Pagi sudah menunjukan pukul 07.00 mereka mulai bangun dari tidurnya, di sana juga sudah ada Calvino dan Reyhan karena mereka ingin mengajak Jidan kembali ke taman belakang untuk diskusi kelulusan mereka, karena dua hari lagi mereka lulus. Mereka benar benar menunggu momen itu.
Melvin memberi tahu karena Jidan belum bangun, mereka tidur cukup malam. Mungkin karena itu Jidan belum bangun dari tidurnya.
"Kalian tunggu saja, dia tidur lebih larut malam ini. Mungkin ia masih mengantuk." sahut Melvin pada dua teman Jidan.
Calvino dan Reyhan hanya mengangguk paham, mereka lantas duduk bersama Jilan dan Jivan. Mereka mengobrol sedikit tentang Jidan.
"Calvino, Jidan pernah berkata kepadaku bahwa kau menganggap nya seperti permata." sahut Jivan pada Calvino yang tengah memainkan kuku jarinya.
"Benarkah? Calvino mengatakan itu?" sambung Reyhan sambil bertanya.
Calvino yang mendengar itu lantas mengangguk, mereka mulai mengobrol tipis tipis membicarakan Jidan yang tengah tertidur pulas.
"Kakak tau kenapa aku menganggap nya sebagai permata?"
Jilan, Melvin, dan Jivan lantas menggeleng kebingungan. Mereka tidak tahu apa arti Jidan bagi Calvino, mereka hanya tahu bahwa Jidan dan Calvino begitu dekat.
"Dia bagaikan permata yang selalu menemani hari hariku, dia bahkan selalu ada setiap kali aku sedang kesulitan. Walau dia pernah mengeluh lelah dan hampir ingin menyerah, ia selalu ingat kata bundanya. Ada waktu di mana Tuhan akan memberikannya kebahagiaan, dan benar saja. Dia sudah mendapatkan semua itu."
"Dia permata yang selalu aku jadikan alasan untuk bertahan, setiap kali aku menangis atau merasa lelah dengan hidup ini. Percayalah bahwa aku menjadikan Jidan sebagai alasan untuk bertahan sampai sekarang."
"Aku dan Reyhan sangat suka jika melihat senyuman yang selalu terlukis di wajah Jidan, bahkan. Aku dan Jidan sangat sering menjahili Reyhan."
"Aku sangat senang Tuhan mempertemukan kita bertiga. Jika mungkin tidak ada mereka berdua, aku sudah menyusul ibuku."
Calvino menceritakan itu dengan panjang lebar, ia sangat suka menceritakan Jidan. Bahkan sepanjang ia bercerita senyuman manis selalu terukir di wajahnya. Begitu juga dengan yang sedang mendengarkannya.
"Dia juga pernah bilang padaku, dia sangat ingin bertemu bundanya..."
Mereka mengobrol hangat dan sesekali melontarkan candaan hangat satu sama lain. Mereka tertawa sampai lupa dengan waktu.
Tak terasa, sekarang sudah menunjukan pukul 09.00 pagi. Dan Jidan masih belum bangun dari tidurnya. Mereka menghampiri Jidan yang masih memejamkan matanya, Calvino melihat senyuman yang terukir di wajah Jidan."Kau pasti mimpi indah."
Calvino duduk di samping ranjang Jidan, ia melihat jam dan ini sudah waktunya Jidan untuk minum obatnya. Ia lantas mengambil obat dan air untuk di berikan pada Jidan.
KAMU SEDANG MEMBACA
aku juga ingin bahagia [ terbit ]
Novela Juvenil"Semua orang pantas mendapat kebahagiaan, lantas aku bagaimana dengan aku" Jidan permata. Seorang remaja yang ingin mendapatkan kebahagiaan dan kasih sayang seorang kakak. Apakah remaja itu bisa mendapatkan kembali kebahagiaan nya? Sebelum baca ja...