13. Mencari Bukti

703 78 127
                                    

Follow akun Manda yaa biar dapat notif ketika update. Terimakasih yang udah mau komen dan vote. Tembus 100 komentar lagi yukk✨

Note : Hanya karangan, bukan kisah nyata Arhan dan Azizah✨

Happy Reading!

***

Arhan mengangkat tubuh istrinya ke ranjang dan membaringkan dengan hati-hati. Laki-laki itu memperhatikan wajah kelelahan Zize dan ia paham kalau istrinya terlalu banyak bergelut dengan pikiran.

Arhan mengusap wajah Zize dengan lembut, lalu ia ikut berbaring bersama Zize. Arhan juga masih memandang wajah damai sang istri dengan lekat, ada terselip rasa nyeri ketika melihat wajah Zize kusut seperti ini.

"Aku nggak tahu harus bersikap gimana, Ze. Di satu sisi aku nggak tega memperlakukan kamu kayak gini, tapi di sisi lain aku marah sama kamu." Arhan menyelipkan anak rambut istrinya di telinga.

"Aku sayang sama kamu. Tapi aku juga nggak bisa jika harus menjadi yang kedua di hati kamu, Ze. Aku mau jadi pemilik hati kamu satu-satunya."

Arhan menarik napas lalu mengembuskannya berulang kali. Tanpa dirasa, Arhan juga terlelap, tapi kembali terbangun saat ponselnya berdering.  Ia berdecak kesal karena hanya pesan masuk dari kartu provider yang ia pakai.

"Besok aku harus ke solo, sekarang packing dulu." Arhan mengusap kepala Zize dengan lembut lalu turun dari ranjang.

Memang benar, timnas Indonesia U-23 akan bertanding melawan China Taipei U-23 pada Kualifikasi Piala Asia U-23 2024 yang di mana pertandingan akan berlangsung di Stadion Manahan, Solo. Makanya, Arhan harus bersiap sekarang karena pagi-pagi sekali ia harus sampai bandara. Selesai menyusun keperluannya, Arhan menulis secarik surat lalu diletakkan di nakas samping ranjang untuk memberi tahu kepergiannya kali ini.

Waktu terus bergulir, sekarang sudah menunjukkan pukul 05.00 WIB membuat Zize langsung turun dari ranjangnya dan berlari menuju kamar mandi karena ia belum salat subuh.

"Ya Allah, berikanlah kedamaian dalam rumah tangga kami. Lembutkan hati Mas Arhan supaya mau menerima kebenaran yang sebenarnya ya Rabb."

Setelah menyelesaikan salat, Zize kembali melipat sajadah dan meletakannya di tempat semula. Kemudian, ia duduk di pinggir ranjang.

"Kok aku bisa tidur di sini?" Monolognya heran.

Netra wanita itu juga menyusuri seluruh ruangan tidak ada tanda-tanda sang suami. Melihat secarik surat yang terletak di atas meja menarik atensi dari Zize. Perlahan ia membuka surat itu.

Aku pergi ke Solo buat tanding.

"Kenapa kamu izinnya hanya kayak gini sih, Mas? Se-enggak berharga itu, ya aku." Air mata Zize kembali mengalir karena Arhan tidak izin secara langsung kepadanya.

"Jahat banget sih yang fitnah aku selingkuh begini."

***
Zize memutuskan untuk curhat kepada Lula untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dalam hidupnya. Ia sudah memiliki janji kepada Lula di sebuah kafe. Namun, ia sedikit terkejut karena ada kehadiran Marselino di sana.

"Arhan nuduh gue selingkuh, Lul!"

Brak!

"Hah!" Lula kaget lantas memukul meja dengan kuat.

"Kok bisa?" tanya Marselino. Ia bingung dengan pernyataan dari Zize. "Atas dasar apa?"

Zize menghapus air mata yang mengalir, ia berusaha menetralkan emosinya sebelum menjawab pertanyaan itu.

"Mas Arhan dikirim foto kedekatan gue sama Maleo, Lul, Sel. Dia gak mau dengerin penjelasan gue dan langsung judge kalau gue selingkuh. Terus, sekarang dia pergi tanding aja cuma pamit lewat selembar kertas," keluh Zee.

"Bahkan sebelum ini, dia pergi berhari-hari tanpa adanya respon pas gue kirim pesan."

Lula mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia kesal dengan sikap Arhan, sebab Lula tahu kalau Arhan sangat mengincar Zize sehingga seharusnya laki-laki itu mempercayai Zize daripada fitnah yang dikatakan orang misterius itu.

"Gue minta tolong buat cari tahu orang yang tega nyebarin fitnah jahat itu ke gue," pinta Zize dengan penuh harap.

"Tenang aja, Ze." Lula menggenggam tangan Zize. "Gue sama Marsel bisa bantuin. Lo nggak usah khawatir. Kita usahakan masalah ini secepatnya selesai"

Mereka mulai membuat komitmen untuk mencari tahu siapa dalang dibalik semuanya. Lula menyelidiki lebih dulu dari Zize.

"Tapi, bentar ... ini Marsel kenapa nggak ikut ke Solo?"

"Gue lagi cedera makanya off sementara," jawab Marselino membuat Zize mengangguk paham.

"Ada orang yang nggak suka sama lo? Kita bisa cari tahu dari situ. Mereka kemungkinan penyebar fitnah tersebut," ujar Marselino.

Namun, Zize menggeleng, "Gue rasa nggak ada. Semua orang tahu pernikahan Mas Arhan sama gue dan nggak ada yang hujat. Kecuali ...."

"Siapa, Ze?" desak Lula yang sudah sangat penasaran.

"Teman kecilnya Mas Arhan. Gue nggak terlalu ingat namanya, tapi kita pernah ketemu di stadion GBK waktu pertandingan timnas malam itu." Zize menjelaskan sedikit pada Lula dan Marsel.

"Kiya?" Lula dan Marselino serempak menyebutkan satu nama.

"Nah!" Zize bersorak, ia ingat perkenalan Kiya padanya saat nonton pertandingan malam itu.

"Apa kata gue, dia kelihatan paling sirik waktu resepsi pernikahan lo sama Bang Arhan!" tegas Marselino.

"Kalau gitu, kita harus secepatnya cari Kiya. Lo tahu, 'kan, dia kerja di mana?" Pertanyaan dari Lula diangguki cepat oleh Marselino.

"Biar gue sama Marsel ke sana, Ze. Soalnya, gue lihat kondisi lo kurang baik. Pucet banget," kata Lula khawatir.

"Tapi, ...."

"Ze, bener kata Lula lebih baik lo istirahat di rumah. Percaya gue sama Lula. Kami berdua pasti bisa bantu lo untuk keluar dari masalah ini."

Bola mata Zize berkaca-kaca, "Makasih," ucapnya.

Setelah selesai berdiskusi, mereka langsung bergegas menuju tempat Kiya melakukan pekerjaannya sebagai model. Namun, begitu sampai di tempat ternyata mereka dilarang masuk dan harus menunggu.

Berjam-jam berlalu, Lula dan Marselino berhasil menemui Kiya yang sedang duduk santai dengan meminum secangkir jus di sebuah cafe yang bertema vegetarian.

"Eh, eh! Ngapain lo duduk disitu?" Kiya agak terkejut dengan Lula dan Marselino yang langsung duduk di depannya.

"Langsung aja, deh! Lo ada niat buruk apa sama keluarga Bang Arhan dan Zize?"

"Niat buruk? Lo nuduh gue? Gue bahkan nggak peduli sama pernikahan mereka!"

"Di dunia ini yang iri dan sirik sama kehidupan mereka itu cuma lo!" Lula berujar dengan sinis.

"Nggak usah nuduh, deh lo! Mana buktinya?" tantang Kiya. "Nggak ada, 'kan?"

Perdebatan kecil itu membuat Kiya murka dan langsung pergi meninggalkan Lula dan Marselino. Lula lupa kalau mereka datang tanpa bukti yang pasti.

"Kenapa kita nggak kepikiran buat cari tahu dulu?" Lula terlihat kesal.

Namun, usaha mereka tidak hanya sampai disitu saja. Marselino selalu menyempatkan dirinya untuk datang ke tempat Kiya bekerja. Mudah saja baginya untuk mengetahui dimana gadis itu. Kiya merupakan artis media sosial sering membagikan kegiatannya dan tak jarang lokasi tempatnya saat melakukan pekerjaan yang ia tekuni.

Marselino memantau, hingga ia akhirnya menemukan fakta bahwa Amora—teman satu angkatannya di kampus ternyata membantu Kiya. Ia menyeringai bisa memanfaatkan Amora untuk membuka kebusukan dari Kiya.

Brosur Jodoh (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang