Patah

22 6 6
                                    

"HARI INI! HARI YANG KU TUNGGU! BERTAMBAH SATU TAHUN USIAKU BAHAGIALAH AKU!!!" Rafidan bernyanyi dengan nada amburadulnya. Ia asik sekali, dan aku tidak peduli. Ia merubah lirik kamu menjadi aku.

"Ay tau gak hari ini hari apa?"

Aku sedang sibuk mencatat. Tiba-tiba saja dikejutkan oleh kedatangan Rafidan yang tengah duduk di kursi milik Izza. Yakni, di belakangku.

"Senin?"

"Bukan itu!"

"Terus?"

"Gak tau ah!"

Dia cemberut. Lalu memukul-mukul meja, kembali menyanyikan lagu yang tadi sempat terhenti. Aku kembali fokus menulis.

"Ay sekarang tanggal berapa sih?"

Merasa ada yang mengajakku berbicara, aku menghadap ke belakang lagi.

"Dua puluh enam?"

"Bulan?"

"Februari?"

"Nah, terus sekarang hari apa Ay?"

"Pffft." Aku menahan untuk tidak tertawa. Pasalnya aku tahu hari ini adalah hari kelahirannya. Tetapi, aku tidak mau mengucapkannya karena malu. Ya itu pun perkiraanku saja sih. Gak tahu benar atau tidaknya.

"Eh, hari apa Ay?! Jawab!" gertaknya dengan mengerucutkan bibirnya kesal.

"Selasa 'kan?" jawabku santai. Ya memang hari selasa.

"Bukan itu Ayesh!"

"Ya terus?"

"Gini deh, artinya HBD apa?"

"Masa gak tahu?"

"Ayesh please, artinya HBD itu apa?"

"Cari kamus sana!"

"Ayessh jangan bikin kesel Idan! Artinya HBD itu apa?!"

"Hampura badag!" Aku membalikkan badan lalu tertawa puas. Hampura badag itu berarti maaf sebesar-besarnya dalam bahasa sunda, tetapi versi kasar.

"Eh bukan itu! Ayesh cepet!" Dia kesal. Kali-kali kek dia yang aku buat kesal.

"Hampura Badag Rafidan!"

"Bukan Alesha!"

"Iya tau!"

"Ih tau ah! Idan gedeg sama Ayesh!"

Rafidan pergi mengambil alat pel yang berada di pojok kelas. Sedangkan aku ketika selesai menulis, segera merapihkan alat tulisku. Lalu keluar kelas. Tidak peduli Rafidan yang sedang ngambek.

Berita tentang Anjani dan Rafidan yang tengah dekat telah menyebar di seluruh penjuru sekolah. Terutama cewek-cewek.

Entah perasaanku sedikit aneh. Apa mungkin ini yang dinamakan cemburu? Kalau iya, mengapa begitu menyiksa?

Hari ini adalah hari terakhir kelompok kami mengerjakan tugas kelompok dari Pak Ruslan. Aku juga teman kelompok yang lain, menunggu Rafidan yang sedang piket kelas. Ia bagian menge-pel kelas, makanya agak sedikit lama. Aku berdiri dengan kepala menyandar di tiang depan kelas. Manusia malas seperti aku ini, rasanya lelah sekali jika harus berdiri lama-lama. Apalagi berdiri hanya untuk menunggu Rafidan.

Anjani lewat depan kelasku, entahlah dia mau kemana. Bersamaan itu pula Rafidan keluar dari pintu kelas.

Mungkin drama akan dimulai....

"EHHH!" Anjani terkejut, ketika tasnya ditarik oleh Rafidan dari belakang seperti anak kucing.

Rafidan tersenyum jahil, "Jangan galak-galak lagi ya Jani. Nanti tambah cantik."

Diary Cinta Alesha [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang