Hari yang aku tunggu-tunggu tiba. Hari akhir dimana aku bertemu Rafidan. Aku ingin segera berpisah dengan Rafidan, agar aku mudah melupakannya. Agar aku bisa pergi jauh dari hidupnya.
Saatnya aku benar-benar move on dari sosok Rafidan.
Aku naik motor dengan A Rahman untuk pergi ke sekolah. Sedaritadi aku menutup wajahku yang sudah dipoles make up. Aku malu, aku seperti badut.
"Ay ngapain sih?" tanya A Rahman sembari melihat wajahku dari kaca spion.
"Ayesh malu," cicitku malu-malu kucing.
"Legian make up kamu kan gak tebal, ngapain juga harus malu."
"Tapi kan Ayesh gak suka, Ayesh kaya badut," cibirku kesal.
"Ya kalau gitu gak usah make up, ribet banget jadi cewek," ujar A Rahman yang ingin sekali aku pukul kepalanya.
"Kan Ayesh pengantinnya! Masa pengantinnya gak make up, gimana sih?! Malu tahu kata Umi!"
"Waktu zaman A Rahman dulu, Zahra gak pakai make up. Seperti biasa saja. Tapi tetep tidak membuanya aneh."
"Kak Zahra kan emang udah cantik dari sananya!!! Ayesh mah apa atuh?!" decakku kesal sembari memukul punggung A Rahman, saking kesalnya.
"Galak banget jadi cewek! Jangan-jangan cowok itu takut kali sama kamu Ay!" ujar A Rahman dengan disusul kekehan.
"ENAK AJA!" aku memukul bahu A Rahman. Yang dipukul malah semakin terkekeh.
💗💗💗
Aku turun dari motor dengan perlahan. Semua tampak beda, perempuan pakai kebaya dengan wajah yang dirias. Kebayanya tetap syar'i. Juga laki-laki yang memakai jas hitam.
"Nanti Umi nyusul sama Ayah, Aa juga mau pulang dulu. Mau mandi. Kamu gak apa-apa 'kan sendiri? Ada teman kan?"
"Iya A." Aku mencium punggung tangan A Rahman. Lalu A Rahman melanggang pergi bersama vespa putih kesayangannya.
Aku segera masuk ke dalam aula. Aku celangak-celinguk mencari keberadaan teman-temanku. Namun, aku terkejut ketika aku membalikkan badan ada Rafidan di belakangku. Dia tersenyum, sedangkan aku langsung pergi meninggalkannya. Karena aku malu. Malu dengan kondisi wajahku yang seperti badut.
Acara dimulai. Aku menjadi pengantin dengan Azzam. Lelaki berprestasi dari kelas XII.IPA-1.
Ada 2 pasang pengantin. Yakni dari kelas IPA dan IPS.
Kami berjalan perlahan di red carpet. Untung saja aku tidak memakai high heels, karena aku sering kali jatuh jika memakai sendal seperti itu.
Di pinggiran red carpet ada adik kelas yang melempar-lemparkan kertas yang telah digunting-gunting.
Setelah sampai di atas panggung. Proses sungkeman berlangsung. Entah kenapa aku tidak sedih, aku tidak menangis.
Ya karena memang ini yang aku tunggu-tunggu.
Aku ingin segera berpisah dengan Rafidan.
Aku ingin segera pergi dari hidup Rafidan.
Setelah selesai acara upacara adat, aku mencari kursi yang sudah ditentukan sesuai absen. Kata temanku, aku di kursi paling ujung sebelah kanan.
"Misi," ucapku pada Rafidan yang berada di kursi paling ujung sebelah kiri. Mau tak mau aku harus melewati Rafidan.
"Senyum dulu dong," ucap Rafidan dengan senyuman handalnya.
"Apaan sih?!"
"WOY AWAS WOY AYESH MAU LEWAT! KASIH JALAN KASIH JALAN!" ia berteriak heboh. Aku tersenyum, lagi-lagi aku luluh! Please, semoga ini hari terakhir. Aku luluh padanya.
Aku langsung beranjak pergi ke kursiku yang berada paling ujung kanan.
Acara berlangsung sangat lama. Sampai-sampai beberapa siswi make up-nya luntur karena keringat. Walaupun aula ini menggunakan kipas angin dibeberapa sudut. Tetap saja jika ramai orang seperti itu, gerah dan panas.
Acara selanjutnya yaitu pemberian penghargaan untuk murid-murid yang pernah mengharumkan nama baik sekolah. Aku maju ke depan dengan beberapa siswa dan siswi.
Setelah itu pengumuman penghargaan untuk para santri dan santriwati sesuai dengan jumlah hafalannya. Ya, Rafidan juga maju ke depan. Karena dia hafal 9 juz. Ada Abidzar juga dengan hafalan 11 juz Al-Qur'an.
Selanjutnya acara pemberian medali untuk semua siswa dan siswi MA Al-Hidayah. Yang sudah diberi medali langsung keluar dari aula. Karena acara selesai sampai di sana.
Sampai giliranku, aku langsung berpamitan pada guru-guruku tercinta yang telah berjasa dalam hidupku.
"Semoga Alesha menjadi anak yang sukses, dan diberikan suami yang baik yang soleh. Aamiin ya robbal aalaamiin," ucap Bu Nia sembari memelukku.
"Aamiin ya robbal aalaamiin, terima kasih Bu."
Semoga aku mendapatkan suami yang lebih baik dari Rafidan.
Aku tambahkan do'a Bu Nia dalam hati.
💗💗💗
"Selamat ya anak Umi yang pintar." Bunda memelukku sembari mengelus puncak kepalaku dengan lembut, sesekali menciumnya.
Kami sedang berada di area parkir.
"Selamat anak Ayah sang juara!" Umi melepaskan pelukannya. Lalu Ayah mengusap kepalaku dengan lembut.
"Ayah sama Umi mau mampir dulu ke rumah temen Ayah. Kalian mau ikut atau mau langsung pulang?" tanya Ayah kepada aku dan A Rahman.
"Pulang aja deh Yah, Ayesh gak betah pakai baju kaya gini."
"Ya sudah, kalau gitu Ayah sama Umi duluan ya. Hati-hati kalian! Aa jangan ngebut!"
"Siap Ayah!" ujar A Rahman dengan gaya hormat.
Aku dan A Rahman mencium punggung tangan Ayah dan Umi. Setelah itu Ayah dan Umi pergi duluan. Tersisa aku dan A Rahman.
"Selamat ya Ayesh," ucap A Rahman dengan mencubit pipiku.
"Sakit tau!" cibirku kesal.
"Ah lebay kamu! Ayo naik Ay!" ucap A Rahman yang sedaritadi sudah bertengger di atas motor vespa kesayangannya.
Aku naik motor A Rahman. Lalu, aku melihat sejenak ke arah Rafidan yang tengah tertawa bahagia bersama keluarganya. Ia tengah memeluk ibunya dengan manja. Terlihat bahwa ia sangat menyangi ibunya. Motor A Rahman berjalan perlahan meninggalkan area sekolah. Tetapi mataku masih fokus pada Rafidan.
"Selama tinggal masa putih abu, selamat tinggal Rafidan." Aku tersenyum simpul tanpa harus disuruh Rafidan.
Motor A Rahman pun pergi meninggalkan lingkungan sekolah. Lingkungan yang telah mengajarkanku banyak hal. Termasuk perihal cinta.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Belum tamat gengs
Jangan lupa VOTE DAN COMENNT SEBANYAK-BANYAKNYAAAAAAA!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Cinta Alesha [END]✔️
HumorKisah dua anak remaja yang memiliki karakter berlawanan. Alesha---cewek cuek, jutek, mageran, dan kebanggaan guru. Dengan Rafidan---cowok petakilan, bawel, biang onar, tukang modus, sering bermasalah dengan guru dan yang pasti selalu banyak cara mem...