20. Ending

1.1K 61 24
                                    


Zaidan mengelus perut mamanya dengan lembut. Zeya tersenyum karena anak sulungnya itu sangat perhatian terhadap dirinya. Wanita itu juga mengelus rambut Zaidan. Sekarang, ia sudah berada di rumah sakit dan akan melahirkan. Bocah kecil berusia 5 tahun itu henti-hentinya menatap sang mama.

"Mama ngerasa sakit?" tanya Zaidan yang melihat Zeya meringis.

Zeya tersenyum, "Enggak, Sayang. Bentar lagi Zaidan bakalan jadi Abang. Udah nggak sabar kan mau ketemu adek?"

Zaidan mengangguk dengan antusias, "Sekarang Mama panggil Zaidan jadi abang dong. Adek bakalan lahir. Aku nggak sabar, Ma," katanya.

"Abang doain mama sama adek, ya."

"Pasti, Ma."

"Zaidan ikut nenek keluar, yuk. Mama mau dibawa ke ruangan bersalin," ucap Nani kepada cucunya tersebut.

"Ruang bersalin?" Zaidan menatap neneknya dengan mengerjap polos.

"Iya, ruang bersalin untuk Mama melahirkan adek. Bentar lagi adek ketemu sama Bang Zaidan," jelas Nani.

"Wah, aku boleh ikut bareng Mama, Nek?"

"Nggak boleh, Sayang. Abang tunggu di luar sama nenek, ya karena yang boleh masuk cuma Papa. Abang mengerti?"

"Karena Abang masih kecil nggak boleh ikut masuk, ya, Nek?"

"Iya," jawab Nani membuat Zaidan menghela napas berat.

Nani membawa Zaidan keluar sedangkan Mehan ikut serta masuk ke dalam ruangan bersalin. Terlihat wajah lelaki itu sangat cemas. Ia tak henti-hentinya melafazkan kalimat Allah, berharap istri dan anaknya akan baik-baik saja. Mehan menggenggam erat tangan Zeya.

"Kamu pasti bisa, Sayang," ucap Mehan lalu melabuhkan ciuman di kening istrinya.

Dokter yang sudah siap memberikan instruksi kepada Zeya. Zeya menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk tetap tenang meskipun getaran kecemasan masih terasa jelas di dalam dadanya.

Mehan menggenggam tangan Zeya dengan erat, memberinya dukungan yang dia butuhkan saat proses persalinan dimulai. Mereka berdua berbicara dengan tenang dan penuh kasih, menguatkan satu sama lain di setiap langkahnya.

Setelah beberapa saat yang tegang dan berdebar, suara tangisan bayi akhirnya mengisi ruangan. Dokter tersenyum lega dan mengangkat bayi kecil ke udara.

"Alhamdulillah, bayinya berjenis kelamin lelaki dan sehat tanpa kekurangan apapun."

Tak lupa, Mehan langsung mengadzani putranya. Zeya tersenyum lebar, air matanya mengalir bahagia. Mereka merasakan kebahagiaan yang tak terlukiskan saat mereka memeluk anak lelaki mereka yang baru lahir.

"Assalamualaikum, Sayang. Selamat datang di dunia ini. Kamu akan memiliki keluarga yang penuh cinta."

Mehan dan Zeya melihat putra kecil mereka dengan penuh kehangatan. Mereka merasa bersyukur dan berbahagia karena telah diberikan anugerah yang begitu besar dalam hidup mereka.

"Namanya Pangeran Syafi Adnan. Semoga menjadi anak yang Soleh dan bermanfaat untuk agama, bangsa dan negara."

***
Beberapa tahun kemudian ...

Dengan suara lantang, Zaidan, yang telah mengenakan seragam merah putih khas sekolah dasar, berseru, "Mama, di mana topi sama dasi Zaidan?"

Sementara itu, Zeya yang sibuk di dapur untuk menyiapkan sarapan menghela napas kasar dan menyahut, "Cari di lemari, Bang!"

Namun, tidak ada jawaban dari Zaidan membuat Zeya menghela napas lega karena berpikir Zaidan sudah menemukan apa yang dicari. Wanita itu pun kembali fokus menata meja makan untuk sarapan.

Brosur Jodoh (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang