12. Masih Abu-Abu

715 84 145
                                    

Zeya membuka laptop Mehan untuk melihat koleksi di galeri suaminya tersebut. Wanita itu akan mencari info di mana tempat-tempat yang sering dikunjungi oleh sang suami. Zeya membuka buku kecilnya untuk mencatat.

"Ini foto Mas Mehan sama Marsel terus sama teman-teman lainnya. Di beberapa foto mereka di lokasi yang sama. Oke, tujuan awal gue harus ke kafe R Capella."

Zeya mencatat nama kafe tersebut lalu ia kembali melihat foto berikutnya. Mulai dari foto Mehan ke alun-alun kota sampai perpustakaan yang berada di pusat kota. Namun, tatapan Zeya menjadi intens saat ada foto Kiya bersama Mehan di suatu tempat.

"Mereka cuma teman Ze, jangan cemburu," tutur Zeya sembari menekan tombol untuk mengganti foto.

"Oke, semua lokasi udah gue catat. Semoga Mas Mehan ada di salah satu tempat ini." Zeya berujar penuh harap.

Setelah mematikan laptop. Zeya memasukkan dompet ke dalam tas lalu mengambil kunci motor miliknya untuk menyelusuri kota ini. Tak butuh lama, Zeya sudah sampai di kafe R Capella yang sering dikunjungi oleh Mehan. Matanya menyusuri seluruh sudut kafe tersebut, tapi tidak menemukan sosok suaminya. Zeya tersentak ketika ada seseorang yang menyentuh bahunya. Wanita itu pun langsung menoleh, dan Zeya mendapati sosok perempuan yang pernah ia temui sekali.

"Zeya," panggilnya dengan senyuman.

"Se-selina?"

Dahi Zeya mengerenyit ketika menemukan sosok Selina di kafe ini, seketika ia merasa kesal karena berpikir jika kafe ini juga memiliki kenangan antara Mehan dan Selina.

"Eh, beneran Zeya ternyata. Gue pikir salah orang hehe."

"Ada apa?" tanya Zeya dengan ketus.

Selina tersenyum, "Gue cuma mau klarifikasi, Ze kalau gue sama Mehan udah selesai lama dan lo nggak usah cemburu ke gue, ya. Soalnya, gue juga udah punya suami. Bang Dirga sini." Selina melambaikan tangan membuat sosok lelaki berjalan ke arah keduanya.

"Ini suami gue. Gue tahu kok, kadang kalau ada mantan itu membuat suasana nggak enak. Termasuk gue yang masih suka cemburu sama mantan pacar dari suami gue, tapi karena udah jadi istrinya itu artinya gue pemenangnya. Sama kayak lo, Ze. Lo pemenang di hati Mehan."

Seketika Zeya merasa bersalah karena terlalu cemburu dan berburuk sangka dengan Selina. Wanita itu langsung menggenggam kedua tangan Selina.

"Maafin gue, ya."

"Iya, gapapa kok. Oiya, gue pikir tadi lo pergi ke sini sama Mehan. Rencana mau ngajakin double date." Selina tertawa kecil.

"Tadi, lo nampak Mas Mehan ke sini?"

"Kami tadi nampak Mehan sama perempuan, Ze, tapi gue nggak tahu itu siapa perempuannya. Soalnya, cuma lihat dari belakang. Rambut perempuan itu berwarna kecokelatan panjangnya sepunggung." Selina memberikan penjelasan.

"Sayang, pesanan kita udah jadi," ujar Dirga seraya merangkul istrinya posesif.

"Zeya mau gabung sama kita nggak?"

"Enggak deh, Sel. Gue masih ada urusan."

Kemudian mereka pun berpisah. Zeya segera keluar dari kafe tersebut lalu berjalan ke arah parkiran.

"Mas Mehan sama siapa ke sini?" batinnya bertanya-tanya.

***
Berhari-hari telah berlalu, Zeya bahkan sudah berulang kali menghubungi Mehan, tapi tidak ada satupun panggilan yang diangkat. Ribuan pesan yang dikirim juga tidak ada balasan.

Percayalah, mata Zeya sudah sangat sembab dan wajahnya sudah kusut akibat tidak pernah tidur dengan nyenyak selama satu minggu ini. Ia tersiksa, mencari tahu siapa penyebar fitnah jahat itu, lalu juga harus mencari keberadaan suaminya.

Dua hari lalu, Zeya sempat menghubungi Marsel lalu Alfan. Namun, mereka juga tidak tahu di mana Mehan, bahkan selama itu pula mereka tidak pernah mendengar Mehan yang sesekali menghubungi untuk sekedar mengajak bertemu.

Zeya yang sudah kalut dikagetkan dengan derap langkah yang membuatnya tersentak.  Di sana Mehan pulang dengan wajah yang sama kusut dengannya.

"Mas!" Zeya memeluk dengan erat, "Kamu kemana aja, aku nggak bisa tidur sejak kamu pergi ...."

Wajar saja tangisnya pecah, ia belum lama menikah, tapi Mehan sudah bersikap seperti itu padanya. Namun, sikap sebaliknya Mehan tunjukkan pada istrinya itu, ia bersikap tidak peduli dan berusaha melepas pelukan rindu dari Zeya.

"Mas, kenapa kamu nggak angkat teleponku? Aku khawatir, takut kamu kenapa-kenapa di luar sana!" Zeya sempat memukul pundak Mehan.

Mehan memalingkan wajahnya sejenak, lalu berkata, "Bukannya kamu ditemani sama Maleo selama aku pergi?"

Napas Zeya semakin tidak beraturan. Ia menggeleng lagi, kali ini Mehan sudah salah paham dengannya.

"Apa-apaan lagi ini, Mas?"

Mehan membuka handphonenya dan kembali memperlihatkan sebuah foto kalau Zeya dan Maleo bertemu saat Mehan sedang pergi beberapa hari terakhir.

"Nggak! Itu nggak seperti yang difoto."

"Kamu bahkan berani bawa dia ke sini, Ze." Mehan memijat pelipisnya, "Aku pergi untuk menenangkan diri, tapi kamu justru berbuat begitu sama aku."

Zeya menggeleng, berusaha menjelaskan kalau kemarin Maleo datang untuk membantu Zeya mencari Mehan yang entah ke mana. Zeya dan Maleo tidak memiliki hubungan seperti yang dituduhkan oleh Mehan.

"Ayo kita ketemu Maleo! Supaya kamu bisa dengar langsung dari dia, apa yang aku sama dia lakukan kemarin!" Zeya berusaha menarik Mehan untuk keluar dan membawanya menghadap Maleo.

Namun, Mehan menepisnya, "Lepas. Suruh aja dia ke sini. Aku nggak mau nemuin laki-laki yang merusak rumah tanggaku!"

Zeya bersimpuh, kakinya sudah lemas dan tidak kuat menopang bobot tubuhnya sendiri.

"Dia nggak salah apa-apa, Mas. Seharusnya kita yang temui Maleo. Dia yang kamu tuduh jadi selingkuhanku!"

Mehan melangkah pergi. Tujuannya pulang adalah karena ia murka saat melihat foto yang Kiya kirim kalau Maleo datang mengendarai mogenya dan masuk ke dalam rumah Mehan dan Zeya. Padahal, kenyataannya tidaklah seperti itu.

Hanya saja, mau bagaimana lagi? Mehan sudah termakan semua tipu daya Kiya dan akhirnya membuat Zeya semakin salah dalam bertindak.

Zeya yang sudah kelelahan dan kurang asupan mulai berjalan dengan kesulitan. Malam ini ia merebahkan tubuhnya di sofa kemudian terlelap di sana.

Sedangkan Mehan, masih tersisa rasa percayanya terhadap semua yang dikatakan oleh Zeya. Sehingga bantahan istrinya tentang Maleo yang datang dan masuk ke rumah, langsung membuat Mehan mengecek CCTV yang ada di halaman untuk mengetahui kebenaran yang ada.

Laki-laki itu mencari rekaman kamera di tanggal yang sama saat Maleo datang. Ia menontonnya dengan seksama, dan benar yang dikatakan oleh istrinya. Maleo hanya masuk sampai batas teras di depan garasi. Pun keduanya langsung bergegas untuk pergi lagi.

“Tapi … bisa aja, ‘kan, mereka pacaran di luar rumah?” gumam Mehan yang masih bimbang dengan segala perasaannya.

Ia kemudian terduduk di sisi ranjang. Sudah menguap berulang kali dan saat tubuhnya berbaring, handphonenya berdering.

Tring~

Bang Alfan :
[Mehan, kamu di mana?]

Mehan :
[Di rumah, Bang. Kenapa, toh?]

Bang Alfan:
[Dari kemarin kenapa nggak bisa hubungi? Kamu ada kegiatan di luar rumah terus lupa kasih kabar istrimu?]

Mehan mengernyit. Mulai menyadari sesuatu kalau Zeya mengontak Alfan. 

Bang Alfan:
[Jangan gitu, toh. Kasihan Zeya. Dia nyari-nyari kamu. Udah gitu kamu juga nggak ada chat atau telepon abang lagi waktu itu.]

"Ternyata kamu nyariin aku, Ze." Mehan membatin.

Brosur Jodoh (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang