8. Fitnah Kiya

817 63 21
                                    


Selesai pertandingan hari itu, Kiya bersama teman-temannya langsung menuju suatu café. Pertemuannya dengan Zeya saat di stadion merusak suasana hati gadis itu. Apalagi saat Kiya melihat interaksi antara Mehan dan Zeya, matanya mendadak sakit melihat pasutri muda itu.

Selama ini Kiya mengagumi Mehan, bahkan dia juga menyukai laki-laki yang berkarir di dunia sepak bola tersebut. Namun, ternyata Mehan lebih dulu menikah dengan gadis bernama Zeya yang sebelumnya tidak pernah Kiya ketahui identitasnya.

"Kenapa muka lo ditekuk gitu?"

Kiya menghela napas mendengar pertanyaan temannya itu.

"Karena istrinya Mehan hadir di pertandingan tadi?" tanya Amora lagi, teman Kiya. "Gue kalau jadi lo juga bakal sakit hati, sih."

Kiya menatap Amora dengan mata yang nyalang. Terlihat jelas kekesalan di wajah Kiya. Sejak tadi memang dia tidak banyak bicara dengan teman-temannya yang juga ikut menonton pertandingan.

"Menurut lo, gue harus gimana?" tanya Kiya. "Gue belum terima sama apa yang Mehan lakukan. Bisa-bisanya dia nikah tanpa kasih tahu gue dulu. Udah gitu, sama perempuan yang identitasnya nggak jelas."

Amora terkekeh mendengar nyinyiran Kiya. Ia mengangguk-angguk, setuju dengan ucapan Kiya, pun Amora sudah sejak dulu mendesak Kiya agar mengungkapkan perasaannya pada Mehan.

"Apa kata gue, mending lo bilang tentang perasaan lo ke Mehan sejak waktu itu. Kalau udah jadi suami orang, 'kan, bingung," tutur Amora seraya mencuil sepotong cheese cake pesanannya.

"Kalau kata gue, ikhlasin aja, sih, Kiya." Naura—si pendiam akhirnya buka suara.

"Yang bener aja? Kiya lebih dulu suka sama Mehan, Nau. Nggak mudah buat ikhlasin gitu aja." Amora membantah dengan cepat.

"Terus, mau direbut?" celetuk Naura yang justru langsung membuat Kiya dan Amora saling menatap.

"Nggak harus merebut. Lo bikin rusak hubungan mereka aja udah cukup." Amora berbisik, ucapannya terdengar seperti saran di telinga Kiya.

"Gue nggak salah, 'kan, kalau bikin keluarga kecil mereka berantakan?" tanya Kiya yang tampak ragu-ragu.

Amora menggeleng, tapi Naura mengangguk saat mendengar pertanyaan Kiya.

"Nggak baik, Kiya ...."

"Kalau lo nggak bisa dapatkan Mehan, orang yang kastanya di bawah lo juga nggak boleh dapatkan dia, Kiya ...."

Naura dan Amora memberikan jawaban yang berbeda. Naura tentu tidak mendukung hal buruk yang akan Kiya lakukan. Namun, sebaliknya Amora yang mendukung apapun yang akan Kiya lakukan.

"Sewaktu gue dengar Mehan menikah sama yang namanya Zeya itu, gue langsung cari tahu siapa sebenarnya Zeya," jelas Naura. Dia menatap Kiya dan berkata lagi. "Dia itu kuliah di Universitas Aludra Laskar dan kerja sampingan juga sebelum menikah sama Mehan."

"Oh ... jadi dia orang biasa aja?" tanya Kiya sembari memasang raut wajah mengejek. "Selera Mehan jelek juga ternyata."

Amora terkekeh mendengarnya, sedangkan Naura hanya geleng-geleng. Naura memang sangat pasif di lingkaran pertemanan itu, sehingga sarannya jarang sekali didengar.

"Kalau menurut lo, Nau? Zeya orangnya seperti apa?" Kiya bertanya pada Naura yang melamun.

"Zeya? Kelihatannya ... lucu."

Kiya dan Amora menghela napas. Merasa kalau memang seharusnya mereka hanya membahas hal itu berdua saja tanpa Naura si baik hati.

"Nanti gue minta tolong sama temen-temen gue yang kuliah di sana juga. Pasti mereka kenal sama Zeya, dan gue bisa minta tolong cari informasi tentang Zeya." Amora memberikan solusi.

Brosur Jodoh (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang