Mehan mengangkat tubuh istrinya ke ranjang dan membaringkan dengan hati-hati. Laki-laki itu memperhatikan wajah kelelahan Zeya dan ia paham kalau istrinya terlalu banyak bergelut dengan pikiran.
Mehan mengusap wajah Zeya dengan lembut, lalu ia ikut berbaring bersama Zeya. Mehan juga masih memandang wajah damai sang istri dengan lekat, ada terselip rasa nyeri ketika melihat wajah Zeya kusut seperti ini.
"Aku nggak tahu harus bersikap gimana, Ze. Di satu sisi aku nggak tega memperlakukan kamu kayak gini, tapi di sisi lain aku marah sama kamu." Mehan menyelipkan anak rambut istrinya di telinga.
"Aku sayang sama kamu. Tapi aku juga nggak bisa jika harus menjadi yang kedua di hati kamu, Ze. Aku mau jadi pemilik hati kamu satu-satunya."
Mehan menarik napas lalu mengembuskannya berulang kali. Tanpa dirasa, Mehan juga terlelap, tapi kembali terbangun saat ponselnya berdering. Ia berdecak kesal karena hanya pesan masuk dari kartu provider yang ia pakai.
"Besok aku harus ke solo, sekarang packing dulu." Mehan mengusap kepala Zeya dengan lembut lalu turun dari ranjang.
Memang benar, timnas Indonesia U-23 akan bertanding melawan China Taipei U-23 pada Kualifikasi Piala Asia U-23 2024 yang di mana pertandingan akan berlangsung di Stadion Manahan, Solo. Makanya, Mehan harus bersiap sekarang karena pagi-pagi sekali ia harus sampai bandara. Selesai menyusun keperluannya, Mehan menulis secarik surat lalu diletakkan di nakas samping ranjang untuk memberi tahu kepergiannya kali ini.
Waktu terus bergulir, sekarang sudah menunjukkan pukul 05.00 WIB membuat Zeya langsung turun dari ranjangnya dan berlari menuju kamar mandi karena ia belum salat subuh.
"Ya Allah, berikanlah kedamaian dalam rumah tangga kami. Lembutkan hati Mas Mehan supaya mau menerima kebenaran yang sebenarnya ya Rabb."
Setelah menyelesaikan salat, Zeya kembali melipat sajadah dan meletakannya di tempat semula. Kemudian, ia duduk di pinggir ranjang.
"Kok aku bisa tidur di sini?" Monolognya heran.
Netra wanita itu juga menyusuri seluruh ruangan tidak ada tanda-tanda sang suami. Melihat secarik surat yang terletak di atas meja menarik atensi dari Zeya. Perlahan ia membuka surat itu.
Aku pergi ke Solo buat tanding.
"Kenapa kamu izinnya hanya kayak gini sih, Mas? Se-enggak berharga itu, ya aku." Air mata Zeya kembali mengalir karena Mehan tidak izin secara langsung kepadanya.
"Jahat banget sih yang fitnah aku selingkuh begini."
***
Zeya memutuskan untuk curhat kepada Lula untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dalam hidupnya. Ia sudah memiliki janji kepada Lula di sebuah kafe. Namun, ia sedikit terkejut karena ada kehadiran Marsel di sana."Mehan nuduh gue selingkuh, Lul!"
Brak!
"Hah!" Lula kaget lantas memukul meja dengan kuat.
"Kok bisa?" tanya Marsel. Ia bingung dengan pernyataan dari Zeya. "Atas dasar apa?"
Zeya menghapus air mata yang mengalir, ia berusaha menetralkan emosinya sebelum menjawab pertanyaan itu.
"Mas Mehan dikirim foto kedekatan gue sama Maleo, Lul, Sel. Dia gak mau dengerin penjelasan gue dan langsung judge kalau gue selingkuh. Terus, sekarang dia pergi tanding aja cuma pamit lewat selembar kertas," keluh Zee.
"Bahkan sebelum ini, dia pergi berhari-hari tanpa adanya respon pas gue kirim pesan."
Lula mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia kesal dengan sikap Mehan, sebab Lula tahu kalau Mehan sangat mengincar Zeya sehingga seharusnya laki-laki itu mempercayai Zeya daripada fitnah yang dikatakan orang misterius itu.
"Gue minta tolong buat cari tahu orang yang tega nyebarin fitnah jahat itu ke gue," pinta Zeya dengan penuh harap.
"Tenang aja, Ze." Lula menggenggam tangan Zeya. "Gue sama Marsel bisa bantuin. Lo nggak usah khawatir. Kita usahakan masalah ini secepatnya selesai"
Mereka mulai membuat komitmen untuk mencari tahu siapa dalang dibalik semuanya. Lula menyelidiki lebih dulu dari Zeya.
"Tapi, bentar ... ini Marsel kenapa nggak ikut ke Solo?"
"Gue lagi cedera makanya off sementara," jawab Marsel membuat Zeya mengangguk paham.
"Ada orang yang nggak suka sama lo? Kita bisa cari tahu dari situ. Mereka kemungkinan penyebar fitnah tersebut," ujar Marsel.
Namun, Zeya menggeleng, "Gue rasa nggak ada. Semua orang tahu pernikahan Mas Mehan sama gue dan nggak ada yang hujat. Kecuali ...."
"Siapa, Ze?" desak Lula yang sudah sangat penasaran.
"Teman kecilnya Mas Mehan. Gue nggak terlalu ingat namanya, tapi kita pernah ketemu di stadion GBK waktu pertandingan timnas malam itu." Zeya menjelaskan sedikit pada Lula dan Marsel.
"Kiya?" Lula dan Marsel serempak menyebutkan satu nama.
"Nah!" Zeya bersorak, ia ingat perkenalan Kiya padanya saat nonton pertandingan malam itu.
"Apa kata gue, dia kelihatan paling sirik waktu resepsi pernikahan lo sama Bang Mehan!" tegas Marsel.
"Kalau gitu, kita harus secepatnya cari Kiya. Lo tahu, 'kan, dia kerja di mana?" Pertanyaan dari Lula diangguki cepat oleh Marsel.
"Biar gue sama Marsel ke sana, Ze. Soalnya, gue lihat kondisi lo kurang baik. Pucet banget," kata Lula khawatir.
"Tapi, ...."
"Ze, bener kata Lula lebih baik lo istirahat di rumah. Percaya gue sama Lula. Kami berdua pasti bisa bantu lo untuk keluar dari masalah ini."
Bola mata Zeya berkaca-kaca, "Makasih," ucapnya.
Setelah selesai berdiskusi, mereka langsung bergegas menuju tempat Kiya melakukan pekerjaannya sebagai model. Namun, begitu sampai di tempat ternyata mereka dilarang masuk dan harus menunggu.
Berjam-jam berlalu, Lula dan Marsel berhasil menemui Kiya yang sedang duduk santai dengan meminum secangkir jus di sebuah cafe yang bertema vegetarian.
"Eh, eh! Ngapain lo duduk disitu?" Kiya agak terkejut dengan Lula dan Marsel yang langsung duduk di depannya.
"Langsung aja, deh! Lo ada niat buruk apa sama keluarga Bang Mehan dan Zeya?"
"Niat buruk? Lo nuduh gue? Gue bahkan nggak peduli sama pernikahan mereka!"
"Di dunia ini yang iri dan sirik sama kehidupan mereka itu cuma lo!" Lula berujar dengan sinis.
"Nggak usah nuduh, deh lo! Mana buktinya?" tantang Kiya. "Nggak ada, 'kan?"
Perdebatan kecil itu membuat Kiya murka dan langsung pergi meninggalkan Lula dan Marsel. Lula lupa kalau mereka datang tanpa bukti yang pasti.
"Kenapa kita nggak kepikiran buat cari tahu dulu?" Lula terlihat kesal.
Namun, usaha mereka tidak hanya sampai disitu saja. Marsel selalu menyempatkan dirinya untuk datang ke tempat Kiya bekerja. Mudah saja baginya untuk mengetahui dimana gadis itu. Kiya merupakan artis media sosial sering membagikan kegiatannya dan tak jarang lokasi tempatnya saat melakukan pekerjaan yang ia tekuni.
Marsel memantau, hingga ia akhirnya menemukan fakta bahwa Amora—teman satu angkatannya di kampus ternyata membantu Kiya. Ia menyeringai bisa memanfaatkan Amora untuk membuka kebusukan dari Kiya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brosur Jodoh (END)
RomanceZeya Salshabilla Ellena, putri sulung dalam keluarganya, dihadapkan pada dilema besar: mencari cara untuk melanjutkan kuliah tanpa harus membebani keluarganya yang sedang kesulitan finansial. Tak berani meminta uang untuk membayar tunggakan kuliahny...