menaiki podium. Bahkan ia sempat meneteskan air mata karena terharu dengan perjuangan Zeya selama ini.

"Selamat, ya, Dek Sayang!" Mehan memeluk Zeya. Tidak lupa memberikan satu kecupan di kening, "Kamu keren!"

Mehan sangat senang dan bangga bisa menjadi saksi dari perjuangan Zeya dalam meluluskan pendidikannya.

Siang ini, seperti yang biasa dilakukan orang-orang, Mehan dan Zeya mengambil banyak foto dengan menyewa Lula dan Marsel sebagai juru foto untuk momen berharga mereka.

"Bang, sekarang fotonya berdua, tahun depan uda bertiga, nih," goda Marsel yang sengaja menyenggol Mehan saat giliran Zeya foto sendiri.

"Doain aja, Sel." Mehan hanya senyum. "Prosesnya susah."

Marsel tergelak hingga mengundang rasa penasaran Lula dan Zeya.

"Kurang handal, ah, Bang," bisik Marsel.

"Eh, eh, bisik-bisik apa, nih! Gue juga mau dengar!" Lula menghampiri, dia juga kepo.

"Udah, sana, sana! Arahin Zeya buat foto!" usir Marsel yang bercanda.

"Mas Mehan! Ayo foto berdua lagi!" ajak Zee dari tempatnya berdiri.

Selanjutnya, Zeya berfoto bersama keluarganya. Ayah dan Bunda senang sekali dengan pencapaian yang telah didapatkan oleh anak perempuannya tersebut. Bahkan, bunda Zeya tidak hentinya meneteskan air mata karena haru.

"Jangan nangis lagi, Bunda," ucap Zeya yang kembali memeluk sang bunda.

****
Tidak terasa sudah 365 hari Zeya dan Mehan hidup bersama sebagai pasangan suami-istri. Benar saja, kebahagiaan menyertai mereka sehingga jarang terjadi keributan selama masa pernikahan.

"Mas, aku telat," bisik Zeya saat Mehan masih mengantuk karena bangun tidur.

"Hah?! Piye, Dek?" Mehan langsung bangun dan keningnya hampir beradu dengan kepala Zeya

"Aku telat." Zeya mengulangi ucapannya.

"Telat apa?"

"Telat datang bulan." Zee memperjelas. "Telat dua minggu."

Mehan berkedip beberapa kali, "Hamil?"

Namun, Zeya mengedikkan bahunya. Ia juga bingung karena yang dirasakan hanyalah suasana hati yang berubah-ubah, tapi tidak dengan perubahan ekstrim. Ia juga belum merasa mual seperti yang dirasakan ibu hamil kebanyakan.

Tanpa buang-buang waktu lagi Mehan langsung keluar dan membelikan Zeya alat tes kehamilan. Sebuah testpack diberikan pada Zeya pagi itu juga.

"Kamu yakin, Mas, aku udah hamil?"

"Kamu udah telat datang bulan dua minggu."

Zeya terkekeh, "Tapi belum tentu hamil. Bisa aja memang telat."

Mehan menggeleng, katanya, "Nggak mungkin. Mas memang udah rencana buat hamilin kamu, Dek."

Lagi, lagi, Zeya tertawa dengan kalimat yang diucapkan oleh suaminya. Ia bergegas untuk masuk ke toilet dan menggunakan testpack yang Mehan belikan.

Brosur Jodoh (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang