14. Perlahan Terungkap

737 74 117
                                    

Tanpa ragu, Marsel langsung menghampiri Amora untuk memberikan tawaran menarik. Amora pun terkejut ketika melihat wajah teman sekelasnya yang telah lama tidak bertemu.

"Lo ngapain di sini?"

Marsel tersenyum miring mendengar pertanyaan dari Amora, "Gue kenal lo dari lama, gue juga tahu apa-apa aja hal yang bisa bikin hidup lo berantakan lebih dari yang Zeya rasain sekarang," ancam Marsel.

"Jadi, lo mending ikut gue demi masa depan lo, atau tetap ikut Kiya dan lo cuma jadi kacungnya aja?"

Amora tersinggung ketika Marsel mengejeknya dengan sebutan 'kacung' menyulut amarah di dalam dirinya.

"Enak aja lo sebut gue kacung!"

Marsel tersenyum sinis. "Lo, 'kan, selama ini cuma dimanfaatin sama Kiya? Memangnya lo dapat apa? Ditraktir doang, 'kan? Memangnya lo nggak ngerasa jadi babunya yang selalu disuruh-suruh?"

Amora diam. Ia sudah merasa terpojok.

"Jadi, lo mau kasih gue bukti nggak kalau Kiya itu nyuruh lo buat nyari foto-foto Zeya sama Maleo?"

Setelah sejenak merenung, Amora menghela napas dalam-dalam sebelum akhirnya memberikan jawabannya.

"Apa yang lo bisa kasih ke gue?"

"Uang? Gue tahu lo butuh. Bahkan gue bisa kasih dua kali lipat daripada Kiya."

Amora tersenyum, "Gue kirim semua bukti dan lo transfer ke rekening gue."

"Nggak," tolak Marsel.

"Lo kirim bukti baru gue transfer. Lo aja berkhianat dengan Kiya. Berarti lo juga bisa nipu gue."

Amora tidak memiliki pilihan selain mengikuti ucapan dari Marsel. Semua pesan-pesan tentang Kiya yang meminta banyak foto antara Zeya dan Maleo dikirimkan ke Marsel. Mulai dari screenshot-an chat, sampai foto yang belum sempat Amora berikan kepada Kiya.

"Tiga hari lagi setelah Bang Mehan pulang, lo ajak Kiya ketemu. Gue, Lula, sama Zeya mau temui dia. Bikin dia ngaku terus gue bawa menghadap Bang Mehan sekalian. Biar tau rasa!"

"Oke," kata Amora membuat Marsel tersenyum puas.

***
Lula berkunjung ke rumah Zeya. Ia melihat keadaan sahabatnya sangat memprihatikan. Gadis itu membawa sepiring nasi ke dalam kamar Zeya, ia akan menyuapi sahabatnya supaya makan.

"Bang Mehan tiga hari lagi pulang. Mending lo nginep di rumah gue aja, Ze daripada di sini sendirian. Gue takut lo kenapa-napa," ucap Lula khawatir.

"Tapi, gue belum izin sama Mas Mehan. Soalnya, pesan gue nggak pernah dibalas sama dia."

Lula menghela napas panjang, "Yaudah lo nggak usah izin. Gue tahu ini salah, tapi sekali-kali lo kasih pelajaran ke dia biar Bang Mehan nggak seenaknya sama lo, Ze. Biar Bang Mehan ngerasain apa yang lo rasain. Kalau Bang Mehan aja bersikap seenaknya, lo harus bales juga. Sorry, kalau cara gue salah karena status lo udah jadi istrinya Bang Mehan. Tapi, gue sakit hati, Ze lo diperlakukan kayak gini."

Zeya menyeka air matanya ketika mendengar penuturan dari Lula. Ia peluk Lula dengan erat.

"Marsel udah dapat semua bukti tentang fitnah Kiya. Itu artinya, hubungan lo sama Bang Mehan akan baik-baik aja. Tapi, gue saranin lo kasih pelajaran dulu ke Bang Mehan supaya lebih percaya istrinya sendiri dibandingkan orang lain."

Lula mengusap punggung Zeya untuk menyalurkan ketenangan kepada sahabatnya tersebut. Sungguh, Lula juga tidak terima jika harus melihat Zeya merasakan kesedihan seperti ini. Ia setuju Mehan menikahi Zeya, karena Lula berharap Zeya selalu bahagia. Namun, jika seperti ini, rasanya Lula ingin memukul Mehan.

Brosur Jodoh (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang