17. Permohonan Maaf

839 74 178
                                    


Sejak kejadian kemarin bersama Mehan membuat Zeya tidak hentinya menyunggingkan senyuman. Namun, ia masih gengsi untuk kembali ke rumah mereka, masih ingin melihat usaha sang suami lebih keras lagi. Ketika masih senyum-senyum sendiri, pintu kamar tersebut terbuka menampilkan sosok Kiya bersama Lula.

"Loh?" Zeya kaget ketika melihat kehadiran Kiya.

"Ngomong lo!" Sentak Lula membuat Kiya menghela napas panjang.

Zeya menatap waspada Kiya ketika perempuan itu berjalan mendekat ke arahnya, "Ze, gue ke sini mau minta maaf sama lo," kata Kiya terdengar pelan, tapi masih didengar oleh Zeya.

"Ngomong yang keras woi! Perlu gue kasih mikrofon?"

Zeya menarik napas lalu mengembuskannya perlahan. Sahabatnya itu memang gampang naik darah seperti saat ini. Zeya mengintruksikan Lula supaya diam.

"Udah ngerasa bersalah?" Pertanyaan itu terlontar dari bibir Zeya ketika Lula sudah tidak mengintimidasi Kiya lagi.

Kiya menunduk dalam sembari berkata, "Iya, Ze. Maaf."

"Kalau ngomong itu natap lawan bicaranya!"

Kiya tersentak ketika Zeya menaikkan nada suaranya. Ia dapat melihat kemarahan yang amat besar di mata Zeya.

"Sebelumnya pernah mikir nggak mau berbuat jahat kayak gini? Haha, pasti nggak, ya."

"Kalau lo perempuan baik-baik seharusnya nggak menjadi duri di rumah tangga orang lain. Kalau lo adalah sahabat kecil Mas Mehan, seharusnya lo nggak buat rumah tangganya berantakan. Hm, lo ngaku cinta sama suami gue? Iyakan."

Kiya hanya mengangguk membuat Zeya kesal.

"Jawab!"

"Iya, Ze. Gue jatuh cinta sama Mehan dari dulu," kata Kiya dengan yakin.

"Nah, gitu dong ngasih jawaban yang pasti. Lo tau kan, Ki kalau puncak tertinggi dalam mencintai adalah mengikhlaskan. Lo harus melepas Mas Mehan buat gue dengan ikhlas, Ki. Buat Mas Mehan bahagia dengan pilihannya dan pilihan Mas Mehan itu gue," ucap Zeya sambil menepuk pundak Kiya dengan lembut.

"Teori lebih enteng di ucapkan, tapi faktanya semua terasa berat, Ze." Kiya berujar sembari menyeka air matanya.

Zeya menghela napas panjang, "Gue tahu ini berat buat lo, tapi bukan berarti ini alasan buat lo jadi perempuan yang jahat, Ki. Gue percaya lo sebenernya perempuan yang baik-baik."

"Oke, Ze ... mulai hari ini, detik ini. Gue akan ikhlas melepaskan Mehan buat lo. Berjanji sama gue, ya, Ze selalu buat Mehan bahagia."

Ketika kalimat itu terlontar dengan tulusnya dari Kiya membuat Zeya langsung memeluk perempuan tersebut. Ia mengusap punggung Kiya berulang kali menenangkan Isak tangis gadis tersebut.

"Maaf, Ze," lirihnya.

"Gue udah maafin lo, Ki."

Sedangkan di sisi lain, Mehan bertemu dengan Maleo di sebuah kafe bernuansa vintage. Sekitar 10 menit hening, kini Mehan memulai obrolan.

"Aku minta maaf sama kamu, Maleo karena nuduh kamu selingkuh dengan Zeya."

"Sebelum itu, gue juga mau meluruskan, Bang kalau sebenarnya gue sama Zeya cuma teman dan sebenarnya gue juga termasuk kerabat jauh dari Zeya karena kakek gue itu adik dari neneknya Zeya. Jadi, otomatis kami masih saudara, tentang ini sih belum ada yang tahu, cuma lo. Pas kalian nikah, gue nggak bisa hadir karena harus ke Jogja buat ikut olimpiade. Salah gue juga nggak langsung ketemu kalian pas balik dari Jogja buat ngucapin selamat kalian dan mengenalkan diri ke Abang."

"Gue juga udah maafin lo kok, Bang," sambung Maleo.

"Iya sebenernya ini kesalahpahaman, harusnya aku lebih bijak lagi menghadapi ini semua. Namun, aku terlalu cemburu," ucap Mehan penuh sesal.

Brosur Jodoh (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang