Pagi yang cerah membangunkan remaja tampan ia beranjak dari tempat tidurnya dan beranjak ke kamar mandi. Saat ia membasuh mukanya ia bingung kenapa air di wastafel nya bisa berwarna merah? Remaja itu mengarahkan wajah tampannya ke kaca namun tampangnya sudah biasa. Bukankah Jidan sering mengeluarkan darah dari hidungnya.
Jidan menuruni anak tangga dan mengambil selembar roti dengan selai coklat. Ia berjalan keluar dari rumah mewahnya.
"Rumah ini penuh dengan kenangan" gumamnya sambil tersenyum.
Kali ini Jidan tak di jemput oleh Calvino ia berjalan kaki menuju halte bus. Ia melewati orang ramai yang sedang bergosip tentang dirinya.
Ku dengar orang tua dari ketiga anak itu meninggal karena anak bungsunya.
Bisa bisanya orang tua mereka memiliki anak kejam.
Kalau aku tidak mau memiliki anak pembunuh.
Dia sudah pasti di benci oleh keluarga nya.
Jidan hanya melewati tanpa menghiraukan hinaan tersebut ia ingin melawan namun Jidan merasa semua yang di katakan itu benar.
Tiba tiba langit menjadi mendung dan turun hujan sebelum ia sampai ke sekolah namun untung saja ia sudah ada di halte bus.
Calvino tidak menjemput Jidan karena ia merasa selalu merepotkan Calvino ia lebih memilih untuk menaiki bus ia tidak suka selalu merepotkan orang lain.
Jidan menunggu bua di temani dengan hujan ia benci hujan namun tidak dengan suasana nya. Ia tidak suka petir.
Jidan memandangi jalan dengan tersenyum tipis hari ini cukup tenang baginya.
"Sudah dua belas tahun berlalu ya? Waktu begitu cepat sampai sampai luka sudah menjadi temanku"
"Apakah aku bisa bertahan lebih lama lagi?"
"Tentang penyakit ku? Apakah aku harus memberi tahu kepada temanku? Ku rasa tidak lebih baik aku menyembunyikan nya dari pada aku harus merepotkan orang lain"
Tak lama bus sampai Jidan masuk dan duduk di paling belakang sambil merasakan tenangnya hujan.
Saat ia ingin berjalan menuju gerbang sekolah dengan di temani rintik hujan dan sedikit membasahi kepala Jidan ada seseorang yang mengikuti nya dari belakang. Orang itu terus memantau Jidan dan berusaha mendekatinya.
Jidan yang merasakan sesuatu yang ganjal ia sedikit mencepatkan langkahnya kenapa jarak halte dan sekolahnya begitu jauh?
Orang itu lantas mencengkram tangan Jidan dan langsung menutup mulut Jidan. Kepala Jidanmendadak pusing dan pandangan nya seketika menjadi rabun.
"Kau milikku sekarang" gumam orang itu sambil tersenyum tipis.
Orang itu membawa Jidan pergi dan membawanya ke tempat yang sepi dan sedikit menakutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
aku juga ingin bahagia [ terbit ]
Teen Fiction"Semua orang pantas mendapat kebahagiaan, lantas aku bagaimana dengan aku" Jidan permata. Seorang remaja yang ingin mendapatkan kebahagiaan dan kasih sayang seorang kakak. Apakah remaja itu bisa mendapatkan kembali kebahagiaan nya? Sebelum baca ja...